Pada hari Selasa, 19 Juli 2022, Indonesia menjadi negara pertama yang dikunjungi presiden Timor Leste terpilih, Jose Ramos-Horta. Jose Manuel Ramos-Horta dilantik pada 20 Mei 2022 lalu. Ia bukan "orang baru" atau "pendatang baru" bagi Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) sebab sebelumnya pernah menjabat sebagai presiden, yaitu 20 Mei 2007 hingga 20 Mei 2012. Sejak kemerdekaan RDTL, Horta sudah dipilih menjadi menteri luar negeri pertama negara itu hingga pengunduran dirinya pada 25 Juni 2006.Â
Sehari setelahnya, ia menggantikan Perdana Menteri RDTL, Mari Alkatiri, yang mengundurkan diri. Ia diangkat sebagai Perdana Menteri (PM) oleh Presiden RDTL kala itu, Xanana Gusmao. Ia menjadi PM kedua di RDTL. Insiden penembakan terhadap dirinya, kala menjabat sebagai presiden, terjadi pada 11 Februari 2008. Usai memimpin Timor Leste (TL) pada 2012, ia diangkat sebagai Perwakilan Khusus PBB dan Kepala Kantor Pembangunan Perdamaian Terpadu PBB di Guinea-Bissau (UNIOGBIS) pada 2 Januari 2013.
Horta pernah kritis akibat insiden penembakan terhadap dirinya pada 11 Februari 2008. Dokter mengira ia tertembak dua atau tiga kali di dada sehingga mengalami cidera serius di paru-paru. Ia dirawat di sebuah rumah sakit Selandia Baru di Dili, lalu dipindahkan ke Rumah Sakit Royal, Darwin, Australia. Pada 21 Februari ia mulai sadar dari komanya, kemudian pada 19 Maret keluar dari rumah sakit dan melewati masa pemulihan di Australia. Baru pada 17 April ia kembali ke Dili dari Darwin.
Penulis buku "Words of Hope in Troubled Times" ini adalah juga penerima Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1996. Ia bersama Uskup Timor Leste, Ximenes Belo, mereka mendapatkan hadiah tersebut atas upaya-upaya mereka dalam mendukung dan menciptakan perdamaian di sana. Ia juga menerima sejumlah penghargaan lain dari Amerika, Portugal, Australia dan Kamboja. Dua film terkenal yang menggambarkan dirinya dan perjuangannya ialah The Diplomat (2000) dan Balibo (2009).
Orang Mestizo kelahiran Dili 1949 ini berdarah campuran Portugis. Ayahnya seorang Portugis dan ibu dari Timor. Masa kecil dan sekolahnya dihabiskan di Soibada. Tempat yang kemudian menjadi populer di masa pergolakan karena menjadi basis pergerakan Fretilin. Ia juga menyelesaikan studi Hukum Internasional Publik di Belanda (Den Haag) tahun 1983. Juga pada tahun 1984 menyelesaikan masternya dalam bidang perdamaian di Antioch College (Ohio). Pada tahun 1983 ia juga mengikuti pelatihan di Institut Internasional HAM di Strasbourg, serta menyelesaikan pasca sarjana di bidang kebijakan luar negeri Amerika Serikat di Columbia University. Sejak tahun 1987 menjadi anggota Asosiasi Senior di College St. Antony di Universitas Oxford. Horta menguasai sejumlah bahasa, yaitu Portugis, Inggris, Prancis, Spanyol, dan tentunya bahasa Timor Leste.
Horta adalah seorang penyuka Mahatma Gandhi. Gandhi baginya merupakan pahlawan terbesarnya. Ia juga menyukai Soekarno. Buku-buku Sang Proklamator RI itu disimaknya. Bagi Horta, Soekarno adalah penggemar beratnya. Hal ini ia ungkapkan ketika kunjungannya ke Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat. Ia berteman baik dengan Gubernur El Tari. Ia mengakui bahwa ia sudah beberapa kali ke Indonesia untuk menjalankan tugas kenegaraannya. Pertama kali ke Indonesia pada tahun 1974. Ia juga menuturkan bahwa pernah menginap di losmen - bukan di Hotel Indonesia, Hotel Kartika Plaza dan Hotel Kartika Chandra - serta naik becak di Jakarta.
Ramos-Horta disambut dengan meriah di Istana Kepresidenan Bogor dengan sejumlah seremoni, ada tari-tarian, ada pasukan berkuda, juga ada barisan busana daerah nusantara. Sambutan dan jamuan serta penanaman pohon menjadi sejumlah rangkaian acara yang disiapkan oleh Joko Widodo. Untuk semua itu Horta berterima kasih.Â
Pembicaraan antara TL dan RI ialah soal hal-hal terkait hubungan bilateral, di antaranya mengenai batas negara. Tema lainnya ialah soal penguatan ekonomi dan dukungan RI untuk pembangunan infrastruktur TL. Waktu berkunjung ke Indonesia, ia juga sempat bertemu Susilo Bambang Yudhoyono, yang darinya ia menerima lukisan persahabatan. Kemudian memberi kuliah umum di Universitas Indonesia (UI) pada Selasa 19 Juli 2022, (FISIP UI Auditorium Juwono Sudarsono, Gedung F Lantai 2, Kampus UI Depok). Tema yang disampaikannya ialah "A Long and Winding Road Towards Peace and Resolving Conflicts: Lessons from Asia's Newest Nations."
Seorang kepala negara, memilih Indonesia sebagai yang pertama untuk dikunjungi, memberi suatu nilai di baliknya. Ini bukan karena tetangga semata, tetapi lebih dari itu tentu ada. Kerja sama dan hubungan baik yang sudah terjalin sekitar dua puluh tahun terakhir menjadi nilai positif. Tentu mempererat dan meningkatkan kerja sama antarnegara menjadi penting. Upayanya juga untuk membaca momen demi dukungan bagi TL agar dapat bergabung dalam keanggotaan ASEAN. Perdamaian, sebagaimana pergumulan yang dikerjakannya, menjadi elemen penting seorang pemimpin negara demi membangun relasi dengan negara lain, termasuk RI. Dengan Indonesia menjadi yang pertama, kiranya hubungan baik tetap terjaga agar tercipta perdamaian dan kerukunan serta saling mendukung dan memajukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H