Mohon tunggu...
Gregorius Nyaming
Gregorius Nyaming Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Hanya seorang anak peladang

Seorang Pastor Katolik yang mengabdikan hidupnya untuk Keuskupan Sintang. Sedang menempuh studi di Universitas Katolik St. Yohanes Paulus II Lublin, Polandia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Pidato Kenegaraan, Presiden Mengingatkan Relasi yang Erat antara Budaya Bangsa dan Kemajuan Indonesia

16 Agustus 2020   05:31 Diperbarui: 16 Agustus 2020   05:19 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada bagian yang menarik dari Pidato Kenegaraan Presiden Joko Widodo yang beliau sampaikan di depan Sidang Tahunan MPR, DPR, dan DPD, Jumat (14/8/2020).  

Bagian ini berkaitan dengan kemajuan Indonesia, yang menurut Presiden, harus berakar kuat pada ideologi Pancasila dan budaya bangsa. Tujuan besar tersebut, lanjut Presiden, hanya bisa dicapai melalui kerja sama seluruh komponen bangsa dengan gotong royong, saling membantu, dan saling mengingatkan dalam kebaikan dan tujuan yang mulia.

Demikian juga dalam kaitan menghadapi masa-masa sulit yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19, Presiden Jokowi menyampaikan: "Kita beruntung bahwa mayoritas rakyat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, menjunjung tinggi kebersamaan dan persatuan, penuh toleransi dan saling peduli, sehingga masa-masa sulit sekarang ini bisa kita tangani secara baik".

Pesan yang hendak disampaikan oleh Presiden Jokowi tentu bisa kita tangkap dengan mudah. Bahwa sebagai sebuah bangsa yang majemuk tidak ada jalan lain selain mengeratkan kerja sama, persatuan,  gotong royong dan saling membantu serta saling toleransi untuk mencapai kemajuan yang diimpikan oleh bangsa Indonesia.

Bila demikian, perbedaan bukan lagi menjadi sumber kebencian, konflik dan permusuhan, melainkan sungguh menjadi sumber kedamaian dan kerukunan. "Keragaman agama bukan suatu keburukan yang harus dihilangkan, tetapi suatu kekayaan yang harus diterima dan dinikmati oleh semua", begitu tulis Paul F. Knitter dalam bukunya Pengantar Teologi Agama-Agama.

Pertanyaan yang muncul kemudian, mengapa kemajuan Indonesia harus berakar kuat pada ideologi Pancasila dan budaya bangsa? Pancasila itu sungguh didasarkan pada dimensi kultural masyarakat Indonesia.

Dalam buku yang ditulis oleh Andreas Doweng Bolo dkk, Pancasila: Kekuatan Pembebas, di sana dikatakan bahwa Soekarno, dalam sambutan pada saat penyerahan Doktor Honoris Causa di Universitas Gadjah Mada, mengutarakan bahwa: "Oleh karena saya, dalam hal Pancasila itu, sekadar menjadi "perumus" dari pada perasaan-perasaan yang telah lama terkandung-bisu dalam kalbu rakyat Indonesia, sekadar menjadi "pengutara" dari pada keinginan-keinginan dan isi-jiwa bangsa Indonesia turun-temurun...saya menganggap Pancasila itu corak karakternya bangsa Indonesia".

Soekarno memandang Pancasila sebagai watak terdalam masyarakat Indonesia. Pancasila dibangun di atas nilai-nilai luhur yang sudah berkembang dalam tatanan kultural selama berabad-abad. Nilai-nilai luhur yang khas dan membudaya di masyarakat seperti gotong-royong, ramah, santun, toleran dan peduli terhadap sesama adalah nilai-nilai yang telah lama mengakar di masyarakat.

Pernyataan Soekarno bahwa dirinya hanya sekadar "perumus" dan "pengutara" dari perasaan-perasaan yang telah lama terkandung dalam kalbu rakyat Indonesia, dalam dunia per-teologi-an dikenal dengan nama teologi kontekstual.

Dinamakan teologi kontekstual karena menjadikan ragam tradisi dan budaya manusia sebagai locus (sumber). Teologi kontekstual merupakan sebuah refleksi teologis yang berangkat dari konteks. Konteks kulturalitas-religiositas manusia menjadi sumber berteologi (locus theologicus).

Sebagaimana dicatat oleh Stephen B. Bevans dalam bukunya Models Of Contextual Theology. Revised and Expanded Edition, teologi kontekstual hendak memusatkan diri pada nilai dan kebaikan dari anthropos (pribadi manusia). Dalam model ini kodrat manusia, dan konteks manusia itu sendiri, dipandang baik, kudus dan bernilai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun