Faktor Penyebab Politik Mahar di Indonesia
Politik mahar merupakan fenomena yang merusak tatanan demokrasi di Indonesia. Praktik ini tidak hanya menurunkan kualitas kepemimpinan, tetapi juga meningkatkan korupsi dan menciptakan ketidakadilan dalam proses politik. Untuk memahami mengapa politik mahar terus terjadi, penting untuk mengeksplorasi faktor-faktor penyebab yang melatarbelakanginya. Beberapa faktor utama termasuk peraturan internal partai, sistem pembiayaan politik yang tidak transparan, dan budaya politik transaksional.
Peraturan Internal Partai
Salah satu faktor utama yang menyebabkan politik mahar adalah peraturan internal partai politik. Banyak partai politik di Indonesia memiliki peraturan yang mengharuskan bakal calon (Bacalon) mendapatkan rekomendasi dari pimpinan teratas partai. Proses mendapatkan rekomendasi dimungkinkan ini sering kali disertai dengan biaya yang tidak sedikit, meskipun dalam bentuk administrasi sekecil nilai materai.
Peraturan ini membuka celah bagi praktik politik mahar karena calon yang ingin mendapatkan dukungan partai harus bersedia membayar sejumlah uang. Biaya ini bisa berupa dana untuk administrasi, sumbangan kepada partai, atau bahkan pembayaran langsung kepada pimpinan partai. Hal ini menciptakan beban finansial yang besar bagi calon dan membuat mereka lebih cenderung terlibat dalam praktik-praktik korupsi untuk mengembalikan dana yang telah dikeluarkan.
Sistem Pembiayaan Politik yang Tidak Transparan
Faktor kedua adalah sistem pembiayaan politik yang tidak transparan. Kurangnya transparansi dalam sistem pembiayaan politik di Indonesia mendorong praktik politik mahar. Tidak adanya mekanisme pengawasan yang efektif membuat praktik ini sulit terdeteksi dan dihentikan.
Calon-calon yang ingin maju dalam pemilihan harus mengeluarkan biaya yang besar untuk kampanye, yang sering kali tidak dilaporkan secara transparan. Hal ini menciptakan lingkungan di mana dana gelap dapat dengan mudah digunakan untuk mendapatkan dukungan politik. Selain itu, partai politik juga tidak diwajibkan untuk melaporkan secara rinci sumber dana mereka, sehingga membuat pengawasan menjadi lebih sulit.
Budaya Politik Transaksional
Budaya politik di Indonesia yang seakan cenderung transaksional memperkuat praktik politik mahar. Politik sering kali dipandang sebagai sarana untuk memperoleh keuntungan pribadi, sehingga transaksi finansial menjadi bagian yang diterima dalam proses politik. Budaya ini membuat para politikus dan partai politik lebih fokus pada keuntungan jangka pendek daripada kepentingan jangka panjang bagi masyarakat.
Budaya transaksional ini tercermin dalam berbagai aspek kehidupan politik. Misalnya, kandidat yang ingin mendapatkan dukungan partai harus memberikan "mahar" sebagai imbalan. Selain itu, pemilih juga sering kali diberikan uang atau barang untuk mempengaruhi suara mereka. Praktik ini memperkuat siklus politik uang yang sulit diputus.
Kesimpulan
Politik mahar di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk peraturan internal partai, sistem pembiayaan politik yang tidak transparan, dan budaya politik transaksional. Ketiga faktor ini saling berkaitan dan memperkuat satu sama lain, menciptakan lingkungan yang kondusif bagi praktik politik mahar.
Untuk mengatasi masalah ini, perlu adanya reformasi menyeluruh dalam sistem politik dan pembiayaan politik di Indonesia. Partai politik harus menerapkan peraturan yang lebih transparan dan adil dalam proses pencalonan. Selain itu, diperlukan mekanisme pengawasan yang efektif untuk memastikan transparansi dalam pembiayaan politik. Terakhir, perubahan budaya politik yang lebih mengedepankan kepentingan publik daripada keuntungan pribadi harus didorong melalui pendidikan politik yang berkelanjutan dan partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan praktik politik mahar dapat diminimalisir, dan demokrasi yang lebih bersih dan adil dapat terwujud di Indonesia. Hanya dengan demikian, rakyat Indonesia dapat benar-benar merasakan manfaat dari sistem politik yang berfungsi untuk kepentingan mereka, bukan untuk kepentingan segelintir elit politik.(*)
Penulis berusaha mengkaji lebih dalam praktik mahar politik di Indonesia dengan mengacu pada berbagai referensi. Meskipun penulis hanya memiliki latar belakang pendidikan SMA, namun dengan bantuan literatur yang komprehensif, diharapkan artikel ini dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam memahami dan mencari solusi terhadap fenomena(red) mahar politik yang kompleks ini.(*)
---
*Artikel ini mencoba mengungkap bahaya politik mahar yang diduga marak terjadi, yang berpotensi merusak proses demokrasi dan kualitas kepemimpinan di berbagai daerah di Indonesia.*
Oleh : Baret M. LanangÂ
Refresi:
Assidiqie, Jimly. Hukum Tata Negara Dan Pilar-Pilar Demokrasi, Jakarta: Konstitusi Press, 2017. Ernita, dkk.Â
A Gau Kadir. "Dinamika Partai Politik di Indonesia",. Sosiohumaniora, Vol. 7 No.2 (2014).
Ahmad Jurin Harahap. "Risywah dalam Perspektif Hadis",. Jurnal Ilmu Hadis, Vol. 2, No. 2 (2018).
Praktik Mahar Politik Dalam Partai Politik Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 dan Kajian Fiqih SiyasahÂ
Da Farida. Mahar Politik Dalam Pandangaaan Politik Hukum Di Indonesia". Galuh Justisi, Vol.7 No.1. (2019).
Feri Amsari, "Menjerakan Pelaku "Uang Mahar Pemilu". Jurnal Anti Korupsi Integritas,: Vol. 5 No.1, (2019).
Ibadurrahman,  "Implementasi  dan  Dampak  Politik  Transaksional (Mahar Politik) Dalam Pilkada Terhadap Pembangunan Daerah". Lex Renaisan N
o. 4 Vol. 4, (2021).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI