Ketika Mutasi Datang: Perjalanan Baru yang Tak Terduga
Mutasi adalah salah satu bagian tak terhindarkan dari kehidupan sebagai seorang aparatur sipil negara, termasuk seorang guru. Namun, meskipun mutasi dianggap sebagai hal yang lumrah dalam sistem, tidak berarti perasaan yang muncul saat menghadapinya menjadi mudah untuk dihadapi. Bagi saya, seorang guru Bahasa Indonesia yang telah mengabdikan diri selama 21 tahun di sebuah sekolah negeri di Jakarta, keputusan mutasi yang datang pada bulan April 2024 menjadi salah satu momen paling sulit dalam perjalanan karier saya.
Perasaan Terbuang dan Tersingkirkan
Ketika saya pertama kali menerima kabar bahwa saya akan dimutasi ke sekolah negeri lain di Jakarta, perasaan campur aduk langsung memenuhi pikiran saya. Ada rasa tidak percaya, diikuti dengan kesedihan yang mendalam. Saya merasa seperti terbuang, tersingkirkan dari tempat di mana saya telah mengabdikan sebagian besar hidup saya.
Di sekolah sebelumnya, saya bukan sekadar seorang guru. Saya merasa menjadi bagian penting dari perkembangan sekolah, terutama dalam bidang literasi. Saya terlibat aktif dalam pengembangan majalah sekolah, sebuah medium yang bukan hanya menyuarakan aspirasi siswa, tetapi juga menjadi alat untuk mendorong budaya membaca dan menulis di kalangan generasi muda. Kontribusi saya di sana bukanlah sesuatu yang kecil, melainkan bagian dari identitas saya sebagai pendidik.
Namun, dalam sekejap, semua itu terasa seperti tidak dihargai. Keputusan mutasi ini seolah memaksa saya untuk meninggalkan warisan yang telah saya bangun selama bertahun-tahun, untuk memulai semuanya dari nol di tempat yang baru. Lebih menyakitkan lagi, sebagai seorang guru penggerak, saya pernah percaya bahwa posisi saya seharusnya lebih stabil. Kenyataannya, mutasi tetap terjadi, melunturkan harapan saya terhadap prinsip yang semula saya percayai.
Kehilangan Kesempatan yang Berharga
Tidak hanya perasaan kehilangan itu yang membebani hati saya, tetapi juga kesempatan-kesempatan yang kini terasa melayang jauh dari jangkauan saya. Sebelumnya, saya telah memiliki kesempatan untuk belajar manajemen sebagai wakil kepala sekolah, sebuah pengalaman berharga yang dapat menjadi modal besar untuk pengembangan karier saya ke depan. Namun, mutasi ini membuat saya kehilangan peluang tersebut. Rasa kecewa tentu muncul, karena peluang seperti itu tidak datang dua kali.
Di sekolah baru, saya menghadapi tantangan untuk kembali memulai dari awal. Di tempat baru ini, saya belum mengenal lingkungan, budaya, dan komunitasnya. Di sini, saya bukan lagi "seseorang yang dikenal", melainkan hanya seorang guru baru yang perlu membuktikan dirinya kembali. Perasaan ini menambah beban di hati saya.
Mencari Arti di Balik Mutasi
Namun, di tengah kekecewaan dan rasa kehilangan yang saya rasakan, saya menyadari bahwa mutasi ini, meskipun terasa pahit, adalah bagian dari perjalanan hidup yang tidak sepenuhnya bisa saya kendalikan. Mungkin, ada makna yang lebih besar di balik keputusan ini yang belum mampu saya pahami sepenuhnya saat ini.