Mohon tunggu...
Gregorius Nyaming
Gregorius Nyaming Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Hanya seorang anak peladang

Seorang Pastor Katolik yang mengabdikan hidupnya untuk Keuskupan Sintang. Sedang menempuh studi di Universitas Katolik St. Yohanes Paulus II Lublin, Polandia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gawai Dayak dan Tradisi Ngabang

18 Juni 2022   18:10 Diperbarui: 19 Juni 2022   19:15 1635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh karena itulah, setiap norma dan aturan adat yang terkait dengan perladangan harus mereka patuhi. 

Pun juga tanda-tanda alam, seperti suara burung atau mimpi, yang melaluinya leluhur mau menyampaikan pesan-pesan penting, mesti diindahkan agar hal-hal buruk tidak menimpa diri dan anggota keluarga dan juga seluruh warga kampung.

Kata "kami" juga hendak menampilkan semangat kekeluargaan dan kebersamaan yang tinggi dalam masyarakat Dayak. 

Diletakkan dalam konteks ini, kita kemudian bisa memahami mengapa Gawai Adat Dayak harus mengundang sanak keluarga dan kerabat kenalan untuk turut serta menikmati hasil jerih payah dalam berladang.

Kebersamaan memang hampir selalu mewarnai dinamika kehidupan orang Dayak. Karena itu bukan hal yang mengherankan bila peristiwa-peristiwa penting dan sakral dalam hidup personal maupun komunal selalu mereka rayakan dalam kebersamaan.

Tradisi ngabang, hemat saya, sekurang-kurangnya mau menghadirkan makna berikut ini. Pertama, berkaitan dengan falsafah hidup bersama orang Dayak, yang dalam suku kami Dayak Desa dikenal dengan semboyan: kalau abis sama ampit. Yang artinya kurang lebih: kalau habis semuanya mendapat bagian.

Sebuah falsafah hidup yang mau mengajarkan setiap orang untuk rela berbagi dengan sesama. Dengan mau saling berbagi, maka ikatan kekeluargaan dan persaudaraan yang menjadi sumber kekuatan dalam hidup berkomunitas akan selalu terjaga.

Bagi masyarakat Dayak, hasil bumi yang mereka peroleh tidak pernah boleh hanya dinikmati seorang diri. Karena itulah, setiap tamu yang datang ke rumah harus dipersilakan untuk menyantap hidangan yang telah tersedia. 

Inilah bentuk ungkapan syukur atas berkat yang sudah diterima dari Petara. Sekaligus sebagai wujud doa agar Petara Yang Agung senantiasa melimpahkan hasil ladang yang baik dan berlimpah di tahun-tahun mendatang.

Kedua, tradisi ngabang mau melukiskan hakikat manusia sebagai makhluk interkomunikatif. Manusia sebagai makhluk sosial. Sebuah hakikat yang hendak mengatakan bahwa setiap orang itu ada, tumbuh dan berkembang bersama dan selalu dalam relasi dengan orang lain serta alam ciptaan.

Untuk masyarakat Dayak, selamat menyambut musim Gayai Dayak. Semoga Petara senantiasa melindungi dan selalu melimpahkan hasil panen yang baik di tahun-tahun mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun