Ternyata tidak semua dari kita dapat minum air yang layak. Saya merasa terkejut ketika pertama kali mendengar ini dari atasan saya pada hari pertama kerja bahwa air yang selama ini kita minum dari merek terkenal, tidak sepenuhnya bebas dari kandungan zat asing. Menurut WHO, TDS maksimal yang direkomendasikan untuk dapat diminum adalah 300 ppm ke bawah, sedangkan standar yang ditetapkan oleh Kemenkes adalah 500 ppm atau 500 mg/liter.
Saya pun melakukan percobaan dengan TDS meter untuk membandingkan air hasil filtrasi RO dengan air kemasan merek terkenal lainnya, sebut saja "Botol Biru". Hasilnya sangat mengejutkan! Air minum dalam "Botol Biru" memiliki kadar TDS 10 kali lipat lebih banyak dari air yang dihasilkan oleh proses pemfilteran Reverse Osmosis. Hasil TDS Botol Biru menunjukkan angka 125 ppm, sedangkan hasil dari RO menunjukkan 11 ppm. Memang, air tersebut masih memenuhi standar dari WHO maupun Kemenkes tetapi bila diberi pilihan air mana yang akan anda pilih untuk minum? Pasti air dengan kadar TDS yang rendah bukan?
Hal tersebut mendorong saya untuk melakukan riset lebih lanjut terhadap penggunaan air bersih. Ternyata, sebagian besar penduduk di berbagai daerah, khususnya di negara berkembang, masih menghadapi tantangan dalam mendapatkan akses ke air minum yang layak dan bersih.
Pentingnya air bersih sebagai kebutuhan pokok manusia seharusnya tidak diabaikan. Sayangnya, kenyataannya masih banyak masyarakat yang harus berjuang untuk memperoleh air minum yang aman. Beberapa faktor yang memengaruhi akses terhadap air bersih meliputi lokasi geografis, infrastruktur yang terbatas, serta masalah ekonomi.
Lokasi geografis seringkali menjadi hambatan utama, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil atau terdampak bencana alam. Fasilitas infrastruktur yang terbatas, seperti sumur dangkal atau sumber air yang tercemar, juga menjadi kendala serius.
Permasalahan ekonomi memperumit situasi ini. Sebagian besar masyarakat yang mengalami kesulitan dalam memperoleh air bersih juga berada dalam kondisi ekonomi rendah. Hal ini menunjukkan bahwa akses terhadap air bersih tidak hanya masalah teknis atau geografis, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi.
Situasi ini menunjukkan perlunya peningkatan upaya untuk memastikan bahwa setiap individu, terutama di daerah-daerah terpencil, memiliki akses mudah dan terjangkau ke air bersih. Dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah, lembaga non-profit, dan sektor swasta untuk merancang solusi yang berkelanjutan dan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat.
Selain itu, penting juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan sumber air, serta memahami cara pengelolaan air yang berkelanjutan. Kampanye edukasi dan sosialisasi dapat memainkan peran kunci dalam mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat terkait penggunaan air bersih.
Salah satu inovasi teknologi yang berperan besar dalam memastikan ketersediaan air minum yang bersih dan layak adalah teknologi Reverse Osmosis (RO). Teknologi ini telah membuka peluang besar dalam dunia bisnis, khususnya dalam penyediaan air minum bersih.
Teknologi Reverse Osmosis bekerja dengan menggunakan membran semi-permeabel untuk menyaring zat-zat terlarut, bakteri, dan partikel lainnya dari air. Proses ini efektif menghasilkan air yang bebas dari kontaminasi dan kotoran, menjadikannya metode yang sangat efisien dalam meningkatkan kualitas air minum.
Mendengar tentang dampak positif teknologi RO dalam menyediakan air minum yang layak bagi masyarakat, saya merasa terdorong untuk terjun lebih dalam ke dunia bisnis Reverse Osmosis. Teknologi ini tidak hanya memberikan solusi nyata terhadap masalah ketersediaan air bersih, tetapi juga menawarkan peluang bisnis yang signifikan.