Dengan mendaftar di Kompasiana, Kompasianer memahami dan setuju untuk tidak menggunakan, menempatkan, mengunduh, menautkan, melekatkan dan atau menayangkan Konten yang:
Menghina, menyinggung, melecehkan, merendahkan, mengintimidasi, memicu pertentangan dan/atau permusuhan individu atau kelompok berdasarkan Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA), jenis kelamin, orientasi seksual, usia, atau cacat fisik.
Bila demikian cita-cita luhur yang hendak digapai oleh Kompasiana , maka petualangan gagasan kita di platform blog ini tidak lagi hanya dilihat sebatas mengejar nilai tertinggi, artikel terpopuler, artikel utama, dst. Meski semua itu penting sebagai pembangkit dan pemicu semangat untuk terus menulis, kita harus tetap menyimpan dalam ingatan kita bahwa masyarakat yang berkeadabanlah yang menjadi cita-cita kita bersama.
Selalu ingat akan cita-cita tersebut menjadi penting mengingat masyarakat kita rasanya masih belum berkeadaban. Komentar-komentar rasis warganet terhadap saudara-saudari kita yang ada di Vanuatu sana adalah contah konkretnya. Kenyataan ini harus menjadi pendorong bagi kita agar tak kenal lelah menuangkan gagasan-gagasan yang bisa membawa pembaruan dalam masyarakat.
Masih ada hal lain yang bagi saya penting untuk diperhatikan dalam melakoni petualangan gagasan kita di K ini. Hal tersebut berkaitan dengan prinsip proses, yang oleh Whitehead digolongkan sebagai salah satu prinsip penting dalam mewujudkan masyarakat yang berkeadaban.
Whitehead sendiri mengkritisi pandangan yang menyatakan bahwa realitas merupakan sesuatu yang material dan statis serta berada di bawah hukum mekanistik belaka. Whitehead memandang realitas sebagai "peristiwa" (event). Realitas, baginya, adalah sebuah proses yang dinamis, bukan sesuatu yang material dan statis.
Eksistensi kita sebagai manusia juga dilihat sebagai sebuah proses menjadi. menjadi manusia itu pertama-tama bukan soal "memiliki" (having), melainkan yang terpenting ialah "menjadi" (becoming).
Bila "memiliki" yang menjadi penekanan atau pencarian utama dalam hidup, orang bisa menjadi begitu egois dan serakah untuk mendapatkan apa yang ia ingin miliki. Sebaliknya, bila "menjadi" yang ditempatkan sebagai prioritas, orang akan menjalani hidup sebagai sebuah proses pengolahan diri yang terus-menerus. Dalam proses pengolahan diri itu, makna "menjadi" akan ditemukan bila orang tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tapi selalu terbuka akan kepahitan, kegelisahan, keputusasaan, penderitan yang dialami orang lain.
Apa kaitannya dengan petualangan gagasan kita di Kompasiana ini? Saya sendiri ketika awal-awal bergabung di Kompasiana juga pernah mengemukakan alasan saya menulis. Karena saya melihat K sebagai sebuah sekolah kehidupan, ada salah satu hal yang waktu itu saya tekankan, yakni soal menikmati dan menghargai proses dan perjuangan. "Orang yang hendak mendaki gunung, bukan melakukannya melompat-lompat, melainkan dengan berjalan setapak demi setapak." Ungkapan inilah yang selalu saya pegang sebagai motivasi hidup.
Berjalan setapak demi setapak memang akan melelahkan. Namun dengan memilih cara ini, saya akan mempunyai banyak waktu untuk merenungkan bahwa kesuksesan, kebahagiaan dalam hidup tidak digapai dengan cara instan.
Kalaupun sudah sampai di puncak, rasa puas bukanlah menjadi kata akhir. Atau dalam bahasa Pak Felix (Felix Tani) dalam artikelnya Matinya Seorang Penulis, seorang penulis akan dikatakan mengalami kematian pada saat dia berpikir telah selesai menulis setelah mengakhiri suatu tulisan dengan paragraf penutup.