Mohon tunggu...
Gregorius Nyaming
Gregorius Nyaming Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Hanya seorang anak peladang

Seorang Pastor Katolik yang mengabdikan hidupnya untuk Keuskupan Sintang. Sedang menempuh studi di Universitas Katolik St. Yohanes Paulus II Lublin, Polandia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Kalau Abih Sama Ampit": Prinsip Hidup Bersama dalam Suku Dayak Desa

6 November 2020   19:31 Diperbarui: 7 November 2020   08:07 878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Suasana makan bersama Dayak Kayaan dalam ritual Dange yang berlangsung Kamis (16/11/2017).| Sumber: TRIBUNJOGJA.COM/Tantowi Alwi

Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kurang lebih artinya: Kalau habis sama-sama kebagian. Prinsip ini umumnya berkaitan dengan soal makanan. Pesan yang mau disampaikan oleh prinsip ini ialah ketika ada makanan, entah banyak ataupun sedikit, anggota komunitas atau anggota keluarga semua harus mendapat bagian.

***

Untuk melacak lahirnya prinsip "kalau abih sama ampit" ini, kita harus melihat agak jauh ke belakang saat di mana dahulu komunitas adat suku Dayak Desa masih hidup di Rumah Panjang (Rumah Betang).

Rumah panjang, yang biasanya dihuni oleh 5-30 kepala keluarga, bagi komunitas adat suku Dayak Desa memang memiliki banyak fungsi. Ia pertama-tama berfungsi memudahkan anggota komunitas untuk saling menjaga dan melindungi satu sama lain dari serangan binatang buas dan musuh.

Terkait dengan fungsi menjaga dan melindungi satu sama lain dari serangan musuh, ini dikarenakan pada zaman dahulu masih sering terjadi perang antar suku dan antar kampung. Atau lebih dikenal dengan Ngayau. Dengan tinggal di bawah satu atap seperti ini, maka mereka bisa dengan mudah untuk saling melindungi.

Hidup bersama di rumah panjang sungguh menjadikan mereka sebagai satu keluarga. Suka duka hidup mereka rasakan dan jalani bersama. Bila ada rezeki, mereka tidak akan pernah menikmatinya hanya seorang diri saja. Pada kesempatan inilah prinsip "kalau abih sama ampit" sungguh-sungguh mereka hayati.

***

Prinsip ini menjadi dasar bagi satu tradisi yang oleh masyarakat adat Dayak Desa dinamakan dengan "Bepeduak." Bepeduak artinya berbagi. Tradisi ini mirip dengan Nakeng Sabi dalam masyarakat Manggarai atau Binda dalam masyarakat Batak atau Erbante dalam masyarakat di Tanah Karo.

Bepeduak dalam masyarakat adat Dayak Desa dilakukan terhadap daging hewan hasil buruan (rusa, kijang, atau babi hutan). Terhadap pohon buah yang menjadi milik bersama sejumlah keluarga, durian misalnya, juga wajib dilakukan bepeduak.

Masyarakat adat Dayak Desa ketika dulu masih tinggal di rumah panjang memang cukup sering berburu bersama. Bila ada mendapat hasil, maka dagingnya akan dibagi sama rata kepada setiap keluarga.

Sedangkan untuk pohon buah yang menjadi milik bersama sejumlah keluarga, akan ada kesepakatan di antara mereka: apakah buahnya dipanen ketika masih mentah atau dibiarkan matang dulu lalu nanti akan ditunggui secara bergiliran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun