Tanpa berubah sedikit pun dari posisi dudukku semula, kembali kulayangkan pandangan mataku keluar jendela. Kuamati dengan lekat semua yang tampak, yang dilalui secara perlahan oleh bus antar kota ini. Ingin rasanya semua kuraih dan kubawa serta, sebanyak mungkin mataku dapat menjangkaunya. Seolah ada ketakutan semua itu akan segera lenyap dari ingatanku setelah diriku tak bersamanya lagi.Â
Aku tak ingin kehilangan ini semua. Aku mau mereka selalu bersamaku. Sehingga kapan pun aku merindukannya, aku dapat memanggilnya kembali, dan akan kurasakan kembali kehadirannya, akan kucium lagi aromanya, akan kurasakan  lagi kehangatannya  menyentuh seluruh permukaan kulitku...
Masih dalam kecepatan yang lambat, bus melintasi jalan-jalan kota yang lengang. Selengang suasana dalam bus, selengang suasana dalam hatiku yang mulai disusupi rasa sepi. Perlahan tapi pasti, hari ini aku akan segera meninggalkan kota tua dari abad pertengahan yang indah ini. Momen yang selama ini selalu kuhindari untuk kubayangkan.
Deretan bangunan antik yang kokoh berseling dengan bangunan modern di kanan kiri jalan terlewati, kumpulan pepohonan rimbun, taman-taman dengan hamparan rumput hijaunya, patung para pahlawan dan orang kudus yang tegak berdiri sebagai monumen kota.  Ah.. kapan aku akan bersamamu lagi semua? Dalam diam kusampaikan dalam  hati,  'Ci vediamo la prossima volta..'1) .  Kata-kata  yang  sama yang telah  kuucapkan  dalam keheningan  tengah malam tadi  saat  aku  hanya  sendiri bersamanya. Tak ingin kuucapkan kata perpisahan pada semua yang selama ini telah begitu lekat bersamaku.
Batas kota telah terlewati. Dengan tenang bus berjalan meliuk-liuk menuruni daerah bukit-bukit berpepohonan. Sekali lagi kuarahkan pandangan mataku ke belakang, keluar jendela bus yang besar ini, berharap aku masih dapat menangkap sekilas bayangan  kota kecil itu. Namun ia telah lenyap, hanya kumpulan pohon-pohon tinggi tak beraturan yang terlihat. Kota kecil yang tenang itu telah lenyap dari pandangan mataku. Dengan perasaan berat di hati, kubisikkan sekali lagi, "Ciao ciao Perugia.. Ci vediamo!!"2)  Â
Kini engkau telah berada di belakang, tak terlihat. Demikian pula cinta itu. Sisanya tak kubawa serta. Aku telah menyerahkannya pada  hembusan  anginmu  yang kuat dan ia telah membawanya terbang tinggi. Engkau berjanji untuk  menyembunyikannya, entah di mana.. Mungkin di balik bukit-bukitmu, atau di antara dedaunan pepohonanmu yang  rimbun, atau di lembah-lembahmu yang dalam. Agar aku tak melihatnya lagi, agar aku tak menangis lagi, begitu  katamu menghiburku saat  aku mengadu  kepadamu  di sudut Giardini Carducci, tamanmu yang teduh itu, sambil kau belai rambutku dengan angin kecilmu, dan kau usap pipiku dengan hangat mentari soremu.
Bagai dalam sebuah wadah yang indah, sebuah luka hati telah dibasuh dan dikeringkan di dalamnya oleh tangan-tangan sang penolong. Engkau telah melakukannya untukku.
Tak berapa lama bus telah berada di auto strada 3), lajunya berubah semakin  cepat, menyaingi  laju kendaraan-kendaraan lain menuju kota Roma.
                                               ***
  ________
   1 Sampai kita bertemu di waktu yang akan datang..