Mohon tunggu...
Suaviter
Suaviter Mohon Tunggu... Lainnya - Sedang dalam proses latihan menulis

Akun yang memuat refleksi, ide, dan opini sederhana. Terbiasa dengan ungkapan "sic fiat!"

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ketika (Trihari Suci) Paskah Berbarengan dengan Musim Menanam!

15 April 2022   13:10 Diperbarui: 15 April 2022   13:13 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petani bekerja di sawah. Gambar diambil dari berdikarionline.com

Ketika masa Trihari Suci Paska berbarengan dengan musim tanam, akan kelihatan bahwa cukup sedikit umat yang hadir dalam perayaan ibadat. Ini adalah tantangan dalam dunia pastoral dan harus diatasi dengan baik, cermat, dan bijak sana.

Jumat, 15 April 2022

Hari ini diperingati hari wafat Yesus Kristus di kayu salib. Tetapi, sebelum ini, kemarin dirayakan Kamis Putih (Suci) - saat Yesus mengadakan perjamuan malam terakhir bersama dengan para murid-Nya.

Kemarin, saya bertugas di suatu stasi (gereja bagian dari satu paroki) di suatu paroki di pedesaan. Kamis Putih, persis setelah perayaan Ekaristi, membuka masa Trihari Suci Paska.

Persiapan sudah dibuat sedemikian rupa. Sudah jauh-jauh hari, persis sebelum pekan suci (Minggu Palma). Tujuannya, agar saat perayaan segala kegiatan liturgi berjalan dengan khidmat, umat terbantu untuk menghayati proses derita, sengsara, wafat, dan penguburan Yesus Kristus. Selain itu, agar petugas siap secara batin.

Dengan sungguh detil, segalanya saya diskusikan dengan pimpinan gereja stasi yang bersangkutan (voorhanger). Mantap sudah! Tinggal menunggu perayaan.

Saya berangkat dari paroki dengan perasaan yang tak sabar bertemu umat, menyapa, bercerita, dan mendengarkan pengalaman mereka. Memang, jarak tempuh paroki-gereja stasi tidak terlalu jauh. Hanya memakan waktu sekitar 20 menit.

Gereja masih kosong

Sekitar 100 meter sebelum tiba di gereja, saya terkejut sebab melihat gereja masih sungguh sepi; tidak ada seorang umat pun, sepeda motor juga tak ada, dan gereja tertutup.

Akan tetapi, saya tetap gas sepeda motor yang saya kendarai menuju gereja. Saya berenung sejenak, "Apakah saya yang terlalu cepat atau memang belum waktunya perayaan dimulai?" Padahal di dalam surat perjalanan, perayaan Kamis Putih dimulai tepat pukul 18.00 WIB.

Saya telepon voorhanger dan minta informasi. Lalu, beliau minta saya menunggu sejenak, supaya beliau menghubungi para umat. Beliau juga akan menyusul ke gereja barang 15 menit lagi. Karena, rumah beliau cukup jauh dari gereja.

Untungnya, pintu gereja terbuka. Saya masuk, berdoa sejenak di gereja, dan mohon agar Tuhan tidak mengizinkan saya merasa kecewa. Selekas berdoa, saya ambil sapu lalu membersihkan gereja. Saya benahi apa yang masih belum dibuat umat di dalam, seperti menutup salib dan patung Bunda Maria dengan kain, mencari wadah untuk mencuci kaki pengurus gereja, dan melatih lagi khotbah yang akan saya sampaikan.

Empat puluh lima menit saya menunggu. Sudah mulai bosan. Kemudian saya telepon lagi voorhanger. Tiba-tiba beliau datang bersama keluarganya. 

Kemudian kami berdialog, mengapa bisa perayaan iman menjadi sangat molor untuk dimulai. Dengan sedikit malu dan enggan, beliau menjelaskan bahwa beberapa hari ke depan, umat menanam padi di sawah. Bisa sawah sendiri dan bisa juga sawah orang lain ketika dimintai tolong atau balas jasa tenaga tetangga.

Ya, sempat saya tidak bisa menerima alasan itu, karena sudah diatur dari paroki bahwa masuk pada pukul 18.00 WIB. Selain itu, jauh-jauh hari kami telah berdiskusi.

Akan tetapi, saya tetap berpikir jernih dan berperasaan netral. Ya, ini adalah bagian dari pengolahan diri sebagai gembala, terutama bentuk askese di masa prapaska.

Akhirnya, kami menunggu cukup lama. Lalu, saat perayaan saya menyampaikan katekese (pengajaran iman) singkat kepada umat di samping menyampaikan informasi-informasi terkait perayaan saat Trihari Suci Paska.

Penyampaian yang lembut

Saya menyampaikan satu fenomena yang sangat kontras antara menghadiri perayaan iman di Gereja dengan menghadiri perayaan pesta.

Ketika jadwal untuk ibadat atau Misa di gereja bertabrakan dengan jadwal kerja, cenderung umat akan pilih bekerja di ladang atau sawah. Entah mengapa demikian, sehingga umat yang datang sangat sedikit.

Ketika jadwal pesta bertabrakan dengan jadwal kerja, cenderung umat akan pilih ikut pesta. Entah jauh, turun hujan deras, sakit, dan sebagainya umat akan berusaha mengatasi hambatan itu supaya dapat ikut pesta.

Lalu, saya ajak mereka untuk memberikan porsi yang seimbang antara hadir di gereja dengan bekerja dengan pesta. Saya mengerti bahwa mereka butuh kerja untuk biaya hidup dan makan sehari-hari. 

Namun, tidakkah tabrakan di atas bisa diatasi dengan mengurangi untuk tiga hari jadwal kerja di ladang. Ini bisa dipikirkan sebagai aksi puasa dan pantang. Bukan hanya tidak makan daging, tidak merokok, tidak jajan, dan mengurangi porsi makan.

Berpuasa dan menahan diri untuk meninggalkan sejenak pekerjaan juga bisa. Mengapa kalau ada pesta selama lima atau tujuh hari, umat tidak merasa rugi meninggalkan pekerjaan lalu ikut pesta?

Saya sungguh mencoba untuk mengerti keadaan umat. Dalam acara pembasuhan kaki, ketika merasakan telapak dan kulit kaki umat yang saya basuh, saya mengerti bahwa mereka pekerja keras. Kulit kasar dan pecah-pecah. Dan, dalam hati saya tetap mendoakan mereka agar diberi kekuatan, kemurahan rezeki, umur yang panjang, dan kesadaran yang tinggi untuk menunaikan ibadatnya.

Penyampaian lewat katekese

Memang, untuk mendampingi umat tidak cukup sekali jadi. Harus berulang kali disampaikan hal yang sama, agar mereka sungguh ingat dan memiliki kepekaan kerohanian. Sebelum menutup perayaan Kamis Putih, kembali saya mengajak umat untuk serius dan dengan sembah bakti menghadiri Trihari Suci Paska, puncak perayaan iman.

Saya meminta para pengurus gereja untuk kembali menghubungi umat agar selama tiga hari ini menahan diri tidak tergoda bekerja di ladang dan meninggalkan acara ibadat di Gereja.

Sebenarnya, umat perlu bersyukur atas perayaan Paska 2022 ini. Sebab, atas bantuan Tuhan penularan pandemi sudah mulai menurun dan tidak ada di daerah stasi tersebut. Umat sudah diizinkan ikut secara langsung dalam perayaan Trihari Suci Paska. Maka, janganlah kiranya pengalaman dan kesempatan ini disia-siakan.

Cara yang bijak sana

Katekese dan cerita merupakan dua cara yang dapat dilakukan untuk mendekati umat. Katekese menjadi perwakilan ajaran gereja. Sementara cerita merupakan sarana mendengarkan pengalaman nyata dalam hidup mereka sehari-hari. Kedua hal ini perlu diperdamaikan agar tidak menimbulkan rasa sakit hati.

Dari gereja perlu ada ketegasan apalagi jika berhadapan dengan dogma. Akan tetapi, gereja juga perlu merangkul umat yang situasinya berbeda dari aturan dogma. Harus berulang kali.

Jika pengurus gereja dan petugas pastoral tidak bijak sana, umat akan sakit hati dan bisa jadi tidak lagi mau ikut kegiatan gerejani. 

Kisah di atas hanya sekelumit dari kisah pastoral. Ada saja alasan (riil atau tidak) yang dikatakan umat agar tidak ke gereja. Yang perlu adalah pendekatan dari pastoral dan pengurus gereja; bisa terjun langsung ke rumah-rumah untuk mengingatkan atau bisa melalui media komunikasi.

Jangan sampai ada domba yang "tersesat" dan hilang.

Selamat mempersiapkan diri dalam Trihari Suci Paska dan selamat menyongsong kebangkitan Tuhan Yesus, Gembala yang Baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun