Mohon tunggu...
Fauzan Ramadhan
Fauzan Ramadhan Mohon Tunggu... -

semakin ditekan semakin berontak. semakin bebas, semakin kreatif.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Polemik KPK-Polri, Mas Joko Berani Nggak?

27 Januari 2015   15:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:17 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden Jokowi melempar bola panas dengan mencantumkan Budi Gunawan sebagai calon tunggal kepala kepolisian republik ini. Padahal, lembaga pemberantasan korupsi KPK sebelumnya telah mewanti-wanti dengan memberikan rapor merah atas nama BG. Akan tetapi Presiden tak bergeming, BG pun melanjutkan proses dengan mengikuti fit and proper test di DPR. Proses itu pun dilaluinya dengan cukup hebat, karena berhasil mempersatukan DPR yang kita ketahui belakangan ini terpecah belah. Ya! DPR sepakat BG clear. Ini segera direspon oleh KPK dengan menetapkan BG sebagai tersangka kasus gratifikasi dan rekening gendut.

Pasca penetapan BG menjadi tersangka dan seiring desakan dari berbagai pihak, presiden pun memilih untuk menunda pelantikan BG. Mengherankan memang melihat pada kebiasaan yang dilakukan presiden sebelumnya dalam menyeleksi menteri maupun kepala instansi pemerintahan selalu melibatkan KPK dan PPATK, tapi tidak pada BG. Jadi, keputusan untuk menunda pelantikan BG adalah hal yang wajar. Selanjutnya presiden mengangkat Wakapolri Badrodin Haiti sebagai Pelaksana Tugas Kapolri. Sebuah langkah yang menuai kritik terutama dari para pakar hukum karena dianggap tidak sesuai dengan hukum.

BG gusar, ia melaporkan balik KPK dan mengajukan praperadilan atas kasusnya. Aroma konflik pun mulai tercium. Mulai dari penyebaran foto mesra pimpinan KPK Abraham Samad dengan seorang wanita, laporan pelanggaran kode etik KPK oleh politisi PDIP terhadap AS, penangkapan BW yang menghebohkan Jumat Keramat, pelaporan terhadap pimpinan KPK lainnya Adnan Pandu Praja, hingga laporan terhadap AS atas tuduhan pencucian uang oleh LSM KPK Watch.

KPK seakan dilucuti satu persatu. Sangkaan mungkin belum tentu benar, namun ini jelas adalah sebuah upaya untuk melemahkan KPK dengan kriminalisasi terhadap para pimpinannya. Sebuah pembunuhan karakter dan momen yang dipakai orang atau kelompok tertentu untuk menarik perhatian publik. Bahkan sejak kasus BW menyeruak, Presiden membentuk tim independen yang ditugaskan khusus memantau konflik antara KPK dan Polri.

Kita tentu menolak impunitas bahkan sekalipun itu untuk seseorang yang berlabel petinggi lembaga pemberantasan korupsi. Akan tetapi, jika melihat alurnya kita tentu dapat membaca bahwa ini adalah nyata untuk melemahkan KPK. Jika para pimpinan KPK satu demi satu dijadikan tersangka, maka menurut undang-undang yang ada ia harus diberhentikan sementara. Kalau sudah begitu, maka yang terjadi adalah kasus-kasus korupsi yang sedang berjalan akan terbengkalai karena pengambilan keputusan harus berdasarkan forum. Hukum tentu harus berjalan sesuai koridornya, namun saya tidak sependapat jika presiden tidak boleh melakukan intervensi karena justru di keadaan seperti ini kita membutuhkan problem solver yang dapat menyikapi ini dengan pertimbangan-pertimbangan matang. Tak boleh ada impunitas untuk KPK, jangan biarkan Polri dimanfaat orang atau kelompok tertentu untuk melemahkan KPK. Dan jangan pula tim independen yang sudah dibentuk justru memperkeruh suasana karena melakukan intervensi yang dapat menghambat proses hukum.

Kita tentu menghendaki KPK yang tak pandang bulu, dan juga Polri yang bersih. Kini kita tunggu ketegasan dan komitmen Presiden Jokowi dalam memberantas korupsi sebagaimana janjinya semasa kampanye dahulu. Meminjam istilah yang digunakan oleh LSM Kontras, kita pun wajib menantang presiden dengan kalimat, “Mas Joko Berani Nggak?”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun