Pemimpin yang open minded
Keterbukaan pikiran adalah kualitas penting yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Al-Ghazali menekankan pentingnya pemimpin untuk tidak tertutup pada satu perspektif saja. "Ketika engkau menjadi pemangku kekuasaan, posisikanlah dirimu sebagai rakyat yang terdampak pada kebijakan yang kau buat!" pesan Al-Ghazali.
Kisah Nabi Daud As. menjadi contoh nyata dari hal ini. Nabi Daud sering menyamar dan berkeliling untuk bertanya kepada rakyatnya tentang kepemimpinannya. Suatu kali, seorang rakyatnya berkata bahwa Nabi Daud adalah hamba yang saleh, tetapi hidupnya bergantung pada baitul-mal (harta negara), bukan dari hasil kerja kerasnya sendiri.
Mendengar hal ini, Nabi Daud pun merasa tersentuh dan segera memohon kepada Tuhan untuk memberinya keahlian dalam bekerja. Tuhannya mengabulkan doa tersebut dan mengajarinya membuat baju zirah, yang kemudian menjadi sumber penghidupannya.
Tidak menganggap sepele keluh-kesah orang kecil
Seorang pemimpin yang baik tidak boleh mengabaikan keluh-kesah rakyat kecil. Kisah Umar bin Abdul Aziz memberikan pelajaran tentang betapa pentingnya mendengarkan rakyat, bahkan di saat pemimpin sedang lelah.
Suatu hari, Umar bin Abdul Aziz tengah beristirahat setelah seharian bekerja melayani rakyat. Namun, putranya datang dan mengingatkan, “Apa yang membuatmu merasa aman jika engkau mati sekarang, sementara di balik pintumu masih ada orang-orang yang menunggumu untuk mendapatkan haknya?” Mendengar hal itu, Umar segera bangkit dan kembali melayani rakyatnya.
Berusaha mencintai dan dicintai rakyat
Kriteria lain dari pemimpin ideal adalah mereka yang sungguh-sungguh berusaha untuk dicintai dan diridhai oleh rakyatnya. Walaupun dalam karya lainnya, *Ihya Ulumiddin*, Al-Ghazali menyebutkan bahwa “ridho manusia adalah puncak yang tak mungkin digapai,” namun tetap penting bagi seorang pemimpin untuk meraih kepercayaan mayoritas rakyat demi stabilitas pemerintahan.
Namun, Al-Ghazali juga memperingatkan bahwa seorang pemimpin tidak boleh menghalalkan segala cara untuk mendapatkan simpati rakyat, termasuk melakukan hal-hal yang menyalahi aturan negara dan agama yang diyakini. Seorang pemimpin harus tetap berpegang pada prinsip dan nilai moral yang benar.
Demikianlah, nasihat-nasihat Al-Ghazali memberikan kita panduan yang jelas dalam memilih pemimpin yang ideal. Pemimpin yang tak hanya bijak, tetapi juga berempati dan mampu menegakkan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Mari kita manfaatkan pesta demokrasi ini dengan bijak, memilih pemimpin yang benar-benar layak, bukan sekadar berdasarkan popularitas atau janji manis semata. Sebab, masa depan negeri ini ada di tangan pemimpin yang kita pilih.(*)