Mohon tunggu...
Baret Mega Lanang
Baret Mega Lanang Mohon Tunggu... Seniman - Penulis

Bagai Empu Prapanca yang menulis Negarakertagama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rangkuman | Bahayanya: Mahar Politik dalam Pilkada di Indonesia (Part-5)

9 Juni 2024   17:40 Diperbarui: 9 Juni 2024   17:40 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar Hariansiber 

Oleh : Baret Mega Lanang 

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia selalu menjadi ajang penting dan strategis dalam menentukan pemimpin daerah yang akan membawa perubahan dan kemajuan. Namun, fenomena politik saat ini, yang dapat dijadikan alat transaksi jabatan, menimbulkan kekhawatiran besar. Dengan banyaknya partai politik di Indonesia, peraturan internal yang mengharuskan calon pemimpin daerah untuk mendapatkan rekomendasi dari pimpinan teratas partai membuka peluang bagi terjadinya politik mahar.

Negara Indonesia, yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, adalah negara demokrasi dengan prinsip kedaulatan rakyat. Dalam demokrasi, setiap warga negara berhak untuk menyatakan pendapat dan ikut serta dalam proses politik, termasuk memilih dan dipilih. Namun, salah satu praktik yang menciderai prinsip demokrasi ini adalah politik mahar. Praktik ini bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak esensi demokrasi itu sendiri.

Pengertian Mahar Politik

Mahar politik adalah istilah yang merujuk pada pemberian sejumlah uang atau imbalan lainnya oleh calon pemimpin kepada partai politik agar dicalonkan dalam pemilihan. Dalam konteks ini, mahar bukanlah maskawin dalam pernikahan, tetapi lebih mirip dengan suap yang diberikan untuk memperoleh dukungan politik. Mahar politik mencakup pembayaran kepada partai politik untuk mendapatkan "kendaraan politik" dalam pemilihan umum atau pilkada. Ini dilakukan baik oleh calon yang berasal dari internal partai maupun eksternal.

Secara gamblangnya Politik mahar, yaitu ketika bakal calon pemimpin daerah (Bacalon) harus memberikan sejumlah uang kepada partai untuk mendapatkan dukungan dan rekomendasi, hal ini telah menjadi isu serius yang diduga banyak terjadi. Praktik ini berpotensi merusak kualitas kepemimpinan dan demokrasi di Indonesia.

Regulasi Mahar Politik

Di Indonesia, praktik politik mahar diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang perubahan ketiga atas undang-undang nomor 1 tahun 2015, serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dengan tegas melarang partai politik menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan. Namun, meski regulasi sudah ada, pembuktiannya di lapangan sering kali sulit dilakukan karena transaksi ini biasanya dilakukan secara tertutup dan rahasia.

Kondisi di atas merupakan permasalahan Negara yang benar terjadi dan menjadi salah satu ancaman bagi jalannya demokrasi yang baik walaupun peraturan perundang-undangan mengenai mahar politik ini sudah ada namun masih sangat lemah terbuktinya masih banyak kasus mahar politik yang terjadi namun tidak satupun yang dapat dibuktikan oleh petugas penegak hukum. Kemudian menjadi penting untuk dianalisis lebih lanjut ditinjau dari Hukum Islam (dalam Perspektif Fikih Siyasah)

Mahar Politik dalam Perspektif Fikih Siyasah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun