[Bagi saya] membaca bukanlah satu-satunya jalan dalam merangkai satu tulisan. Ada beberapa hal lagi yang perlu dicermati dalam menulis.
Ada pepatah klasik berbunyi bahwa, "membaca merupakan jalan dalam merangkai satu tulisan". Tepat! Bahwa, ketika ingin menulis, seseorang harus terlebih dahulu membaca buku dan berbagai referensi agar tulisan yang dihasilkan menarik dan bagus.
Apalagi, jika tulisan yang dirangkai hendak dipublikasikan agar dapat "dikunyah" oleh banyak orang dengan variasi latar belakang. Maka, adalah tanggung jawab si penulis merangkai kalimat demi kalimat seturut ide dan arah yang dikehendaki.
Bagi saya, ungkapan di atas benar in se. Hanya, seturut pengalaman, membaca bukanlah satu-satunya sarana dalam menulis. Masih ada beberapa hal yang harus saya perhatikan. Agar, tulisan menampilkan ide yang terang dan dapat dinikmati banyak orang.
Berpikir
Tentunya, langkah ini penting setelah membaca. Saya berpikir dengan baik, jernih, netral, dan tajam atas satu bahan. Dalam menuangkan ide dalam tulisan, pikiran yang sehat amat perlu agar tulisan sungguh bernas.
Dalam kegiatan berpikir, saya juga mengasah logika-sensus (rasa) bahasa dan berusaha menghindari human error. Sehingga, terhidang-lah tulisan yang baik.
Dalam berpikir, saya selalu berusaha untuk merangkai bahasa dari bahan bacaan menjadi kalimat atau bahasa "pikiran" sendiri. Langkah ini dimaksudkan untuk menghindari plagiat.
Meditasi
Langkah ini tidak semata-mata mengarah pada hal yang rohaniah. Sebab, saya sungguh terbantu merangkai tulisan melalui meditasi.
Saat meditasi, saya bersikap tenang dan pasif. Artinya, saya cukup menghadirkan satu ide atas bahan yang tengah saya susun. Lalu, saya biarkan hal-hal pendukung muncul untuk menjelaskan bahan tersebut.
Saya begitu menikmati kemunculan hal-hal itu. Bagi saya, jika hal-hal yang serupa muncul berkali-kali, berarti itu mengarah kepada hal utama dari bahan.
Semakin saya pasif, semakin pikiran diperkaya dengan hal-hal yang tak terduga. Semakin menikmatinya, semakin saya dihadapkan dengan kekayaan ide.
Catatan kecil
Menyiapkan satu catatan kecil itu penting. Karena, sembari makan, berjalan, menonton, membaca, dan rekreasi, ide bisa saja muncul.Â
Jika tidak segera diabadikan, ide itu bisa hilang dan tak muncul-muncul lagi. Sebab, daya ingat saya tidak cukup kuat untuk menampung ide-ide yang bermunculan. Ada satu pepatah Latin yang memiliki nada yang sama: "Verba volant, scripta manent!".
Sejauh ini, saya memiliki catatan saku dan catatan di smartphone. Sehingga, kapan pun ide muncul, saya catat entah itu kurang penting sekalipun. Suatu waktu ide itu bisa menjadi penting kalau memiliki jalinan yang tepat dengan ide lain.
Konsultasi
Saya pasti akan mengalami jalan buntu dalam menulis, demikian juga para penulis lainnya. Saat rasanya "otak mogok" ingin rasanya kita mencari jalan keluar. Salah satu cara bagi saya adalah konsultasi dengan orang/penulis lain.
Ide, nasihat, atau anjuran dari teman harus saya dengarkan. Ada saja hal-hal cemerlang yang mereka sampaikan. Barangkali, saya tidak terpikir untuk itu.
Meski sederhana, ide seperti itu muncul di waktu dan konteks yang tepat. Maka, saya tak akan sia-siakan hasil konsultasi dengan mereka.
Saya memiliki cukup banyak teman yang dapat dijadikan sebagai 'konsultan'. Ya, ibaratnya pembimbing skripsi lah.
Tentu, konsultan itu saya pilih karena memiliki spirit untuk mendukung saudaranya, melihat karya saudara sebagai karyanya juga, dan ingin saudaranya (yaitu saya) berkembang dalam menulis.
Tidak tergesa-gesa
Saya pernah terjebak dalam arus tergesa-gesa dalam menulis, tanpa baca dan menyelami tulisan yang saya rangkai. Alasannya, saya ingin agar saya menjadi yang pertama menyampaikan ide kepada banyak pembaca.
Harapan tak sesuai dengan hasil. Tulisan yang ada ternyata dangkal, amburadul, dan tak layak tampil secara publik. Muncullah rasa malu dan bersalah.
Maka, saat ini saya berusaha menahan diri untuk menulis dengan sikap tergesa-gesa. "Tak lari gunung dikejar" prinsip yang saya pegang.
Ketika terlintas ide atas khayalan atau fenomena, saya mencoba untuk mengenali ide tersebut dengan sungguh matang tapi tidak lamban.Â
Saya langsung cari tahu fakta terkait ide atau fenomena tersebut. Tentu, bahan saya ambil dari situs yang terpercaya dan tidak hoaks.
Saya cari sudut pandang yang autentik dari saya. Sehingga, meski menghidangkan satu tulisan dengan tema yang sama dengan orang lain, saya mampu membumbui tulisan dengan kekhasan bahasa dan alur pikir saya.
Setia duduk
Seperti seorang mahasiswa yang tengah menyusun skripsi, saya harus setia duduk. Bagi saya, duduk bukan sekadar duduk di atas kursi. Tetapi, menahan godaan untuk melakukan hal lain saat membaca dan menulis.
Termasuklah di dalamnya godaan untuk mengantuk, melantur, membuka media sosial, dan sebagainya. Paling parah adalah godaan untuk bermalas ria.
Dengan setia duduk, saya juga terbantu untuk mencermati pelbagai hal yang kurang dalam tulisan; apakah sudah melebar atau masih dangkal atau amburadul atau sudah OK.
Dalam kertas sele-sele, saya pasti akan mencatat banyak hal demi memperbaiki, memperdalam, dan memperindah isi tulisan.
Sekali sudah punya komitmen untuk menulis, saya akan berusaha dengan sungguh-sungguh setia. Sedangkan dengan setia saja, belum tentu tulisan yang dihasilkan bagus. Apalagi, jika tidak.
Memberi yang terbaik
Saya sungguh menikmati proses. Dan, saya coba tekun dengan proses itu. Sehingga, kelak hasil dari proses itu baik dan menggembirakan.
Bukan hanya saya, tetapi hasil dari proses sungguh menggembirakan bagi banyak orang, terutama pembaca tulisan. Saya ingin, setelah membaca tulisan hasil anggitan saya, orang mengerti alur pikiran, apa yang tengah saya hidangkan, nilai apa dalam tulisan itu, terlebih orang mengenal siapa saya.
Untuk itu, saya berusaha menghidangkan/memberikan hal yang terbaik. Maka, membaca saja belum cukup menjadi modal dalam menulis. Beberapa hal di atas menjadi pendukung, namun penting.Â
Menulis, meski sepele, harus dilakukan dengan totalitas diri; pikiran, rasa, dan kepastian. Sebab saya yakin, lewat tulisan, diri hadir dan orang akan dengan mudah melihat kualifikasi diri kita lewat apa yang saya tulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H