Mohon tunggu...
Gregorius Nyaming
Gregorius Nyaming Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Hanya seorang anak peladang

Seorang Pastor Katolik yang mengabdikan hidupnya untuk Keuskupan Sintang. Sedang menempuh studi di Universitas Katolik St. Yohanes Paulus II Lublin, Polandia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kita Semua Bersaudara

17 Agustus 2020   16:26 Diperbarui: 17 Agustus 2020   16:35 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: republika.co.id

Kita merindukan hidup yang penuh damai. Namun, hidup yang penuh damai itu akan bisa tercipta bila kita memiliki pedoman yang bisa menjadi pijakan kita bersama. Menemukan pedoman bersama menjadi penting sebab bila kita berbicara tentang manusia Indonesia, kita berbicara tentang keragaman suku, bahasa dan agama yang menjadi ciri khas bangsa kita. Menjadikan seperangkat aturan atau dogma dari sebuah suku atau golongan sebagai pedoman hidup bersama menjadi satu hal yang mustahil sebab hanya akan menimbulkan benturan-benturan antarsesama putra-putri bangsa.

Apa kemudian pedoman yang bisa menjadi pijakan kita bersama?  Jawabannya tak lain ialah Pancasila. Mengapa Pancasila? Seorang sosiolog Perancis, Alain Touraine, berpendapat bahwa realitas sosial sekian lama dianalisis dari paradigma politis: tertib dan tidak tertib, perang dan damai, raja dan bangsa, revolusi. Lalu paradigma politis ini digantikan oleh paradigma sosial dan ekonomi: kekayaan dan kelas sosial, borjuis dan proletariat, stratifikasi dan mobilitas sosial, ketidakseimbangan dan redistribusi.

Kita memerlukan paradigma baru dalam memahami serta menata dunia. Paradigma yang dimaksud ialah menggunakan paradigma kultural. Dengan menggunakan bahasa atau kategori-kategori kultural penekanan diberikan pada betapa pentingnya relasi setiap orang dengan dirinya sendiri dalam keterlibatannya menata kehidupan sosial. Paradigma ini, dengan kata lain, sungguh menempatkan manusia sebagai subjek. Subjek yang memiliki kebebasan serta mempunyai kapasitas untuk berkembang dan mengolah diri baik secara individual maupun kolektif (Alain Touraine, A New Paradigm for Understanding Today's World).

Apa yang digambarkan oleh Alan Touraine sangat aktual dengan situasi bangsa kita.  Bahasa-dan kategori-kategori politis seakan-akan hampir memenuhi setiap sendi kehidupan kita. Akibatnya, pola pikir kawan-lawan, musuh-sahabat, mempengaruhi tindakan dan pola pikir kita. Dengan pola pikir demikian, kita akan mencurahkan segenap tenaga mencari strategi yang jitu untuk menjatuhkan para lawan kita. Dan, strategi yang dipakai seringkali kotor dan licik.

Bila kita sepakat dengan gagasan Alan Touraine yang menjadikan paradigma kultural sebagai sarana untuk memahami dan menata kehidupan bersama, maka menjadikan Pancasila sebagai pedoman hidup bersama adalah sebuah langkah untuk mewujudkan damai tersebut.

Kita tidak ingin selalu hidup dalam ketegangan, pertikaian dan permusuhan. Sebaliknya, kita ingin hidup dalam suasana rukun dan damai satu sama lain. Dalam suasana demikian, kita akan sampai pada kesadaran bahwa masing-masing kita memiliki peran yang sangat penting dalam menata bangsa ini menjadi tempat yang nyaman untuk didiami. Juga dalam suasana yang rukun dan damai, kita bisa mengolah diri sehingga bisa berkembang, baik secara individual maupun secara kolektif sebagai sebuah bangsa yang semakin harmonis, humanis dan toleran.

Selamat HUT Kemerdekaan RI ke-75. Jayalah selalu Indonesiaku!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun