Paman saya tahu dengan baik kalau tanah makam merupakan tanah pamali. Ini bukan pertama kalinya dia berladang di situ. Dia pun tentu selalu ingat pesan bahwa siapapun yang berladang dekat gupung harus ekstra hati-hati, terutama saat membakar ladang miliknya.
Sadar akan hal tersebut, paman saya pun melibatkan banyak orang saat membakar ladang miliknya guna mengantisipasi api agar tidak menjalar ke tanah makam. Namun, nasib malang tak dapat dielakkan. Kencangnya tiupan angin nampaknya menjadi faktor utama yang menyebabkan kobaran api menjalar keluar.
Peristiwa ini tentu saja membuat paman saya sangat sedih dan terpukul. Memang tidak ada unsur kesengajaan maupun kelalaian dalam peristiwa itu. Namun, hal tersebut bukanlah menjadi alasan bagi paman terlepas dari jerat hukum adat.
Hukum adat tersebutlah yang dinamakan dengan Adat Pati. Adat pati bisa diartikan sebagai denda adat terhadap orang yang telah menyebabkan sesama manusia atau alam terluka.
Bagaimana upacara adat pati itu dilaksanakan? Upacara atau ritual adat ini dipusatkan pada pohon ara yang telah termakan api. Dalam ritual ini warga harus menyediakan sesajen (pegelak). Sesajen ini nantinya akan disimpan ditempat khusus yang terbuat dari anyaman bambu (ranccak). Nantinya, rancak ini akan digantung di dekat pohon ara.
Setelah semua sesajen siap, maka ritual adat pun di mulai. Ritual ini biasanya dipimpin oleh satu dan/atau dua orang yang dituakan dengan syarat mereka paham betul akan mantra-mantra terkait dengan adat pati tersebut. Â
Tanda Penyesalan dan Permohonan Ampun
Warga menyadari bahwa mereka telah mengusik ketenangan roh leluhur dengan membiarkan rumah kediaman mereka termakan api. Meski, sekali lagi, sama sekali tidak ada unsur kesengajaan, warga yang masih hidup harus dengan rendah hati menyesali perbuatan mereka dan memohon ampun atas perbuatan mereka itu.
Penyesalan dan permohonan ampun lahir dari rasa hormat yang sangat tinggi terhadap para leluhur. Rasa hormat itu ditunjukkan dengan selalu menjaga hubungan baik dengan mereka.Â
Hubungan baik ini harus terus dipelihara, sebab para leluhur seringkali menyampaikan pesan-pesan penting lewat mimpi dan tanda-tanda alam bagi kebaikan dan keselamatan hidup para keturunannya yang masih menapaki hidup di bumi ini. Akan tetapi, roh leluhur juga bisa menunjukkan kemarahan jika keberadaan mereka tidak dihormati.
Mencegah terjadinya Malapetaka
Apakah terbakarnya tanah makam bisa mendatangkan celaka atau malapetaka? Kalau memang bisa, siapa saja yang bisa tertimpa malapetaka tersebut? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini bisa dipahami dalam cara pandang kosmis yang dianut oleh orang Dayak.