Mohon tunggu...
Gregorius Nyaming
Gregorius Nyaming Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Hanya seorang anak peladang

Seorang Pastor Katolik yang mengabdikan hidupnya untuk Keuskupan Sintang. Sedang menempuh studi di Universitas Katolik St. Yohanes Paulus II Lublin, Polandia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Beberapa Seni dan Budaya dalam Suku Dayak Desa

21 Juli 2020   05:56 Diperbarui: 21 Juli 2020   05:55 1265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang tokoh adat sedang bekana dalam sebuah upacara adat. Sumber: Dokumen pribadi.

Dayak Desa merupakan salah satu subsuku Dayak dari sekian ratus subsuku yang hidup di Kalimantan Barat. Dayak Desa sendiri masuk dalam rumpun Ibanic. Selain subsuku Dayak Desa masih ada beberapa subsuku lainnya, seperti: Seberuang, Mualang, Ketungau, Kantuk, Sebuyau, Balau, Remun, Dau, Lemanak, Skrang, Ulu Ai, Undup, Batang Lupar, Selakau, Sebaru.

Rumpun Ibanic memiliki beberapa kesamaan seperti bahasa, motif dan gambar tato, adat-istiadat, musik, senjata, ritus keagamaan, pola dan motif anyaman, tenunan dan ukiran.

Dayak Desa tersebar di tujuh kecamatan: kecamatan Sintang, kecamatan Binjai Hulu, kecamatan Kelam Permai, kecamatan Sei Tebelian, kecamatan Dedai, kecamatan Tempunak dan kecamatan Sepauk. Subsuku Dayak Desa ada juga di kabupaten Sanggau.

Mereka merupakan penyebaran dari Dayak Desa di kabupaten Sintang. Mereka pindah ke Sanggau karena mencari lahan yang masih subur dan juga menghindari peperangan antarsuku yakni dengan suku Iban.

Dayak Desa di kabupaten Sanggau terdapat di kecamatan Sekadau Hilir, tepatnya bermukim di kampung Tapang Sambas, Tapang Kemayau, Perupuk Mentah, Terentang, dan kampung Baru.

Lantas mengapa mereka disebut sebagai Dayak Desa? Dalam percakapan sehari-hari banyak dijumpai kata yang diakhiri dengan 'ai'.

Banyaknya pemakaian bunyi 'ai' dalam kata-kata yang mereka ucapkan menjadi alasan mengapa mereka disebut Dayak Desa.

Karena banyak kata yang diakhiri dengan 'i' atau 'ai', bahasa Dayak Desa disebut bahasa benadai-nadai. Kata nadai sendiri artinya "tidak" atau "tidak ada", sehingga kalau diartikan secara harafiah artinya betidak-tidak.

Bahasa yang dituturkan orang Desa mempunyai banyak persamaan dengan bahasa yang dituturkan orang Lebang, Mualang, Ketungau dan Bugau.

Persamaannya adalah pemakaian bunyi 'ai' untuk kata-katanya, seperti untuk mengatakan 'makan' mereka mengatakannya dengan 'makai, untuk 'berjalan' mereka mengatakannya dengan 'bejalai, 'pulang' menjadi 'pulai', dan sebagainya. Meskipun begitu, mereka juga memiliki perbedaan, yaitu pada tekanan dan logatnya, walau mengandung arti yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun