Mohon tunggu...
Panji Hadisoemarto
Panji Hadisoemarto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Nama saya Panji. Lahir di Bandung tahun 1979. Sedang belajar tentang kesehatan masyarakat global di Harvard University.\r\n\r\nhttp://panjifortuna.jimdo.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Awas, Tato ber-HIV dari Bali!

28 Desember 2011   11:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:39 1252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melalui mailing list Promed, saya mengetahui bahwa Dinas Kesehatan Australia Barat baru-baru ini mengeluarkan 'tattooing warning' (karena bukan 'travel warning', :p) untuk warganya yang ingin membuat tato di luar negeri agar berhati-hati dengan risiko tertular HIV. Sialnya, warning ini dikeluarkan karena seorang Australia diduga terinfeksi HIV setelah mendapatkan tato di pulau Bali!

Saya rasa kita semua sudah tahu kalau jarum tato memang bisa menjadi media penular virus HIV, tapi berita ini punya arti tersendiri. Pertama, berita ini penting karena Bali menjadi 'tertuduh' utama sebagai sumber penularan HIV di luar negeri dan,  kedua, ini adalah contoh nyata peranan Indonesia dalam kancah kesehatan global.

Saya rasa Anda semua akan setuju dengan saya jika saya katakan bahwa Bali adalah istimewa. Tradisinya istimewa, alamnya istimewa, masyarakatnya istimewa (semua dalam konotasi yang positif, tentunya) dan yang paling istimewa adalah: Bali adalah jendela informasi dunia tentang Indonesia. Betapa tidak, hampir tiga juta orang wisatawan mancanegara datang ke Bali setiap tahunnya, menjadikan Bali sebagai salah satu motor penting perekeonomian pariwisata Indonesia.

Pamor Bali boleh jadi adalah pamor Indonesia. Apa yang mencegah turis datang ke Bali, harus kita cegah.

Berita tato ber-HIV dari Bali pun ada kemungkinan bisa melukai industri pariwisata di Bali dan di Indonesia, setidaknya bagi para artis tato. Jadi bagaimana?

Yang paling utama, menurut saya, pemerintah harus bijaksana menanggapi berita ini. Bijaksana dalam kamus saya berarti: jangan defensif dan harus serius. Sikap defensif dalam hal ini akan percuma karena sudah menjadi rahasia global bahwa praktik pencegahan infeksi di negara berkembang, termasuk Indonesia, sangat buruk. Harus serius karena masalah ini tidak akan pergi begitu saja, harus benar-benar diurusi.

Menurut saya, pemerintah harus mengumumkan kepada dunia bahwa berita ini akan ditindaklanjuti dan praktik tato akan direview keamanannya. Jika memang ditemukan praktik tato yang tidak aman, praktik tersebut akan diubah menjadi aman, jika tidak bisa berubah maka akan ditutup. Saya kurang tahu, apakah dinas kesehatan setempat mengeluarkan semacam 'sertifikasi' untuk praktik tato yang aman? Jika tidak, mungkin ini bisa diupayakan dan dilakukan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Tentunya hal serupa harus dilakukan di seluruh Indonesia karena kita juga peduli kepada semua penggemar tato, turis maupun bukan. Kita tidak bisa mencegah orang memperoleh tato, tapi kita bisa mencegah orang terkena HIV.

Sebaliknya, para penggemar tato pun harus berhati-hati dalam menato.

Kedua, kejadian ini adalah bukti nyata peran penting Indonesia dalam kancah kesehatan global. Apa yang kita kerjakan, atau apa yang tidak kita kerjakan, bisa berdampak di tempat lain. Tusukan jarum yang tidak steril di Bali, menambah satu kasus HIV di Australia. Demikian juga dengan penyakit-penyakit lain, sebut saja influenza yang bisa menjadi pandemi, atau demam berdarah dengue yang memang sudah sering dilaporkan 'diimport' dari Indonesia di beberapa negara.

Keseriusan kita menangani berbagai masalah kesehatan di rumah kita penting bagi rakyat Indonesia, tapi juga penting bagi rakyat dunia.  Bukan hanya untuk 240 juta orang, tapi 7 miliar!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun