Mohon tunggu...
Gregorius Nyaming
Gregorius Nyaming Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Hanya seorang anak peladang

Seorang Pastor Katolik yang mengabdikan hidupnya untuk Keuskupan Sintang. Sedang menempuh studi di Universitas Katolik St. Yohanes Paulus II Lublin, Polandia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menilik Nilai Luhur Hidup bersama Suku Dayak Desa dalam Tradisi Mansai

27 Agustus 2021   18:01 Diperbarui: 30 Agustus 2021   06:00 1279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi warga sedang mansai ikan dan udang | Sumber: Suarasarawak.my

Mereka yang hidup di bumi Kalimantan, sudah layak dan sepantasnya menghaturkan syukur kepada Tuhan, pencipta semesta alam atas kebaikan-Nya karena telah menganugerahkan alam yang begitu indah, beserta dengan segala isinya yang bisa dinikmati secara gratis.

Sayangnya, di beberapa tempat ragam isi alam itu tidak bisa lagi dinikmati oleh masyarakat karena hutan yang dulu rindang, kini sudah berganti menjadi lahan perkebunan. Sungguh memilukan!

Segala sesuatu yang gratis memang mengandaikan bahwa orang bisa mengambilnya dengan sesuka hati. Namun, tidak demikian dalam masyarakat Dayak Desa. 

Ada prinsip hidup bersama yang selalu dijadikan pedoman dalam menikmati segala sesuatu yang tersedia di alam.

Dalam artikel berikut ini, saya akan berangkat dari air (sungai) untuk menunjukkan bagaimana masyarakat Dayak Desa menghayati prinsip hidup bersama tersebut.

Seperti ladang (dua artikel saya terakhir), begitu pun sungai memberi inspirasi dalam mengurai dan merenungi makna kehidupan sebagai manusia. Sebab bagi masyarakat Dayak Desa, sungai juga menjadi arena dalam merayakan dan menghidupi kebersamaan.

Ilustrasi warga sedang mansai ikan dan udang | Sumber: Suarasarawak.my
Ilustrasi warga sedang mansai ikan dan udang | Sumber: Suarasarawak.my

Perayaan dan penghayatan atas kebersamaan itu hadir dalam sebuah aktivitas komunal yang dalam masyarakat Dayak Desa dikenal dengan nama "mansai".

Di daerah kita masing-masing, pastilah tradisi mansai ini masih ada. Dan barangkali juga ada dari antara kita yang masih sering dan sangat senang melakukannya.

Sebuah aktivitas yang terlihat biasa-biasa saja memang. Akan tetapi dalam masyarakat Dayak Desa, di balik aktivitas ini terkandung nilai luhur hidup bersama yang tercetus dalam semboyan: KALAU ABIH SAMA AMPIT.

Baca juga: kalau abih sama ampit prinsip hidup bersama dalam suku dayak desa

***

Dalam bahasa Indonesia, mansai artinya menangguk ikan dan udang di sungai.

Mansai adalah sebuah aktivitas komunal. Untuk itu, di sungai mana mansai akan dilangsungkan haruslah disepakati secara bersama-sama. Hasil kesepakatan itu kemudian juga harus disampaikan kepada semua warga kampung.

Begitu juga ketika warga sudah tiba di lokasi untuk mansai. Mereka yang tiba duluan tidaklah kemudian langsung terjun ke dalam sungai untuk mulai mansai. 

Aktivitas ini harus dimulai secara serempak dengan terlebih dahulu membuat pagal (tanggul) secara bergotong royong.

Pagal, pertama-tama berfungsi untuk membendung arus aliran sungai agar di sepanjang arus sungai yang nanti akan dijadikan lokasi mansai, volume airnya sedikit berkurang. 

Selain itu, untuk memastikan agar jalur sungai yang dijadikan lokasi mansai, airnya selalu dalam keadaan keruh.

Dengan kondisi air yang selalu keruh, ikan dan udang akan cepat mabuk lalu muncul ke atas permukaan air.

Ikan baung adalah salah satu jenis ikan yang akan muncul ke permukaan saat air dalam kondisi yang sangat keruh. 

Saya sendiri sangat suka menanti ikan ini muncul. Ada sensasi tersendiri menanti kedatangan si ikan menampakkan diri di atas permukaan air.

Kemansai: alat untuk mansai | Sumber: www.borneonews.co.id 
Kemansai: alat untuk mansai | Sumber: www.borneonews.co.id 

***

Dalam hal apa aktivitas mansai ini mengejawantahkan nilai luhur hidup bersama dalam masyarakat Dayak Desa?

Dalam hal dipilih dan disepakatinya mansai sebagai cara untuk menikmati segala sesuatu yang sudah disediakan alam. Sungai adalah milik bersama. 

Oleh karena itu, dengan dipilihnya cara tradisional ini sejatinya ingin memberi kesempatan yang sama kepada setiap orang untuk menikmatinya.

Atas dasar itulah, segala bentuk aktivitas yang dapat merusak ekosistem sungai -- seperti menuba atau menyetrum ikan -- sama sekali tidak diperbolehkan. 

Sebuah aktivitas yang tidak hanya merusak ekosistem sungai, tapi juga merugikan kehidupan bersama.

Bahwa dalam mansai mamasing-masing orang memperoleh hasil yang berbeda, ada yang mendapat banyak, cukup banyak atau sedikit, tidak pernah menjadi bahan perdebatan antarwarga. Karena toh setiap orang sudah diberi kesempatan yang sama dan dengan cara yang sama untuk berusaha sekuat tenaga memperoleh hasil sebanyak mungkin. 

"Kalau abih sama-sama ampit", itulah prinsip yang berlaku.

Keserentakan dalam memulai mansai juga menjadi wujud betapa kebersamaan dijunjung tinggi. 

Sangatlah tidak elok bila ada orang yang terjun ke dalam sungai, lalu mulai mansai seorang diri karena ingin mendapatkan hasil yang banyak.

Mereka yang berbuat demikian bukanlah anggota komunitas yang baik karena hanya mementingkan dirinya sendiri.

***

Bahwa di dalam tradisi mansai terkandung nilai luhur hidup bersama, juga nampak dalam sebuah kearifan lokal yang hingga kini masih lestari. Yakni, ngelepak jalai.

Ngelepak jalai kurang lebih dapat diartikan sebagai tindakan "menandai jalan". Dengan apa? Dengan menggunakan ranting berdaun.

Di kampung saya sendiri ada dua buah sungai yang selalu menjadi lokasi bagi warga untuk mansai: Sungai Lalau dan Sungai Raya. Letak kedua sungai ini cukup jauh dari perkampungan.

Ketika penduduk bepekat, bermufakat untuk mansai, seperti yang telah dikatakan di atas harus ditentukan di sungai mana mansai akan dilangsungkan. 

Hasil dari permufakatan itu kemudian harus diinformasikan kepada semua penduduk agar mereka tahu ke sungai mana mereka akan melangkahkan kaki.

Apabila tempat untuk mansai sudah ditentukan, maka sangat dianjurkan agar siapa saja yang mau ikut, sedapat mungkin berangkatnya bersama dengan rombongan supaya tidak tersesat.

Anjuran tersebut diberikan mengingat ada banyak persimpangan jalan yang dapat membingungkan warga untuk bisa sampai ke tempat tujuan untuk mansai.

Karena satu dan lain alasan, tentu saja tidak semua orang bisa mengikuti anjuran tersebut. 

Dalam situasi inilah, mereka yang berangkat terlebih dahulu akan ngelepak jalai untuk saudara-saudari mereka yang akan berangkat belakangan.

Caranya cukup dengan menandai dengan ranting berdaun setiap persimpangan jalan setapak yang tidak mengarah ke lokasi dilaksanakannya mansai.

Dengan adanya tanda tersebut, mereka yang berangkat belakangan tidak perlu merasa khawatir akan tersesat. 

Bila mereka teliti memperhatikannya, mereka akan sampai di lokasi mansai dengan selamat dan bisa bergabung dengan saudari-saudarinya yang lain untuk bersuka cita menangguk ikan dan udang.

Wasana Kata

Hadirnya prinsip hidup bersama sejatinya ingin mengingatkan setiap pribadi agar selalu menjadi manusia yang beradab dan beradat dalam menikmati segala sesuatu yang tersedia di alam. 

Tujuan agar prinsip tersebut selalu diindahkan tiada lain ialah demi selalu terjaganya ikatan kekeluargaan dan persaudaraan yang menjadi sumber kekuatan dalam hidup berkomunitas.

Dan terkait dengan kearifan lokal ngelepak jalai, dengan menciptakan kearifan lokal ini, para leluhur tidak hanya menginginkan agar sesama anggota komunitas tidak tersesat ketika berada di dalam hutan. 

Lebih dari itu, mereka ingin mengingatkan dan mengajarkan satu hal yang sangat penting kepada anak cucu mereka. Yakni, supaya selalu saling menjaga dan melindungi satu sama lain.

Sebagai catatan: 

1. Tindakan ngelepak jalai ini tidak hanya dilakukan oleh warga dalam aktivitas mansai. 

Ketika warga pergi ke hutan rimba untuk berburu dan sebagainya, mereka juga akan mematahkan sebanyak mungkin ranting pada setiap jalan yang telah mereka lewati.

Tujuannya ialah untuk memastikan bahwa saat nanti kembali pulang, mereka akan melewati jalan yang sama.

Jika selama dalam perjalanan pulang, mereka tidak menemukan ranting-ranting yang tadinya sudah dipatahkan, kemungkinan besar mereka sedang tersesat.

2. Istilah 'ngelepak jalai' dalam masyarakat Dayak Desa juga digunakan dalam dunia percintaan. Khususnya dikenakan bagi pemuda yang sedang berjuang sekuat tenaga untuk menarik hati gadis pujaannya. Segala bentuk perjuangannya tersebut merupakan tindakan ngelepak. 

Dengan ngelepak si gadis, si pemuda ingin memberi peringatan kepada para pemuda lainnya agar jangan coba-coba berani mendekati atau menggoda gebetannya.

Salam Anak Peladang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun