Mohon tunggu...
Muhamad Fraga Pamungkas
Muhamad Fraga Pamungkas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Komputer Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cerita Porter di Terminal Leuwi Panjang Bandung, Tetap Berjuang Meski Beban yang Diipikul Terasa Berat

9 Januari 2024   18:04 Diperbarui: 9 Januari 2024   18:21 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kendaraan umum berdatangan ke Terminal Leuwipanjang, Kota Bandung, mengantarkan mereka yang ingin mudik dengan beberapa barang bawaanya. Para porter mendatangi menghampiri, menawarkan jasanya kepada penumpang untuk membawakan barang.

Seringkali jasanya itu ditolak, namun tidak sedikit yang berterima kasih karena sudah diringankan bebannya. Dari kerumunan porter, nampak seorang porter yang terlihat sudah sepuh. Ia tak jarang memanggul kardus atau bahkan koper di pundaknya.

Peribahasa pahlawan tanpa tanda jasa tampaknya layak pula disematkan kepada pak karsiwan  jasanya yang memikul beban barang bawaan penumpang sudah tidak bisa di anggap biasa saja. Berprofesi sebagai porter atau pembantu untuk membawakan barang milik orang lain sejak 2006 membuatnya paham betul cara memoles wajah kendaran umum khususnya bus.

Baginya profesi sebagai porter merupakan pekerjaan mulia yang amat sangat harus disyukuri, ketimbang pekerjaan yang pernah digelutinya di masa lalu. "Kalau dikatakan kita (Porter) adalah perwajahan dari angkutan umum dalam hal pelayanan, hemat saya sangat setuju, karena sejak kedatangan penumpang kami lah yang melayani paling awal," ujarnya ditemui di sela kesibukannya di Jalan Soekarno Hatta No.205, Kelurahan Situsaeur, Kecamatan Bojongloa Kidul, Kota Bandung, Jawa Barat. 

Terminal ini merupakan pintu masuk ke Kota Bandung dari arah barat. Terminal ini merupakan salah satu terminal induk di Kota Bandung selain Terminal Cicaheum yang berada di area timur Kota Bandung. Kompleks Terminal Leuwipanjang memiliki luas sekitar 4,5 hektar dan terdapat 19 shelter pemberangkatan yang mampu menampung sekitar 100 bus pada kondisi statis, sedangkan pada saat dinamis atau pergerakan sekitar 500-600 bus selama 24 jam.

Terminal ini menyediakan pelayanan transportasi angkutan kota, bus kota, angkutan antarkota dalam provinsi (AKDP) ke Jawa Barat bagian barat, seperti Cianjur, Sukabumi, Bogor, Purwakarta, Karawang dan Bekasi, serta angkutan antarkota antarprovinsi (AKAP) menuju Jakarta, Banten dan Sumatera.

Porter, menurut dia, merupakan kunci kesuksesan angkutan umum khususnya bus menjadi salah satu alat transportasi massal yang pelayanannya masuk kategori ramah. 

Karsiwan tak berniat jumawa, hanya saja menurutnya hal itu bisa dipertanggungjawabkan dengan adanya intruksi dari kepala stasiun, serta program yang telah disiapkan oleh pengelola Terminal Leuwi Panjang terutama di bidang pelayanan. "Ya sangat setuju, karena yang menghadapi penumpang pertama kali itu ya kita, jadi kalau ada sebutan untuk itu saya secara pribadi setuju banget. Karena kita pertama, kuncinya ada di kita, ujar pak karsiwan.

Apa yang dilakukan bersama rekan porter lainnya tak bisa dianggap sepele. Tanggungjawabnya sebagai porter, kata dia, termasuk besar. Kepada saya saat di wawancarai, pria asal Bandung, Jawa Barat itu menjelaskan tugas pokok pekerjaannya. Tugas paling pokok seorang porter, lanjut dia, hanya melayani. Namun, arti kata melayani bagi seorang porter cukup luas maknanya.

Pertama, sambung dia, seorang porter harus memiliki watak ramah dan sopan santun. Ketika, penumpang datang, seorang porter mesti sigap menghadang penumpang, apabila penumpang ingin barangnya dibawakan. Tidak sampai di situ, terkadang porter juga mesti harus mengarahkan ke mana penumpang tersebut akan pergi. 

"Saya itu cuma meladeni, mengarahkan, jangan sampai salah bus, jangan salah jurusan, jangan salah, pintu masuk, dan tempat duduk. Pokoknya jangan sampai tertukar, jadi saya nganter dari depan sampai ke duduk kursi, sampai nyaman, karena kita juga takut salah," ujarnya.

Kendati tak memiliki penghasilan yang tak menentu, pendapatan yang hari ini tetap ia syukuri. Pasalnya, ia membandingkan saat Covid-19 melanda. Profesi porter pun, kata dia, sangat terimbas atas kejadian tersebut. Ia mengaku sangat terganggu, bahkan, sempat tak memiliki penghasilan selama empat bulan. "Saya stres, terdampak banget, kadang hanya dapet buat rokok saja. Masa saya harus minta ke orang tua, jadi para porter itu kena imbasnya,

Pak karsiwan juga juga mengungkapkan suka duka menjadi seorang porter. Sukanya, kata, para penumpang kerap memberikan makanan yang enak dan uang tip Sedangkan dukanya akan terasa ketika sedang mengalami sakit tapi para penumpang meminta dibawakan barangnya. "Ada, dukanya kalau sedang sakit belum ada pelanggan yang meminta di bawakan barangnya, jadi uang pas-pasan, ada sedikit dukanya, tapi gimana lagi," terang dia.

"Mudah-mudahan alat transportasi bus itu ramai penumpangnya jadi ada dampak ke kitanya juga kalau penumpang ramai," pungkasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun