Beribu-ribu rasa yang tak sempat tergoret pena di kertas putih
Bumi pun demikian, saat ia mendefinisikan ekspresinya saat hujan berhenti.
Tersirat makna, bumi terlanjur bahagia. Dengan segala bahagianya.Â
Sebab titik air terkondensasi dengan sinar mentari.
Sejuta keindahan yang berakar bersama, menjadikan kesenangan
Bersama hujan, bumi pun senang. Hampir sendu memang. Berharap hujan selalu mendampinginya setiap waktu.
Pun, karna titik temu hujan dan mentari menjadi warna-warni.Â
Baik pelangi semu maupun nyata, warnanya kan selalu membahagiakan bumi dengan segala cara tak terduga.
Percaya atau tidak, kau adalah alasan mengapa aku bahagia
Warna-warni pelangi, menjadi jawaban pelarian bumi yang selama ini berputar. Percaya atau tidak
Maka, biarlah bumi merasa bahagia
Atas segala cara
Biarlah itu menjadi pilihannya
Sebab,
Bumi takkan pernah mendua. Ia akan hadir bersama langit.
.
.
.
.
Apakah kau adalah arti bahagiaku?
Apakah kau adalah saat mataku terbuka saat pagi menyapa dan menutup saat malam tiba?
Realita akan tiba pada saatnya, memang. Kita tak tahu apakah hujan menyukai bumi pula atau tidak.
Atau hujan tidak pernah datang sebab bumi. Banyak sekali kemungkinan bukan?
Begitu pula arti bahagiaku, belum tentu juga arti bahagiamu, bukan?
1/3 Bahagia, 20/10/17
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H