Mohon tunggu...
CeritaAndy
CeritaAndy Mohon Tunggu... profesional -

Seorang manusia biasa dengan hati yang luar biasa dan selalu ingin belajar akan segala sesuatu. Pribadi yang dapat menikmati hidup dengan berlibur, wisata kuliner, dan menulis. Menghargai hidup dengan selalu tersenyum, menikmati hidup dengan berbagi, dan menjadikan hidup lebih luar biasa dengan berpikir positif. Mensyukuri setiap berkat yang dianugerahkan oleh Sang Pencipta dan berusaha membagikannya tanpa pamrih.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Kendaraan Bermotor vs Garasi di Jakarta

23 April 2014   01:18 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:19 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1.132.130

www.infojakarta.net

Setelah melihat data di atas, penjualan kendaraan bermotor paling banyak terdapat di wilayah Jabodetabek dengan persentasi sebesar 20-30%. Hal ini tentu memberikan dampak yang sangat luar biasa bagi lalu lintas di wilayah Jabodetabek.

Namun hal ini bukan hanya menjadi tanggung jawab dari pemerintah saja untuk menyelesaikannya, karena membutuhkan kesadaran yang tinggi dari semua masyarakat. Pemerintah, pengusaha kendaraan bermotor, dan masyarakat harus dapat bekerja sama untuk mengatasi kemacetan yang terjadi di kota Jakarta. Pemerintah harus dapat dan tegas dalam mengeluarkan peraturan atau undang-undang mengenai kendaraan bermotor. Jika kita melihat ke negara tetangga (Malaysia dan Singapura), sudah jelas bahwa pemerintah sangat bekerja keras untuk mengatasi atau mengurangi masalah kemacetan. Hak ini terlihat jelas dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia dan Singapore.

Sebagai contoh pemerintah Singapura menerapkan sistem Electronic Road Pricing (ERP) yang merupakan sistem pungutan kemacetan dengan menggunakan kartu elektronik. Sistem ini akan membebankan sejumlah biaya kepada pemiliki kendaraan jika akan melewati suatu jalur tertentu, sebab kendaraannya berpotensi menyebabkan kemacetan pada waktu tertentu. Electronic Road Pricing atau yang dikenal juga sebagai Congestion Pricing ini telah sukses diaplikasikan di Singapura, Stockholm, London, Oslo, dan beberapa kota lainnya di dunia. Hal ini juga pernah menjadi wacana saat pemerintahan Gubernur Sutiyoso, namun sampai saat ini wacana ini tidak pernah terlaksana.

Jika kita melihat dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta tahun 2010 (pasal 19, ayat 2), menyebutkan bahwa tujuan pengembangan sistem transportasi diarahkan pada komponen-komponen :


  1. Tersusunnya suatu jaringan sistem transportasi yang efisien dan efektif;
  2. Meningkatnya kelancaran lalu-lintas dan angkutan;
  3. Terselenggaranya pelayanan angkutan yang aman, tertib, nyaman, teratur, lancar dan efisien;
  4. Terselenggaranya pelayanan angkutan barang-barang yang sesuai dengan perkembangan sarana angkutan dan teknologi transportasi angkutan barang;
  5. Meningkatnya keterpaduan baik antara sistem angkutan laut, udara dan darat maupun antar moda angkutan darat; dan
  6. Meningkatnya disiplin masyarakat pengguna jalan & pengguna angkutan.

Namun melihat kepada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta di atas, maka kita dapat menilai berapa persen rencana tersebut terlaksana.

Selanjutnya bagaimana caranya untuk dapat membatasi jumlah kendaraan yang melalui jalan-jalan di Jakarta?

Pemerintah DKI Jakarta era sebelumnya mengatakan bahwa ada empat alternatif pilihan untuk penerapan pembatasan penggunakan kendaraan pribadi di DKI Jakarta. Alternatif tersebut antara lain penerapan 3 in 1, Electronic Road Pricing (ERP), penggunaan kendaraan pribadi dengan nomor ganjil atau genap, serta pembatasan usia kendaraan bermotor. Metode 3 in 1 saat ini sudah diimplementasikan di Jakarta, namun sampai saat ini belum memberikan hasil yang signifikan dalam mengurangi kemacetan. Padahal cara ini sebenarnya sudah mulai ditinggalkan oleh negara maju yang kemudian pindah ke metode ERP.

Selain itu pemerintah juga harus dapat dan tegas bekerjasama dengan pengusaha kendaraan bermotor; dimana pemerintah dapat mengeluarkan peraturan untuk membatasi jumlah produksi kendaraan bermotor, serta membatasi tahun penjualan kendaraan bermotor berdasarkan tahun produksi. Hal ini tentu akan berdampak pada penggunaan kendaraan bermotor yang didasarkan pada tahun produksi. Beberapa negara maju telah melakukan pembatasan penggunaan kendaraan bermotor berdasarkan tahun produksi, sehingga dapat mengurangi kemacetan.

Sudah tentu dalam upaya mengurangi kemacetan juga harus melibatkan masyarakat sebagai pengguna kendaraan bermotor. Dibutuhkan kesadaran yang tinggi dari masyarakat akan keterbatasan yang dimiliki oleh mereka. Keterbatasan yang dimaksudkan disini adalah keterbatasan akan area parkir atau garasi yang dimiliki. Hal ini jelas terlihat disekitar kita bahwa banyak masyarakat tidak memiliki area parkir atau garasi namun mereka memiliki kendaraan bermotor, khususnya mobil. Memiliki rumah di dalam gang atau lorong dan memarkir mobil mereka diluar gang atau lorong rumah. Ini tentu menjadi salah satu penyebab kemacetan. Selain itu banyak dijumpai sisi jalan yang dijadikan sebagai area parkir liar oleh masyarakat. Hal ini sudah tentu akan mengganggu lalu lintas atau pengguna jalan lainnya.

Oleh karena itu masyarakat Jakarta sudah seharusnya sadar diri dan pandai dalam membatasi keinginan untuk memiliki mobil, sehingga dapat membantu upaya pemerintah dalam mengurangi kemacetan parah yang terjadi di Jakarta. Masyarakat Jakarta harus memiliki pemikiran yang maju seperti status Jakarta yang adalah kota maju.

Kemacetan harusnya dapat diatasi atau dicegah jika pemerintah, pengusaha kendaraan bermotor, dan masyarakat bekerjasama dan saling mendukung satu sama lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun