Mohon tunggu...
Gregorius Nyaming
Gregorius Nyaming Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Hanya seorang anak peladang

Seorang Pastor Katolik yang mengabdikan hidupnya untuk Keuskupan Sintang. Sedang menempuh studi di Universitas Katolik St. Yohanes Paulus II Lublin, Polandia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memasuki Masa Adven, Mari Meneladan Yohanes Pembaptis

28 November 2021   19:45 Diperbarui: 28 November 2021   19:48 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lingkaran Adven. Sumber: katolikindonesia.org

Waktu rasanya berjalan begitu cepat. Tanpa terasa kita sudah berada di penghujung tahun 2021. Hanya dalam hitungan bulan kita akan memasuki tahun baru 2022.

Bagi kita umat katolik, sebelum memasuki tahun baru ada satu perayaan yang kita nanti-nantikan kedatangannya. Yakni, Hari Raya Natal. Namun sebelum sampai pada perayaan Natal, kita diajak untuk terlebih dahulu mempersiapkan diri kita agar layak menyambut kedatangan Sang Juruselamat dunia di tengah-tengah kita.

Masa bagi kita untuk mempersiapkan diri tersebut ialah Masa Adven, yang akan berlangsung selama empat pekan. Hari ini Minggu, 28 November 2021, masa persiapan dan penantian tersebut kita awali masih di tengah situasi pandemi Covid-19 yang belum juga menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.

Sebuah situasi yang bisa saja membawa kita pada jurang keputusasaan. Namun sebagai orang beriman, kita diingatkan untuk jangan sampai kehilangan harapan. Justru di tengah situasi yang sulit ini menjadi kesempatan bagi kita untuk bersaksi tentang Yesus Kristus, Sang Raja Damai yang akan datang itu.

***

Sosok yang bisa kita jadikan sebagai teladan dalam bersaksi selama masa Adven ini ialah Yohanes Pembaptis. Ingat masa Adven kita ingat akan sosok Yohanes Pembaptis. Dia memainkan peran yang sangat penting dalam mempersiapkan kedatangan Tuhan.

Bukan dengan mempersiapkan ruangan, mendekorasinya seindah mungkin, melainkan dengan mempersiapkan ruang hati banyak orang agar siap dan layak menyambut Dia yang akan datang. "Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu" (Markus 1:4). Begitulah ia berseru-seru di padang gurun.

Sebagai seorang utusan yang mempersiapkan jalan bagi Tuhan, Yohanes Pembaptis menyadari betul apa yang menjadi tugas perutusannya. Kepada orang-orang yang datang kepadanya Yohanes menegaskan bahwa dirinya bukan Mesias, bukan Elia, bukan juga nabi yang akan datang, melainkan hanya orang yang berseru-seru di padang gurun menghimbau agar jalan bagi Tuhan diluruskan (Yohanes 1: 19-23).

Juga tegas-tegas ia menyatakan dirinya tidak pantas melepas tali sandal Dia yang bakal datang. "Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak" (Markus 1:7)

Dengan perkataannya itu, Yohanes Pembaptis merasa tidak patut menjalankan urusan yang menjadi hak Dia yang akan datang itu. Tugasnya hanya satu, yakni meingingatkan orang banyak untuk hidup bersih menyongsong Dia yang akan datang.

***

Umat Israel memandang Yohanes Pembaptis sebagai Mesias atau Elia atau seorang nabi yang akan datang karena mereka pernah mengalamai masa-masa sulit dalam hidup mereka. Masa pembuangan adalah saat-saat sulit tersebut. Dalam saat-saat seperti itu mereka menantikan seorang Mesias yang bisa menyelamatkan mereka dari perbudakan. Namun, siapakah Mesias itu? Kapan Mesias itu akan datang?

Dalam sejarah Perjanjian Lama berulang kali muncul para nabi. Kemunculan mereka menumbuhkan harapan bahwa merekalah Mesias yang dinantikan itu. Tetapi, yang dinanti-nanti pun tak kunjung tiba. Para nabi hanya menjadi perpanjangan mulut Allah untuk meneguhkan harapan umat yang sedang dalam penganiayaan. Mereka mewartakan bahwa akan datang saatnya dimana Mesias yang dinantikan itu akan datang menyelamatkan umat Israel.

Sejarah pun berlanjut ke zaman Perjanjian Baru. Situasi umat pun masih saja tidak menentu. Ada krisis identitas nasional. Ajaran nenek moyang bahwa mereka bangsa terpilih makin menjauh dari kenyataan sehari-hari. Umat mengalami kekecewaan, apatis.

Satu-satunya harapan yang meneguhkan mereka untuk terus melangkah ialah Mesias yang bakal datang. Yang Terurapi, utusan Yang Maha Kuasa akan datang untuk memimpin mereka. Kedatangan-Nya juga akan mengakhiri zaman ini dan mengawali era baru. Itulah saatnya bangsa terpilih akan dipimpin sang Mesias baru ini ke dalam tanah terjanji.

Dalam konteks ini dapat dipahami ketika Yohanes Pembaptis muncul ke hadapan umum. Orang Yahudi dari Yerusalem langsung mengutus beberapa imam dan orang-orang Lewi kepada Yohanes untuk menanyakan "siapakah dia?". Yohanes menjawab mereka bahwa dia bukan Mesias. Dia juga bukan Elia. Bukan juga nabi yang akan datang seperti yang diyakini mereka yang bertanya kepadanya. Tetapi dia hanyalah suara orang yang berseru-seru: Di padang gurun luruskanlah jalan bagi Tuhan!

Mengapa mereka menganggap Yohanes sebagai Elia atau sebagai nabi yang akan datang? Dalam tradisi Perjanjian Lama ada kepercayaan bahwa nabi besar Elia, yang sudah diangkat ke surga (2 Raj. 2:1-18) akan datang kembali.

Yohanes Pembaptis sering dianggap sebagai nabi Elia yang kini telah kembai ke dunia. Anggapan itu berangkat dari cara hidup Yohanes Pembaptis sendiri yang mirip dengan nabi Elia. Cara berpakaiannya yakni mengenakan jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit (Markus 1:6), mirip dengan cara berpakaian nabi Elia. Namun, Dia menyangkal anggapan tersebut. Dia menyatakan bahwa dirinya bukan Elia (Yoh 1:21).

***

Apa pelajaran yang bisa dipetik dari tindakan jujur dan rendah hati Yohanes Pembaptis ini? Yohanes Pembaptis menyadari bahwa tugas utamanya ialah menyiapkan jalan bagi Tuhan. Tidak lebih dari itu. Dalam dirinya tidak ada niat untuk melebihi Sang Juruselamat yang akan datang. Ketika ditanya siapakah engkau?, ia mengaku dan tidak berdusta kalau dia bukan Mesias, bukan Elia, juga nabi yang akan datang.

Seandainya hatinya dipenuhi niat untuk memegahkan diri, dia bisa dengan lantang dan bangga mengaku bahwa dialah Mesias atau Elia atau nabi yang akan datang. Tetapi semua itu tidak ia lakukan karena ia menyadari kalau dirinya hanyalah utusan Allah yang mempersiapkan kedatangan Dia yang lebih besar daripadanya.

***

Sama seperti Yohanes Pembaptis, kita umat Katolik hanyalah penunjuk, saksi kebaikan Allah di tengah-tengah dunia ini. Allah telah mengasihi setiap kita dengan tiada tara. IA telah mengutus Yesus, Putra-Nya, untuk menjadi sama dengan kita manusia dengan lahir dari rahim Perawan Maria. IA juga sudah merelakan Anak-Nya yang terkasih itu untuk mati di kayu salib demi menebus dosa kita semua.

Karena begitu besar kasih Allah kepada kita, maka marilah kita menjadikan masa Adven, masa yang penuh rahmat ini sebagai kesempatan untuk bersaksi akan kasih Allah itu dalam hidup sehari-hari. Dalam perjumpaan dan pergaulan dengan sesama yang ada di sekitar kita.

Dan, marilah kita bersaksi dalam semangat kerendahan hati seperti yang ada pada Yohanes Pembaptis. Dengan semangat itu, kita akan menyadari bahwa diri kita hanyalah perpanjangan tangan Tuhan untuk menyebarkan keharuman kasih Allah kepada sesama.

Selamat memasuki Masa Adven untuk umat Katolik sekalian. Tuhan memberkati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun