Manajemen isu merupakan suatu proses pengelolaan yang bertujuan untuk membantu melindungi pangsa pasar, mengurangi risiko, menciptakan peluang, serta mengelola citra sebagai suatu aset bagi kepentingan bersama antara organisasi itu sendiri dan para pemangku kepentingan utamanya, seperti pelanggan/konsumen, karyawan, masyarakat, dan pemegang saham utama (Caywood, 1997:173). Isu muncul sebagai konsekuensi dari tindakan yang dilakukan atau diusulkan oleh satu atau beberapa pihak, yang dapat memicu negosiasi dan penyesuaian di sektor swasta, kasus hukum sipil atau pidana, atau bahkan menjadi permasalahan dalam kebijakan publik melalui tindakan legislatif atau perundangan.
Proses perencanaan memungkinkan organisasi untuk memberikan respons yang efektif, cepat, dan pasti. Rencana tersebut harus terdiri dari dua aspek utama:
1. Mengidentifikasi masalah dan potensi krisis dengan melakukan penilaian terhadap kemungkinan gangguan operasional dan potensi kerusakan reputasi yang dapat timbul. Melalui analisis, perencanaan harus memaparkan dampak isu tersebut terhadap perusahaan dan pemangku kepentingan utamanya.
2. Menetapkan langkah-langkah yang akan diambil untuk melindungi perusahaan dari ancaman, baik itu berupa gangguan operasional maupun merugikan reputasi. Penting diingat bahwa menyusun rencana tanpa pemahaman yang jelas tentang masalah dapat berdampak kontraproduktif. Oleh karena itu, analisis yang komprehensif dapat mempercepat pemahaman manajemen terhadap kondisi umum dan konsekuensi yang mungkin dihadapi oleh organisasi
Â
METODE
Pada penelitian ini, peneliti menggunkan metode dalam pembuatan makalah ini yaitu menggunakan metode kepeustakaan (library research). Peneliti memilih metode penelitian deskriptif sesuai dengan konteks permasalahan yang sedang diteliti. Dalam penelitian ini, menggunakan pendekatan studi pustaka, yang melibatkan kegiatan membaca, mengkaji, dan mencatat informasi yang relevan dengan masalah penelitian.
Mestika Zed (2004) mengemukakan bahwa riset kepustakaan, sering disebut juga sebagai studi pustaka, adalah serangkaian aktivitas yang terkait dengan proses pengumpulan data dari sumber-sumber tertulis, melibatkan kegiatan membaca, mencatat, dan pengolahan materi penelitian. Studi kepustakaan merupakan metode pengumpulan data yang melibatkan penelitian mendalam terhadap buku, literatur, catatan, serta laporan yang relevan dengan permasalahan yang sedang diselidiki (Nazir, 1988).
PEMBAHASAN
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merekomendasikan umat Islam untuk tidak mengakuisisi produk-produk Israel atau yang memiliki keterkaitan dengan Israel telah dijelaskan dalam Fatwa nomor 83 tahun 2023 mengenai hukum mendukung perjuangan Palestina. Fatwa tersebut mencakup sejumlah pertimbangan dasar, termasuk dampak agresi Israel di Gaza yang mengakibatkan ribuan korban tewas. Selain itu, adanya dukungan kepada Palestina dalam bentuk bantuan senjata, penggalangan dana, dan dukungan moral juga menjadi alasan. MUI menyatakan bahwa fenomena ini memunculkan pertanyaan mengenai hukum mendukung perjuangan Palestina.
Dalam era digital, penyebaran informasi palsu tentang fatwa MUI terkait boikot produk dapat memiliki dampak yang signifikan pada masyarakat, stabilitas sosial, dan konsekuensi hukum. Pertama, dari sudut pandang masyarakat, penyebaran informasi palsu seperti ini dapat menimbulkan ketakutan. Ketidakpastian mengenai kebenaran informasi dapat memengaruhi keputusan pembelian, kredibilitas merek, dan persepsi terhadap suatu produk. Ini juga dapat menciptakan ketegangan sosial dan perpecahan di antara mereka yang percaya pada informasi palsu dan mereka yang mencari kebenaran, merusak keharmonisan masyarakat.
Kedua, penyebaran informasi palsu seperti ini dapat membahayakan stabilitas sosial. Kelompok yang terpengaruh dapat melakukan protes, demonstrasi, atau bahkan tindakan kekerasan sebagai akibat dari ketidakpastian dan kebingungan yang muncul. Ini dapat mengganggu ketentraman masyarakat dan menghambat aktivitas ekonomi dan sosial. Dari segi hukum, penyebaran informasi palsu dapat memiliki konsekuensi serius. Penyebaran informasi palsu yang merugikan orang lain dapat dianggap sebagai pelanggaran perdata yang berpotensi menyebabkan tuntutan ganti rugi. Hoaks yang menyebabkan kerugian ekonomi atau sosial juga dapat dikenakan sanksi hukum, seperti denda atau hukuman pidana.
Untuk mengatasi dampak penyebaran informasi palsu terkait fatwa MUI atau hoaks sejenisnya, diperlukan pendekatan holistik. Pendidikan publik tentang keterampilan memilah informasi dan peningkatan kesadaran terhadap sumber informasi yang dapat dipercaya merupakan langkah penting. Untuk mengurangi penyebaran informasi palsu, diperlukan sistem regulasi yang kuat untuk mengawasi penyebaran informasi di platform digital. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, lembaga hukum, komunitas, dan platform media sosial perlu ditingkatkan guna mendeteksi dan mengatasi informasi palsu dengan lebih efektif.