Mohon tunggu...
Francisco Runggat
Francisco Runggat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang

Menulislah agar engkau tidak mati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rakyat Berhak Sehat

9 November 2021   09:30 Diperbarui: 9 November 2021   09:33 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ahli kedua yang dihadirkan pemohon pada sidang kali ini  yaitu prof David Nutt mengatakan bahwa canabis medis telah digunakan didunia lebih dari 5000tahun yang lalu di China dan menyebar ke seluruh dunia hingga akhirnya 1961 dilarang oleh karena alasan geopolitik. Di Inggris ganja medis telah dilegalkan tiga tahun lalu karena banyak obat-obatan yang tidak mampu menyembuhkan juga banyaknya pasien yang terbantu atau bahkan sembuh oleh karenanya dan para dokter disana juga sudah diberikan izin untuk membuat resep obat dari tanaman ganja. Bahkan di tahun 2019 organisasi NICE merekomendasikan canabis sebagai obat untuk epilepsi dan terbukti dari 10 anak yang diberikan ganja medis frekuensi kejang yang mereka alami menurun hingga 80%. 

Lebih lanjut Prof David mengatakan bahwa kandungan dalam ganja yaitu THC dan CBD sangat kuat dan aman  bagi neuropathic pain dibandingkan dengan obat-obatan konvensional selain itu ganja medis juga memiliki resiko adiksi yang sangat rendah dan memiliki efek yang terus meningkat bagi penyembuhan. Ketakutan-ketakutan yang muncul bila ganja dilegalkan adalah semakin bertambahnya pasar gelap ganja, namun kita dapat belajar dari Uruguay, disana pasca ganja medis dilegalkan pasar gelap ganja justru mengalami penurunan, yang artinya itu senada dengan yang disampaikan ibu Dr Asmin fransiska bahwa apabila pemerintah mampu meregulasi dengan tepat dan mampu mengontrol peredaran tanaman ini maka ketakutan-ketakitan itu dapat sangat diminimalkan.

Prof. H. Musri Musman dari UNSYIAH Banda Aceh yang menjadi saksi ketiga dalam persidangan kali ini dan lebih berbicara tentang teknis dari kandungan yang ada dalam ganja, selama ini pemerintah selalu mengatakan bahwa ganja indonesia lebih banyak kandungan THC nya dibanding CBD nya dan itulah yang menyebabkan penggunanya mabuk dan ketergantungan dan hal itulah yang serta merta menyebar di benak seluruh warga negara indonesia sehingga masyarakat menjadi takut terhadap tanaman ini. Pendapat pemerintah ini dibantah oleh Prof Musri dengan mengatakan bahwa pertama-tama ganja indonesia memiliki kualitas yang paling bagus di seluruh dunia, kedua kadar THC yang terkandung dalam ganja tidak ditentukan berdasarkan jenis tanamannya tapi lebih kepada faktor-faktor lain seperti suhu, cara memotong, cara menggantung, nutrisi dalam tanah, cara pendistribusian, waktu pemanenan, iklim dan lain sebagainya, itu artinya kandungan THC dalam ganja dapat menurun seiring dengan faktor-fkator tersebut. Sehingga beliau mengatakan kita tidak seharusnya takut dengan THC.

Prof. Musri adalah seorang ilmuwan dan sebagai seorang ilmuwan beliau merasa gerak beliau sangat dibatasi oleh regulasi yang kurang jelas. Beliau pada 2015 pernah meminta izin kepada kementrian kesehatan untuk melakukan riset CBD untuk penyembuhan diabetes melitus yang ditanggapi oleh kemenkes bahwa untuk melakukan hal tersebut harus ada surat rekomendasi dari Badan Narkotika Nasional namun sayangnya hingga saat ini tidak ada tanggapan dari BNN. Ini mensyaratkan bahwa regulasi kita yang tidak jelas dan adanya keraguan terhadap manfaat CBD itu sendiri padahal telah banyak jurnal-jurnal internasional yang mempublikasikan manfaat CBD bagi dunia kesehatan dan setidaknya menurut catatan beliau ada 73-76 penyakit yang dapat dutangani oleh canabis dan salah satunya adalah epilepsi. 

Lagi-lagi karena hukum kita yang tidak jelas banyak obat-obatan yang mengandung CBD yang telah disetujui oleh FDA seperti Nabilone, Marinol, Sativex, dan Epidiolex sejak 1985 tidak dapat kita gunakan. Epidiolex misalnya, mengandung CBD murni tumbuhan sebanyak 100mg/ml dan sangat aman untuk digunakan tapi tidak dapat kita peroleh karena hukum yang berlaku. Padahal jika saja hukum kita teregulasi dengan baik dan pemerintah mampu mengontrol CBD seperti halnya kontrol terhadap alkohol dan tembakau, Yasmin dan anak-anak indonesia lainnya yang mengalami epilepsi dapat sangat terbantu dan mereka dapat tumbuh normal. Efek-efek negatif yang ditakutkan dari konsumsi CBD dapat diminimalkan dengan penggunaan terukur, terstruktur dan regulasi yang jelas. Menutup pemaparannya beliau menyampaikan bahwa pengembangan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh para ilmuwan akan menjadi sia-sia apabila tanpa pengaplikasiannya.

 Melihat dari pemaparan-pemaparan para saksi pada sidang pengujian UU narkotika yang berlangsung 30 agustus 2021 ini pemerintah sudah seharusnya tidak lagi menutup mata tentang kegunaan ganja medis ini. Kini manfaat-manfaat tanaman ganja yang selama ini digalakkan dan dipublikasikan oleh LGN(Lingkar Ganja Nusantara) dan para pejuangnya tidak lagi dapat dipandang sebagai sebuah opini tanpa dasar yang kuat lagi karena para ahli yang dihadirkan dalam persidangan ini merupakan para ahli dibidangnya masing-masing dan memiliki curiculum vitae yang mumpuni dan telah diambil sumpahnya sebelum persidangan dimulai untuk memberikan pendapat ataupun hasil-hasil penelitian dengan yang sebenar-benarnya sesuai agama dan kepercayaan masing-masing ahli. Semoga saja titik cerah dapat segera kita lihat dan Yasmin serta anak-anak indonesia lainnya yang bernasib sama seperti yasmin dapat merasakan keadilan dari negaranya dan dapat tumbuh normal seperti anak-anak indonesia pada umumnya.

 

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun