Invasi Rusia ke Ukraina telah berlangsung 59 hari. Putin masih bersikeras mengepalkan tangan. Western menggeliat dengan ragam cara. Konflik perlahan merambat, dan kian mendebarkan.
"Siapa yang mampu menginjak rem para adikuasa?"
Asap membumbung ke langit. Cukup satu pemantik saja, belasan atau puluhan seketika diberanguskan. Siapa yang tak sabar menahan diri akan berakhir menjadi debu dan puing-puing reruntuhan. Dunia mengkerutkan dahi.
Powerfullnya nation right tidak hanya menggilas kemanusiaan, Ia menggilas keadilan. Bagaimana keadilan bagi negara yang memalingkan diri dari 'wajah-wajah sipil' yang terkapar di puing-puing reruntuhan? timbangannya timpang, keadilan tidak berlaku. Â
Kita ibarat dirantai oleh peristiwa sejarah dalam ekonomi dan politik. Masa lalu itu, kerap bangkit dari kuburan dan mencekik kemanusiaan kita. Atas Ketakutan itu, adu kekuatan militer dianggarkan. Persiapan tuk adegan ketiga.
Bila hukum rimba kembali dilanggar, maka berlaku juga hukum Chekov. "Senjata yang muncul dalam adegan pertama sebuah drama, jelas akan ditembakkan pada adegan ketiga. Sepanjang sejarah, jika raja-raja dan para kaisar memperoleh senjata baru, cepat atau lambat mereka akan tergoda menggunakannya." Â Ucap Anton Chekov.
Bila dilanggar, sungguh ini aksi gila-gilaan. Bunuh diri bersama.
Memang perdamaian tidak akan selalu tegak. Namun, alternatif yang damai, mungkin akan membersamai perdamaian dengan makna baru. Bukan sekedar perdagangan yang damai, bukan pula kedamaian sekadar fantasi ala hippy. Karena ketamakan juga memperhitungkan konsekuensi logis di adegan ketiga.
*SEMOGA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H