Mohon tunggu...
Suaviter
Suaviter Mohon Tunggu... Lainnya - Sedang dalam proses latihan menulis

Akun yang memuat refleksi, ide, dan opini sederhana. Terbiasa dengan ungkapan "sic fiat!"

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

3 Langkah yang Harus Diperhatikan dalam Pengelolaan Kemarahan

2 Februari 2022   22:47 Diperbarui: 8 Februari 2022   17:30 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kemarahan yang ada dalam diri kita, perlu dikelola dengan baik agar tidak menjadi senjata bagi orang lain dan bumerang bagi diri kita sendiri"

Dalam tulisan yang berjudul Atasi Kemarahan Anda dengan Metode ABCD, saya telah berbagi beberapa hal. Pertama, kita perlu memahami kemarahan yang ada di dalam diri masing-masing secara positif.

Di dalam kemarahan tersebut, ada sisi baiknya. Bahwa, kemarahan bisa menjadi sarana komunikasi dan wahyu diri sendiri kepada pihak (orang) lain. Asalkan, kita marah pada hal yang tidak baik dan benar serta mengungkapkan kemarahan tersebut dengan cara yang tidak destruktif.

Kedua, kita dapat mengatasi kemarahan agar tidak destruktif dengan metode ABCD. Metode tersebut adalah acknowledge (mengakui), backtrack (mundur), consider (menyadari), dan determine (menentukan sikap). Lalu, metode ini akan menjadi sangat mujarab apabila komunikasi yang baik tetap terjalin secara matang dan dewasa.

Nah, kali ini saya mau berbagi lagi tiga langkah yang dapat dilakukan dalam mengelola kemarahan. Agar, kemarahan terarah pada track yang dapat dikendalikan dengan wajar.

Langkah pertama: Cepat mendengar

Dalam pepatah kuno Cina dikatakan demikian: "Tuhan menciptakan manusia dengan dua telinga dan satu mulut. Tujuannya adalah agar manusia dapat mendengar dua kali lebih banyak daripada berbicara."

Saat marah, kita lebih dominan ingin berbicara lebih banyak untuk menyampaikan berbagai argumen pembelaan mengapa kita marah sebegitu hebatnya. Sulit kita memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menjelaskan alasan mengapa ia membangkitkan amarah kita. 

Atau setidaknya, kita sulit untuk rendah hati bertanya mencari kebenaran, mengapa seseorang dengan sengaja/tidak sengaja membangkitkan amarah kita. Kemampuan kita untuk menyimak pun akan ditekan, karena rasa sakit hati, frustrasi, atau tidak aman menggerogoti diri kita.

Ilustrasi seseorang yang berkonsultasi mengelola kemarahan. Gambar diambil dari id.wikihow.com
Ilustrasi seseorang yang berkonsultasi mengelola kemarahan. Gambar diambil dari id.wikihow.com

Tentunya, langkah pertama ini akan membantu kita mengelola dan mengobati kemarahan. Karena, jika kemarahan dibiarkan, kemarahan itu akan sangat menghancurkan kita dan orang-orang di sekitar.

Kita perlu terbuka, siap, bersedia, dan bahkan punya hasrat untuk pertama sekali mendengarkan dan menyimak keterangan dari orang lain.

Kita perlu belajar menyimak dan mendengarkan isi hati diri sendiri untuk mengenal gejolak perasaan yang memicu kemarahan kita berkobar. Kita perlu belajar menyimak dan mendengarkan suara hati (Tuhan) dan apa yang diinginkan-Nya kita lakukan.

Menyimak dan mendengarkan adalah seni hidup yang mesti diolah. Kita akan dibantu untuk mengurangi respons kemarahan yang egoistis dan diarahkan untuk memiliki empati terhadap perasaan orang lain saat dipersalahkan, dimarahi, dan dicurigai.

Maka, dua telinga dan satu mulut cukup untuk dapat mengontrol diri agar menjadi pendengar yang aktif, penuh perhatian, dan cermat. Ditambah lagi, jika nasihat-nasihat spiritual dalam agama dapat diangkat untuk menaklukkan amarah yang tidak sehat.

Tujuannya agar kita dapat menemukan wawasan baru dan arahan untuk memperlambat speedometer kemarahan naik.

Langkah kedua: Lambat untuk berbicara

Akibat tak dapat mengontrol pikiran dan perasaan saat marah, kita akan menyampaikan kata-kata yang sebenarnya tidak perlu diucapkan. Setelah amarah reda, kita pun akhirnya menyesali kata-kata yang telah terucap itu dan merasa bersalah karena tak bisa mengontrol diri.

Untuk itu, pepatah kuno berbunyi: "Adalah lebih baik untuk pertama sekali menjilat bibir, sebelum berbicara!" Dalam pepatah orang Batak Toba hal senada dikatakan yakni: "Jumolo didilat bibir, andorang didok hata!".

Lambat untuk berbicara, bukan berarti bahwa tempo berbicara kita lambat. Melainkan, kita sungguh dengan sadar dan cerdas memerhatikan kata-kata untuk diucapkan. Kita harus menimbang dengan jeli sebelum membiarkan sesuatu keluar dari mulut.

Salah satu kiat sisipan untuk membantu kita lambat untuk berbicara adalah berani mengambil waktu untuk jeda. Maksudnya, ketika merasa bahwa kemarahan mulai membara, kita harus berhenti sejenak dan "mendinginkan hati".

Waktu jeda akan sangat membantu kita dan dengannya kita akan aman dan terkendali. Mengambil waktu untuk jeda juga dinilai sebagai tindakan bertanggung jawab yang mencegah kita untuk bertindak atau menyampaikan kata-kata yang tidak bertanggung jawab.

Langkah ketiga: Lambat untuk marah

Rasa-rasanya, langkah ketiga ini sedikit lucu. Bagaimana mungkin kita diminta lambat untuk marah?

Sejatinya, kita harus berani lambat untuk marah; marah pada hal-hal yang gegabah, reaktif, dan impulsif - juga marah pada perasaan benci dan terpendam.

Jenis kemarahan ini bisa menjadi luka dan pemicu pertengkaran yang tiada henti. Kemarahan demikian, dengan kata lain, dapat menjadi bom waktu yang akan meledak jika kita tidak melakukan sesuatu untuk mengelolanya.

Kita perlu berefleksi untuk mengelola kemarahan agar tidak meledak-ledak. Maka, metode ABCD sungguh akan membantu.

Di samping itu, enam cara berikut akan membantu kita menjadi lambat untuk marah. Pertama, kita perlu mengomunikasikan kebutuhan dengan sikap tanpa maksud untuk menuduh. Kita perlu untuk mengklarifikasi segala informasi yang didengar dan kebenaran yang sesungguhnya.

Kedua, kita harus mencoba memahami dan mengakui sudut pandang orang lain. Maka, jangan egois dan merasa bahwa diri sendiri adalah yang paling benar.

Ketiga, kita harus tetap fokus pada persoalan dan fakta, bukannya menyerang orang lain.

Keempat, kita harus bijak mencari jalan keluar untuk menghindari kemarahan spontan. Misalnya, kita bisa bekerja sama, kompromi, negosiasi, dialog, dan diskusi .

Kelima, ketenangan pikiran dan perasaan haruslah dipertahankan. Kita harus tetap objektif dan terbuka untuk menerima kritik, saran, dan masukan dari pihak lain.

Keenam, kita harus tetap berani mengambil waktu untuk jeda sejenak. Tujuannya adalah untuk menenangkan pikiran dan perasaan agar tidak memanas.

Semua butuh proses

Tiga langkah dan enam cara di atas merupakan panduan yang dapat diterapkan jika kita merasa kemarahan hampir mencapai titik egois dan klimaks.

Jangan sampai karena tidak dapat mengontrol kemarahan, kita kehilangan banyak hal. Maka, alangkah baiknya sejauh dan sedapat mungkin kita belajar menghentikan kemarahan sebelum terjadi.

Semua butuh proses! Ya, tepat sekali. Untuk itu, selamat menikmati proses yang ada. Semoga kita tidak gagal sebelum menjalani proses itu (artinya pesimis dan mundur).

Mari mengelola kemarahan agar tidak menjadi senjata bagi orang lain dan bumerang bagi diri kita sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun