Mohon tunggu...
Fradj Ledjab
Fradj Ledjab Mohon Tunggu... Guru - Peziarah

Coretan Dinding Sang Peziarah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lembata, Jaket Merah Itu Telah Memerah

22 Mei 2021   15:18 Diperbarui: 22 Mei 2021   17:38 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masa aksi demontrasi di kantor DPRD Kabupaten Lembata, 20 Mei 2021 (foto: expontt.com)

Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2021 menjadi momentum tepat bangkitnya demokrasi partisipatif rakyat Lembata yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bersatu Lembata (ARBL) untuk menduduki 'Oring'Peten Ina, Gedung DPRD Kabupaten Lembata, rumah rakyat tempat para wakilnya (25 ADPRD) 'berkontemplasi'untuk memahami lalu kemudian meretas jalan demi memperjuangkan nasib rakyat yang adalah tuannya sendiri. 

Pada ' Oring' ini ARBL menyampaikan aspirasi, kegelisahan, harapan, untuk Lembata lebih baik.  Tentu ada sebab yang melatarbelakangi gerakan ini yang dalam istilah dikenal dengan hukum Causa, ada sebab maka ada akibatnya dan itu tepat. 

Dinamika politik pemerintahan di Lembata bisa jadi mengalami disorientasi terutama pada kinerja dua lembaga baik eksekutif maupun legislatif yang adalah mitra rakyat hal mana menjadi substansi dan akar masalah yang disorot dalam aksi tersebut. Maka masa aksi pun ramai-ramai berteriak, 'Bupati Lembata GATAL (Gagal Total), DPRD dan Wabup Bungkam!. 

Orasi, teriakan, yel-yel tersebut begitu jelas terdengar dan terlihat di media sosial. Akan tetapi aspirasi ARBL yang mengatasnamakan rakyat Lembata ini nyaris tidak terdengar langsung oleh semua ADPRD Lembata karena hanya ada 4 ADPRD yang ada di 'Oring'. 

Hal terakhir ini yang menyulut kekecewaan masa aksi yang sangat ingin agar semua ADPRD ada dan bisa berdiskusi bersama secara damai dan solutif, menemukan solusi bersama demi rakyat. Lebih mengecewakan lagi karena tidak ada satupun organ pimpinan ADPRD yang berada di 'Oring' pada hal itu merupakan hari kerja aktif.

Aksi 20 Mei 2021 menjadi amplifikasi dari puncak kekecewaan rakyat akan bungkamnya para wakil terhadap berbagai persoalan yang sudah menjadi rahasia umum di Lembata, misalnya saja kasus Awololong, hibah tanah di Merdeka, mangkraknya kantor camat Buyasuri, pembangunan infrastruktur di Lembata yang jalan di tempat bahkan jalan mundur, dan banyak lagi persoalan lain. 

Terakhir dan ini yang paling meresahkan adalah 'hilangnya Nahkoda kapal'kabupaten Lembata. Bupati Lembata 'hilang' dari Lembata berhari-hari, berminggu-minggu, dan sudah hampir masuk kategori berbulan-bulan walau telah dikonfirmasi oleh sekda Lembata bahwa sang nahkoda sedang perjalanan dinas. 

Saya jadi ingat cerita teman, seorang anggota TNI AL yang menjadi salah satu anggota pasukan elitenya AL (KOPASKA). Dia bilang, jika pada saat sedang berpiket di pos jaga dan dengan sengaja meninggalkan pos jaga tersebut maka sama saja dengan anda meninggalkan perang. Meninggalkan perang berarti menjadi pengkhianat, mengkhianati kesatuan dan itu berarti juga mengkhianati NKRI. 

Labelnya adalah penjahat perang. Apakah akan sama dengan itu penilaian terhadap Yance Sunur? sebagai pengkhianat? atau penjahat? 

Rakyat Lembata sendirilah yang menilainya karena saya sedikitpun tidak bermaksud untuk menjustifikasi seorang Yance Sunur, bupati Lembata yang menjadi bupati karena dipilih dan dicintai oleh rakyat Lembata. 

Bungkamnya wakil rakyat yang tertuang dalam orasi dan poster-poster aksi itu menjadi konfirmasi logis dari kegalauan dan penderitaan masyarakat akan situasi Lembata akhir-akhir ini yang semakin 'tidak terurus' pasca erupsi Lewotolok dan hantaman banjir bandang. Rakyat sedang dirundung duka, menangis dan kita hanya diam? 

Fenomena bungkam ADPRD telah dianggap sebagai kebungkaman dan ketakutan yang terorganisir dan sistematis. Kenapa? DPRD adalah sebuah organisasi yang sistematis dari, oleh, dan untuk rakyat. 

Rakyat tentu bertanya, masa dari sekian banyak ADPRD Lembata tidak ada yang berani buka suara? Kalaupun ada yang buka suara dianggap sebagai pencitraan dan pecundang. Ini yang bikin Lembata tidak maju-maju. 

Rupanya diam, bungkam adalah sebuah kendaraan melewati jalan sepi nan aman demi memuluskan karier politik masa datang. Prinsipnya nyaman di zona nyaman, sudah dikuasai oleh nasib dan sulit untuk mengubahnya. Inilah aliran fatalisme yang akibatnya fatal!.

Di media ini (kompasiana.com edisi 8 Mei 2021) saya pernah menulis tentang Jokowi dan Jaket Merah yang 'dititip' di Lembata.  Jaket Merah itu adalah simbol keberanian. Jaket merah itu sudah ada dipundak orang Lembata. 

Jokowi sendiri memakaikan jaket merah itu dan itu berarti pula mengenakan keberanian kepada diri orang Lembata untuk bangkit melawan kekuasaan yang otoriter dan membelenggu rakyat. Bangkit melawan ketidakberesan yang mengangkangi rakyat Lembata. Bangkit untuk melucuti politik abu-abu yang 'maju mundur cantik'. Bangkit untuk memenangkan rakyat. 

Aksi ARBL mestinya dipandang sebagai sebuah gerakan positip dalam berdemokrasi sebagai vox populi, vox dei. Aksi ini sebagai bentuk kecintaan rakyat terhadap para wakilnya untuk kembali menyadari panggilannya sebagai pelayan rakyat sekaligus sebagai dewan terhormat. Rakyat bersuara menyampaikan aspirasi untuk ditindaklanjuti oleh para wakilnya.

Inilah dinamika politik demokrasi. Maka sudah sepantasnya ADPRD Lembata patut berterima kasih dengan adanya aksi ini, agar segeralah bangun kembali dari tidur panjang di 'Oring' karena ada rakyat yang mendukung dan ada bersama sebagai patner politik. 

Aksi ini bukan karena benci tapi karena cinta. Terlepas dari 'keseleo'lidah yang menyerang secara personal ADPRD tertentu tetaplah hukum menjadi junjungan tertinggi sebagai negara hukum. Berani berbuat, berani bertanggung jawab, dan pihak yang merasa dirugikan silahkan menempuh jalur hukum sekaligus sebagai proses pembelajaran bagi siapa saja pengguna media. 

Hal terakhir ini tentu tidak mengaburkan substansi aksi perjuangan orang-orang muda Lembata. Satu saja niatnya yang tertulis di poster ARBL, 'Ut Omnes Unum Sint'(supaya mereka semua menjadi satu) yang sejalan dengan filosofi diri orang Lembata, 'Kaan Oneket Tou'. (Fradj)

1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun