"Sejak dari kandungan, ibu selalu berupaya memberi yang terbaik kepada buah hatinya. Diperdengarkannya musik-musik yang menenangkan ke perutnya..."
Begitulah Admin K membuka blog kompetisi yang mengambil tema:Â Ibu, Sekolah Pertamaku. Hati ini langsung sedih membaca kalimat pembuka tersebut. Bukan karena ada kesalahan gramatikal, melainkan karena langsung mengingatkan saya akan sosok Ibu.
Ibu, begitu juga Ayah, sama-sama tidak pernah sekolah. Beliau jelas tidak paham apakah memperdengarkan musik ke perut bisa menenangkan anak yang sedang dikandungnya.
Namun saya sangat bersyukur kepada Tuhan memiliki sosok seorang Ibu yang lemah lembut, pekerja keras dan penuh kasih sayang. Meski buta huruf, bersama dengan Ayah, Ibu terbukti mampu membesarkan dan mendidik keenam orang anaknya dengan tabah dan penuh kasih.
Kebersamaan saya dengan Ibu boleh dibilang tidak terlalu lama. Hanya sampai saat saya kelas 3 SMP. Hal ini dikarenakan setamat dari SMP, saya harus meninggalkan rumah demi melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA di kota Sintang.
Tergolong singkat memang kebersamaan saya dengan Ibu. Namun dalam waktu yang singkat itu, Ibu telah menanamkan dan mengajarkan banyak nilai-nilai baik yang sangat berguna dalam mengarungi samudera kehidupan.
Tidak akan pernah habis kata untuk menggambarkan sosok seorang Ibu. Dalam kesempatan kali ini, saya hanya ingin membagikan sebuah pengalaman yang darinya saya bisa belajar dari Ibu untuk selalu tegar ketika menghadapi berbagai ujian dalam hidup. Terutama dalam saya menjalani hidup panggilan sebagai seorang pastor.
***
Ibu adalah sosok yang tegar. Ketegarannya sudah teruji dengan setia mendampingi Ayah dalam suka dan duka untuk membesarkan dan mendidik keenam orang anaknya.
Ujian terhadap hidup memang akan selalu ada selama manusia masih berada di dunia ini. Hal tersebut Ibu alami ketika pada suatu saat beliau harus rela kehilangan salah seorang putra tersayangnya. Ini menjadi ujian terberat baginya.