Keluarga, kelompok sosial, komunitas religius, dan kelompok dengan basis tertentu (se)harusnya membiasakan rekreasi bersama. Karena, ada hal-hal positif yang diperoleh dari kegiatan tersebut.
Para pembaca yang budiman. Semoga kita semua dalam keadaan yang sehat dan penuh suka cita. Walau pandemi, krisis lingkungan, krisis minyak goreng, dan ombang-ambing pemilu tengah hangat-hangatnya, kita masih bisa beraktivitas dan menikmati betapa indahnya hidup ini.
Setiap zaman dan setiap tahun tentu memiliki liku-liku tersendiri. Tak selalu dan harus sama. Namun, kita harus memiliki keyakinan bahwa setiap kesulitan akan dapat diatasi dengan pikiran yang kritis-tajam-jernih, perasaan hati yang baik, dan kehendak yang kuat.
Ini perlu dilakukan agar kita tidak pusing, stres, dan akhirnya diserang pelbagai penyakit. Karena, kalau sakit, kita tidak dapat melakukan banyak hal. Bahkan, kita akan merasa "tak berdaya" dan "tak bernilai". Tapi, kita berharap agar kedua hal tersebut jangan sampai merasuki pikiran kita. Kita harus tetap optimis dan melakukan hal-hal yang baik dengan performa terbaik.
Rekreasi
Dalam beberapa tulisan terdahulu, saya telah membagikan kesan dan insight yang di-sharing-kan beberapa teman kepada saya. Mereka - yang saya maksud - adalah kaum biarawan-biarawati (Katolik). Karena, bagi saya ada hal menarik dari setiap kisah mereka.
Kali ini, saya mau berbagi kisah lagi; yang menurut saya memiliki hal menarik. Kisah ini tentang pengalaman mereka setiap hari khususnya malam saat rekreasi bersama.
Di biara (tempat tinggal pastor, frater, suster, dan bruder), ada kegiatan rekreasi pribadi (bermain musik, bernyanyi, menonton berita, membaca, atau berselancar di dunia maya) dan rekreasi bersama. Kegiatan ini dibuat dalam schedule harian. Biasanya dilakukan pada 21.00-22.30 WIB/WIT/WITA.Â
Rekreasi pribadi dan bersama menjadi satu kegiatan yang tak bisa dihapuskan. Sebab, setelah lelah atau jenuh seharian bekerja/belajar/melayani umat, kaum biarawan-biarawati membutuhkan rekreasi.
Rekreasi yang dimaksudkan bukan jalan-jalan, berbelanja, hura-hura, dan sejenisnya. Namun, rekreasi yang dibuat berupa sharing secara informal, bermain kartu, bermain domino, bermain catur, ular tangga, atau menonton.
Kegiatan rekreasi dilakukan di ruang rekreasi: khusus sebagai tempat berkumpul, biasanya ukuran ruangan agak luas, dan di sana ada makanan ringan, minuman soft, dan alat-alat rekreasi.
Di tempat inilah segala cerita sambung-menyambung, tawa membahana, suka cita mewujud nyata, dan ejek-ejekan terucap. Di tempat inilah setiap orang menampilkan ekspresi setelah seharian bekerja, belajar, dan melayani umat.
Hal yang diperoleh
Menurut penuturan teman saya, setidaknya ada 4 (empat) hal yang diperoleh dari kegiatan rekreasi bersama.
Menyegarkan pikiran, hati, dan tubuh
Tak dapat disangkal bahwa dalam satu hari, time table seorang biarawan-biarawati cukup padat. Ada kegiatan yang sungguh menguras tenaga fisik, pikiran, dan perasaan.
Maka, dibutuhkan waktu khusus untuk menyegarkan diri. Dipilihlah waktu pada malam hari, menjelang istirahat. Agar, sebelum istirahat, segala beban selama satu hari bekerja, pikiran, perasaan, dan tubuh menjadi relaks dan segar, serta tidur mereka menjadi berkualitas.
Sehingga, esok hari mereka bangun dengan segar untuk melanjutkan tugas dan tanggung jawab seharian.
Mengenal kepribadian saudara/saudari
Sesuai dengan nama kegiatan "rekreasi bersama", maka yang terlibat adalah seluruh anggota komunitas. Dalam arti tertentu, rekreasi ini sering disebut rekreasi wajib. Semua anggota wajib hadir pada jam yang ditentukan dan pada ruang rekreasi.
Bermain kartu, domino, ular tangga, dan sejenisnya itu menjadi sarana pemersatu bagi anggota komunitas. Sarana tersebut akan membantu setiap anggota komunitas mengenal satu sama lain.
Ada saudara/i yang memiliki tipe sanguinis, melankolis, pleghmatis, introvert, dan ekstrovert. Dalam rekreasi, hal ini akan tampak sangat jelas. Sebab ada pepatah yang sangat diamini kebenarannya oleh anggota komunitas, "Dalam rekreasi dan kegiatan lepas-bebaslah kepribadian sesungguhnya dari seorang saudara/saudari akan tampak!".
Mengerti perjuangan saudara/saudari
Dalam rekreasi, anggota komunitas tidak hanya bermain kartu dan berhitung poin. Akan tetapi, mereka sharing atau curhat kepada saudara/i se-komunitas.
Sharing itu bisa berupa pengalamannya dalam satu hari: suka-duka, perjuangan, rezeki, sakit, atau berita yang telah dibaca untuk didiskusikan.
Di sinilah menariknya rekreasi bersama. Ada saudara/i yang menanggapi dengan serius, sudut pandang yang luas, dan ketajaman analisis. Akan tetapi, selalu saja ada saudara/i yang menanggapi dengan humor. Sehingga, beban yang dirasakan sedikit ringan.
Ada juga tujuan terselubung. Rekreasi bersama menjadi momentum menumbuhkan rasa empati sebagai saudara/i satu rumah. Mereka satu sama lain menjadi ibu, bapak, kakak, dan adik bagi yang lain (tergantung pada seberapa lama telah hidup di biara).
Ada juga ungkapan di biara bahwa, "Perjuangan saudara/i lain adalah perjuanganku juga!". Maka, sedapat mungkin dituntut keterbukaan hati untuk bercerita kepada saudara/i lain. Agar, mereka dapat memberikan solusi sembari meneguhkan pemberian diri dan juga panggilan saudara/i yang bersangkutan.
Sarana evaluasi
Selain sebagai sarana peneguhan, rekreasi bersama dapat menjadi sarana mengevaluasi saudara/i yang lain. Hal ini sungguh nyata dengan adanya ungkapan tulus, jujur, nan bersaudara dari anggota yang lain, "Saudara/i-ku, saya melihat engkau bla bla bla bla. Bukan hanya saya yang menilai, tetapi saudara/i-mu yang lain. Barangkali, hal itu dapat diperhatikan untuk diubah, yah".
Ada sisi positif evaluasi disampaikan pada saat rekreasi. Pertama, rekreasi tidak formal sehingga psikologi saudara/i yang dievaluasi tidak akan tertekan. Kedua, saat rekreasi selalu ada yang bisa mencairkan suasana sehingga tidak menegangkan.
Umumnya, evaluasi pada saat rekreasi jauh lebih berdaya guna mengubah perilaku seorang saudara/i. Tidak ada tendensi menjatuhkan atau menyinggung perasaan.
Menjaga keharmonisan komunitas
Selain empat hal di atas, ternyata rekreasi bersama memiliki peran yang tak disadari untuk menjaga keharmonisan di dalam komunitas. Ketika mengenal diri sendiri, saudara/i lain, meneguhkan saudara/i, dan mengevaluasi saudara/i tersebut telah dilakukan dan setiap saudara membuka hati menerima nilai-nilai demi kebaikan bersama, di situlah tumbuh keharmonisan.
Pudarnya kehangatan dalam persaudaraan komunitas akan semakin kuat ketika egoisme, sikap apatis, dan cuek pada saudara/i lain tumbuh. Hal ini tidak diinginkan. Sebab, bagaimana pun juga komunitas sejatinya adalah keluarga kedua bagi biarawan-biarawati.
Cocok diadaptasi
Saya mencoba berpikir demikian:
Di tengah kemajuan zaman ini, yang menggoda anggota keluarga untuk individualis dengan gadget, smartphone, dan internet, rekreasi bersama perlu dibiasakan demi menjaga keharmonisan dan kehangatan.
Buah pemikiran tersebut lahir bukan secara spontan. Sebab, sungguh nyata bahwa di masa sekarang ini (bukan hanya karena efek pandemi Covid-19), setiap orang bahkan di dalam keluarga kandung sendiri lebih pilih sibuk dengan diri sendiri mulai bangun pagi hingga tidur pada malam hari.
Keluarga kurang diperhatikan, walau ada. Yah, barang kali sapaan tetap ada. Hanya, bisa saja tidak hangat sekadar basa-basi untuk memenuhi tuntutan sebagai seorang ayah, ibu, dan atau anak.
Keharmonisan dan kehangatan pun tidak kuat. Akhirnya, terjadilah rumah tangga yang broken. Keadaan demikian sungguh tak diinginkan. Namun, akan terjadi jika setiap anggota keluarga tidak menjalin komunikasi yang hangat satu dengan yang lain.
Barang kali, solusi untuk mencegah terjadinya rumah tangga yang broken adalah dengan mengkhususkan waktu untuk rekreasi bersama. Bisa saja dalam keluarga, dibuat acara menonton bersama, bermain domino, atau ular tangga, atau catur.Â
Dengan memperhitungkan kesibukan dan padatnya jam kerja orang tua, bisa diatur misalnya empat kali dalam seminggu dilakukan rekreasi bersama. Atau tiga kali. Atau dua kali. Hanya, jangan sampai tidak ada waktu khusus untuk keluarga.
Selain rekreasi bersama indoor, sesuai kekuatan perekonomian, rekreasi bersama outdoor bisa pula dirancang. Namun, menurut pengamatan kasar, saya melihat orang tua akan berusaha mencari rezeki demi kebahagiaan anaknya. Nah, cocok sekali rezeki itu dialokasikan untuk kebahagiaan bersama di luar rumah.
Baik indoor atau outdoor, dari dua jenis rekreasi tersebut, setiap anggota keluarga bisa menyegarkan diri, mengenal kepribadian satu sama lain, saling meneguhkan, mengevaluasi, dan menjaga keharmonisan dan kehangatan rumah tangga.
Komunitas sosial atau basis lainnya dapat juga mencoba rekreasi bersama. Tentu, dibutuhkan pertimbangan matang entah dari sisi ekonomis, kecocokan waktu, dan kesepakatan bersama.
Untuk bahagia tidak harus mahal, tetapi sederhana dengan rekreasi bersama di rumah maupun di tempat lain.
Semoga pengalaman ini bermanfaat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H