Bab 2
"Triit.. triit.." bunyi nyaring kecil dari telpon selulerku yang kusimpan dalam kantung celana jeans membuat diriku terjaga. Rupanya aku telah jatuh tertidur tanpa kusadari sepanjang perjalanan tadi.
Sebuah pesan singkat kuterima. Dari Mauro. "Sono gia' arrivato,"?4) tulisnya pendek. Oh syukurlah, ia tiba lebih awal. Mauro adalah teman yang akan menjemputku di Roma. Karena ia sudah tiba lebih dulu, jadi aku  tak perlu berlama-lama menunggunya seorang diri di terminal bus nanti, dan yang lebih penting lagi, aku bisa bersama dengannya menurunkan koper-koperku yang berat dari bagasi bus. Masalah yang satu ini memang menjadi momok bagiku. Sebab sudah pasti aku akan mendapatkan kesulitan bila melakukannya seorang diri. Aku sudah memikirkan hal ini jauh hari sebelum keberangkatanku.
Hmm.. sudah sampai di mana sekarang?
Dengan mata mengerjap-ngerjap karena rasa kantuk yang masih tersisa, aku mengarahkan pandanganku keluar jendela bus, mengamati bangunan-bangunan di kanan kiri jalan, mencoba mencari tahu sudah sampai di mana sekarang. Tak perlu waktu lama, aku segera tahu bus sudah memasuki kota Roma dan tengah mengarah ke terminal Tiburtina.
Ternyata cukup lama juga aku tertidur tadi, kini sudah hampir tiba di tujuan. Â Di mana tepatnya aku mulai terlelap tadi? Sepertinya aku belum mengantuk saat masih asyik mengamati pemandangan tepi jalan yang bernuansa kehijauan selepas kota Todi. Mungkin bangku kosong di sampingku inilah yang menjadi penyebabnya. Ruang duduk yang lega memberiku rasa nyaman hingga membuatku mudah tertidur. Penumpang memang tidak terlalu banyak sejak bus berangkat dari terminal Piazza dei Partiggiani siang tadi, walau ada tambahan beberapa orang penumpang yang naik di tempat-tempat pemberhentian bus berikutnya. Masih tersisa banyak bangku kosong di kedua lajur kursi.
Laju kendaraan besar ini mulai agak tersendat saat menyibak jalan raya dalam kota yang cukup padat oleh lalu-lintas sore hari ini. Sementara suasana di dalamnya yang semula tenang, sekarang mulai dipenuhi dengan berbagai macam bunyi dering panggilan telpon seluler dan sms dari balik kursi-kursi para penumpang. Sebuah suasana jamak yang hampir selalu kutemui saat bepergian menggunakan bus ataupun kereta api di negara ini. Setiap kali transportasi publik ini hampir sampai di tujuan, para penumpang dan penjemput seakan tak sabar saling memberi kabar tentang keberadaan mereka, seolah ada ketakutan mereka tak segera saling bertemu saat kendaraan tiba.
Sebenarnya, teman yang akan menjemputku sore hari ini bukanlah Mauro, tapi kemarin malam dia memberitahuku melalui sms akan adanya sebuah perubahan rencana. Hal ini masih membuatku bertanya-tanya sampai sekarang, mengapa akhirnya dia yang menjemputku, dan bukan teman lain yang semula direncanakan? Karena setahuku dia juga sedang sibuk mempersiapkan keberangkatannya ke luar negeri dalam waktu dekat ini.
Sahabatku Marlene sedang tidak berada di Roma. Sebuah kegiatan musim panas di luar Italia harus dia hadiri sejak awal bulan, dan setelahnya dia akan pulang berlibur ke negaranya bersama dengan Max, kekasihnya. Agaknya hubungan mereka memang sudah serius, sehingga Marlene ingin memperkenalkan pria itu kepada kedua orang tuanya. Namun karena kebaikan hatinya, aku bisa menggunakan kamarnya selama beberapa hari sebelum kembali ke negaraku, dia juga telah berhasil membujuk 'keluarga' seapartemennya untuk menjemput dan menemaniku selama berada di Roma.Â