Mohon tunggu...
Fahmi Rahman
Fahmi Rahman Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Penggemar Beatles, Naif, om Bob dan mas Pram.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Workshop Kopi Kampung

3 Juni 2016   14:18 Diperbarui: 3 Juni 2016   20:40 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses penjemuran kopi oleh petani perempuan. Warga Kampung Ciwaluh masih mengolah kopi secara tradisional, termasuk mencampur buah merah dan hijau

“Ini roastingnya belum sempurna. Biji kopinya gak ngembang dan minyaknya gak keluar.”

“Apinya terlalu besar, jadi banyak yang gosong. Kita bisa pake sekam atau arang aja saat roasting, kan banyak di sini,” ujar Ambon.

Sore itu Ambon berbincang dengan kelompok anak muda di Kampung Ciwaluh, Bogor.

Ambon, yang juga dijuluki 'barista ala-ala', sudah sekitar empat tahun terakhir aktif menggeluti dunia kopi. Sedari dulu, dia aktivis lingkungan, dan idealismenya masih lekat hingga sekarang. Concernnya tentang kopi, bagaimana masyarakat Indonesia bisa menikmati kopi Nusantara. Bukan menjadi penikmat kopi sobek! Setiap Rabu, dia juga mengelola 'Pasar Tani Kota' di daerah Jakarta Selatan.

“Menikmati kopi bukan hanya tentang cita rasa, namun mengerti tentang perjuangan petani di belakangnya.” katanya suatu kali.

“Tapak idealismenya harus jelas!”

Ciwaluh merupakan kampung paling ujung di hulu aliran Sungai Cisadane. Kaki Gunung Pangrango. Ketinggiannya antara 600-700 mdpl, dan jenis kopi yang tumbuh di daerah itu ialah robusta.

Pohon-pohon kopi ditanam di Ciwaluh sekitar tiga puluh tahun lalu. Karena wilayahnya tumpang tindih dengan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, petani akhirnya tidak mengurus pohon kopinya dengan baik. Karena takut. Pohon kopi tumbuh sekitar 3-7 meter, tingginya. Kebun kopi tidak terhampar luas, namun berkerumun dengan tanaman-tanaman lainnya, seperti kapulaga, kumis kucing, sengon. Hampir setiap petani, memiliki pohon kopi di kebunnya. Hitungan kasarnya, wilayah ini mampu menghasilkan kopi sekitar 30-50 ton setiap musim panen.

“Masalah enak atau tidak enak, itu tergantung selera.”

“Proses dari awal yang harus bener. Mulai dari cherry sampai bean,atau sampai hasil roasting. Ada orang yang mau bayar dengan luar biasa untuk bean yang baik. Dan dia pantas untuk itu!” jelas Ambon.

Anak-anak muda Ciwaluh, memiliki keresahan akan potensi kopi yang ada di kampungnya. Pengolahannya yang masih asal-asalan, harga jualnya yang sangat rendah memicu mereka untuk meningkatkan kualitas kopi Ciwaluh hingga memiliki harga jual yang lebih baik. Yang pada akhirnya, membantu petani meningkatkan tingkat ekonomi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun