Mohon tunggu...
Gregorius Nyaming
Gregorius Nyaming Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Hanya seorang anak peladang

Seorang Pastor Katolik yang mengabdikan hidupnya untuk Keuskupan Sintang. Sedang menempuh studi di Universitas Katolik St. Yohanes Paulus II Lublin, Polandia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masih tentang Kearifan Berlandang Suku Dayak

6 Juli 2020   22:22 Diperbarui: 6 Juli 2020   22:22 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga sedang menanam padi (nugal) di ladang.

Ketiga, kesetaraan gender. Aktivitas berladang bukanlah wilayah yang hanya didominasi kaum laki-laki. Kaum perempuan pun turut berpartisipasi di dalamnya. Bahkan dapat dikatakan bahwa tanpa kehadiran kaum perempuan aktivitas berladang tidak akan berjalan dengan lancar. 

Jenis pekerjaan yang dibebankan kepada mereka memang disesuaikan dengan tingkat kesukaran atau kemudahan dalam proses pengolahan ladang. 

Terlepas dari itu semua, kaum laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki peran yang sangat penting. Perempuan ditempatkan pada posisi yang setara dengan laki-laki. Harkat dan martabat mereka dijunjung tinggi. Mereka tidak dipandang sebagai kaum kelas dua, lemah dan tak berdaya.

Mengakui bahwa perempuan itu setara dengan laki-laki memang sangat penting. Tapi hanya sampai pada pengakuan belumlah cukup. Pengakuan yang terbuka akan martabat perempuan ini merupakan langkah awal untuk mendorong partisipasi penuh dari kaum perempuan dalam kehidupan keagamaan, juga dalam kehidupan sosial dan publik.

Keempat, solidaritas terhadap yang kecil dan lemah. Pengolahan ladang memerlukan proses yang cukuppanjang. Pengolahan itu sendiri harus selesai secepat mungkin. 

Mengingat setiap keluarga memiliki jumlah anggota keluarga yang berbeda, yang mana jumlah ini kadang berpengaruh pada cepat atau lambatnya proses pengerjaan ladang, lahirlah kemudian solidaritas terhadap sesama. Solidaritas yang kuat ini lahir dari pengakuan bahwa sesama bukan hanya sebatas sebagai rekan kerja, melainkan sebagai saudara dan keluarga sendiri. 

Tidak ada manusia yang hidup sendiri. Setiap orang itu ada, tumbuh dan berkembang bersama dan selalu dalam relasi dengan orang lain serta alam ciptaan. Inilah dimensi sosial manusia. Karena itu, adalah sebuah pengingkaran yang fatal terhadap kodrat sosial itu sendiri bila yang lain dibiarkan bekerja seorang diri dalam menyelesaikan pekerjaannya.           

Kelima, manusia sebagai homo ecologicus. Dengan homo ecologicus hendak dimaksudkan bahwa manusia sungguh menyatu dengan realitas dunia. Penyatuan dengan realitas dunia ini beralasan karena kosmos dipandang sebagai ciptaan ilahi. Kosmos, karena itu, selalu dikaitkan dengan wujud ilahi dan pelbagai nilai yang terkandung di dalamnya. 

Alam memiliki jiwa tersendiri, bersifat sakral dan kerap dipersonifikasi sebagai wujud yang mengatasi kuasa manusiawi, yang kepadanya manusia harus menyesuaikan diri, memberikan hormat dan sembah. Pandangan hidup yang demikian mendorong manusia untuk mengembangkan sikap harmoni terhadap alam. Agar manusia tidak mengalami malapetaka (chaos), maka keharmonisan itu harus terus dijaga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun