Mohon tunggu...
Franea
Franea Mohon Tunggu... Penerjemah - freelance

I was born to spread love

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Cicero, Makna Persahabatan

26 Oktober 2024   23:08 Diperbarui: 27 Oktober 2024   01:42 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Amicitia nisi inter bonos esse non potest"

"Persahabatan sejati hanya mungkin terjadi di antara orang-orang yang baik"

(Cicero)

 

Di tengah gemuruh politik dan ketidakstabilan yang melanda Republik Romawi pada abad pertama sebelum Masehi, Marcus Tullius Cicero muncul sebagai salah satu pemikir paling dihormati. Sosoknya dikenal bukan hanya sebagai orator dan politikus ulung, tetapi juga sebagai filsuf yang menawarkan pandangan mendalam tentang aspek kehidupan yang jarang disorot di tengah hiruk pikuk politik: persahabatan.

Melalui karyanya "Laelius de Amicitia" (Laelius tentang Persahabatan), Cicero mengeksplorasi makna dan nilai persahabatan yang menurutnya jauh melampaui sekadar pertemanan biasa. "Hidup tanpa persahabatan adalah hidup tanpa matahari," ujarnya, menegaskan betapa vitalnya hubungan mendalam antar manusia. 

Dalam dialog filosofis ini, Cicero dengan cerdik menggunakan tokoh Gaius Laelius "Sapiens" (Yang Bijaksana) yang berbicara dengan kedua menantunya, Gaius Fannius dan Quintus Mucius Scaevola, untuk menyuarakan pemikirannya tentang hakikat persahabatan yang ideal.

Bagi Cicero, pondasi persahabatan sejati harus dibangun di atas kebajikan, kejujuran, dan ketulusan. "Tidak ada yang lebih manis daripada memiliki seseorang yang bisa kita ajak bicara seperti berbicara pada diri sendiri," tulisnya, menggambarkan bagaimana seorang sahabat sejati adalah cerminan diri kita sendiri. 

Dalam pandangannya, persahabatan menciptakan ruang aman di mana seseorang dapat berbicara dengan bebas, terbuka, dan tanpa rasa takut. Persahabatan adalah sebuah hubungan yang memungkinkan berbagi pikiran, perasaan, dan rahasia terdalam tanpa khawatir akan penilaian atau kritik yang tidak jujur.

Lebih dari sekadar kehadiran yang mendengarkan, Cicero meyakini bahwa persahabatan adalah esensi yang memberi makna dalam hidup. "Tanpa persahabatan, hidup bukanlah kehidupan," tegasnya. Persahabatan sejati memperkaya setiap momen kehidupan, baik dalam kesenangan maupun kesulitan. 

Ketika keberhasilan datang, seorang sahabat hadir untuk merayakan dan ketika kesulitan menghampiri, mereka ada untuk berbagi beban.

 Cicero menyatakan dengan indah bahwa persahabatan membuat keberhasilan lebih cemerlang dan kesulitan menjadi lebih ringan ketika dibagi. Ini adalah sebuah refleksi mendalam tentang kekuatan persahabatan dalam memberikan kenyamanan emosional dan kedamaian batin.

Di era Cicero, persahabatan juga dipandang sebagai landasan sosial yang kokoh. Ia meyakini bahwa persahabatan sejati hanya mungkin terjalin di antara orang-orang baik yang berbagi nilai moral dan kebajikan yang sama. "Persahabatan sejati hanya mungkin terjadi di antara orang-orang yang baik," tekannya. Sekaligus dia menegaskan bahwa karakter dan integritas, bukan keuntungan atau kepentingan sesaat, adalah komponen esensial yang menjadi pondasi hubungan yang kuat dan langgeng.

Dalam pandangan Cicero, kejujuran memegang peranan vital dalam persahabatan sejati. Ia menekankan bahwa seorang sahabat sejati adalah seseorang yang berani menyuarakan kebenaran, meski terkadang sulit untuk diterima. 

Kejujuran bukan sekadar tali pengikat dua hati, melainkan pondasi yang memungkinkan kedua pihak tumbuh dan berkembang bersama. Sebaliknya, kepalsuan, penjilatan, dan kepura-puraan justru menjadi racun yang dapat merusak esensi persahabatan itu sendiri.

Meskipun demikian, Cicero menyadari bahwa ujian persahabatan terberat datang pada saat-saat sulit. Seperti yang diungkapkan penulis Romawi kuno Ennius dalam "amicus certus in re incerta cernitur (seorang teman sejati terlihat pada saat situasi tidak pasti/sulit)", yang kemudian dipopulerkan oleh Cicero sendiri, dikatakan bahwa kita hanya bisa mengetahui siapa teman sejati kita ketika kita menghadapi kesulitan, karena mereka yang benar-benar peduli akan tetap di sisi kita saat itu.

 Ia percaya bahwa persahabatan yang benar harus mampu bertahan dalam kesulitan dan kegembiraan. Kita dapat melihat siapa yang benar-benar peduli dan setia mendampingi melalui tantangan dan kesulitan. Menurut Cicero, kesetiaan tanpa syarat inilah yang membuat persahabatan lebih hidup dan memperkuatnya.

Lebih jauh lagi, Cicero memandang persahabatan sebagai pilar penting dalam mempertahankan stabilitas sosial dan politik. Dalam konteks Republik Romawi yang tengah bergejolak, ia meyakini bahwa ikatan persahabatan yang kokoh di antara warga negara yang baik merupakan fondasi bagi masyarakat yang kuat. Melalui persahabatan, komunitas dapat saling mendukung dan menciptakan harmoni yang memperkuat tatanan sosial dan politik.

Meski demikian, Cicero menyadari bahwa ujian terberat persahabatan datang di masa-masa sulit. Ia percaya bahwa persahabatan sejati harus mampu bertahan bukan hanya dalam kegembiraan, tetapi juga dalam kesulitan. 

Melalui tantangan dan kesulitan, kita dapat melihat siapa yang benar-benar peduli dan setia mendampingi. Kesetiaan tanpa syarat inilah yang menurut Cicero memperkuat ikatan persahabatan dan membuat hidup lebih bermakna.

Di era digital seperti sekarang, pemikiran Cicero tentang persahabatan justru semakin relevan dan krusial. Ketika media sosial menawarkan kemudahan untuk terhubung dan berinteraksi, kita seringkali terjebak dalam ilusi kedekatan yang semu. 

Kata "teman" telah mengalami pergeseran makna. Dan sering digunakan untuk menggambarkan berbagai tingkat hubungan, mulai dari sekadar kenalan online hingga sahabat dekat. 

Padahal, seperti yang Cicero tekankan berabad-abad lalu, esensi persahabatan sejati tidak terletak pada berapa banyak orang yang kita kenal atau jumlah pengikut di media sosial, melainkan pada kedalaman dan kualitas hubungan yang kita jalin. Hubungan virtual, meski memudahkan komunikasi, tidak selalu mampu menciptakan intimitas yang autentik sebagaimana yang dimaksud Cicero dalam konsep persahabatannya.

Bagi generasi muda Indonesia, ajaran Cicero tentang persahabatan menawarkan panduan berharga. Di tengah perubahan sosial yang begitu cepat, persahabatan yang dibangun di atas nilai-nilai moral dapat memberikan stabilitas emosional yang dibutuhkan. Hubungan yang sehat dan bermakna hanya dapat terjalin melalui kejujuran, kesetiaan, serta kemampuan untuk memberi dan menerima kritik yang membangun. 

Pada akhirnya, pemikiran Cicero tentang persahabatan mengajarkan kita tentang keindahan hubungan antar manusia yang autentik. Ketika ia mengatakan bahwa persahabatan membuat keberhasilan lebih cemerlang dan kesulitan menjadi lebih ringan saat dibagi, Cicero tidak hanya berbicara tentang manfaat personal persahabatan, tetapi juga menawarkan "blueprint" untuk membangun hubungan yang kokoh dan komunitas yang lebih kuat. 

Dengan menghayati prinsip-prinsip kejujuran, kesetiaan, dan dukungan timbal balik, kita tidak hanya menciptakan persahabatan yang langgeng, tetapi juga berkontribusi dalam membangun tatanan sosial yang lebih harmonis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun