Mohon tunggu...
Frainto Julian Kalumata
Frainto Julian Kalumata Mohon Tunggu... Freelancer - Halmahera Utara - Salatiga

Frainto kalumata, sapa saja frento. Lahir 11 juli 1996 di kota Tobelo. Kota kecil yang berada di halamahera Utara. Mahasiswa manajemen Universitas Kristen Satya Wacana di Salatiga. Jejaknya bisa di lacak melalui akun instagram @frentokalumata.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Adegan Ketiga

24 April 2022   12:02 Diperbarui: 24 April 2022   13:23 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/700x465/photo/intisarifoto/original/47201

Invasi Rusia ke Ukraina telah berlangsung 59 hari. Putin masih bersikeras mengepalkan tangan. Western menggeliat dengan ragam cara. Konflik perlahan merambat, dan kian mendebarkan.

"Siapa yang mampu menginjak rem para adikuasa?"

Asap membumbung ke langit. Cukup satu pemantik saja, belasan atau puluhan seketika diberanguskan. Siapa yang tak sabar menahan diri akan berakhir menjadi debu dan puing-puing reruntuhan. Dunia mengkerutkan dahi.

Powerfullnya nation right tidak hanya menggilas kemanusiaan, Ia menggilas keadilan. Bagaimana keadilan bagi negara yang memalingkan diri dari 'wajah-wajah sipil' yang terkapar di puing-puing reruntuhan? timbangannya timpang, keadilan tidak berlaku.  

Kita ibarat dirantai oleh peristiwa sejarah dalam ekonomi dan politik. Masa lalu itu, kerap bangkit dari kuburan dan mencekik kemanusiaan kita. Atas Ketakutan itu, adu kekuatan militer dianggarkan. Persiapan tuk adegan ketiga.

Bila hukum rimba kembali dilanggar, maka berlaku juga hukum Chekov. "Senjata yang muncul dalam adegan pertama sebuah drama, jelas akan ditembakkan pada adegan ketiga. Sepanjang sejarah, jika raja-raja dan para kaisar memperoleh senjata baru, cepat atau lambat mereka akan tergoda menggunakannya."  Ucap Anton Chekov.

Bila dilanggar, sungguh ini aksi gila-gilaan. Bunuh diri bersama.
Memang perdamaian tidak akan selalu tegak. Namun, alternatif yang damai, mungkin akan membersamai perdamaian dengan makna baru. Bukan sekedar perdagangan yang damai, bukan pula kedamaian sekadar fantasi ala hippy. Karena ketamakan juga memperhitungkan konsekuensi logis di adegan ketiga.

*SEMOGA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun