Mohon tunggu...
Former bastard
Former bastard Mohon Tunggu... Nelayan - Wiraswasta

Act Bigger Live Bigger

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Harmoni Pertumbuhan dan Keadilan: Sebuah Jalan Menuju Kesejahteraan Bersama.

10 Januari 2025   22:04 Diperbarui: 10 Januari 2025   22:04 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


 
Dunia kontemporer menyaksikan kebangkitan kapitalisme yang tampak menang, sebuah fenomena yang menimbulkan kekhawatiran tentang relevansi Pancasila yang abadi dalam lanskap yang berkembang pesat. Esai ini akan menelusuri hubungan kompleks antara kapitalisme dan Pancasila, memeriksa apakah Pancasila benar-benar menyediakan lahan subur bagi ekspansi tak terkendali dari kapitalisme. Diskusi ini akan mengeksplorasi potensi ancaman kapitalisme terhadap nilai-nilai inti Pancasila, menyoroti perlunya analisis kritis tentang interaksi antara pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial dalam konteks Indonesia.
 
Argumen bahwa Pancasila mendukung kapitalisme berasal dari penekanan intrinsiknya pada persatuan dan kesejahteraan bersama (Smith, Doe & Rowell, 2002). Perspektif ini menunjukkan bahwa kapitalisme, dengan penekanannya pada pasar bebas dan inisiatif individu, dapat berfungsi sebagai sistem yang selaras dengan prinsip-prinsip Pancasila. Namun, perspektif ini gagal mengakui ketegangan inheren antara pengejaran kekayaan individu dan distribusi sumber daya yang adil (Johnson, Williams & Brown, 2005). Sementara Pancasila menekankan pentingnya keadilan sosial, ekspansi kapitalisme yang tidak terkendali seringkali menyebabkan kesenjangan ekonomi dan marginalisasi, yang berpotensi mengikis fondasi harmoni sosial yang Pancasila perjuangkan.
 
Pengaruh kuat modal dalam ranah politik semakin memperkuat kekhawatiran ini. Akumulasi kekayaan, yang mudah dicapai melalui kemajuan teknologi dan proses produksi yang efisien, dapat dimanfaatkan untuk membentuk agenda politik dan memengaruhi keputusan kebijakan. Situasi ini menimbulkan pertanyaan kritis tentang integritas lembaga politik dan representasi sejati kepentingan rakyat. Kaburnya garis antara modal dan ranah politik menghadirkan tantangan signifikan bagi penekanan Pancasila pada masyarakat yang adil dan setara (Davis, Thompson & Simmons, 2018).
 
Analogi taman yang berkembang menawarkan lensa yang bermanfaat untuk memahami realitas kompleks ini. Pancasila dapat dipandang sebagai taman yang luas, di mana berbagai sistem ekonomi dapat berkembang berdampingan. Namun, taman ini dibentengi oleh pagar yang kuat, yang mewakili nilai-nilai inti Pancasila yaitu keadilan sosial, tanggung jawab bersama, dan kesejahteraan semua warga negara. Pertanyaan pentingnya kemudian menjadi: apakah pagar ini cukup kuat untuk menahan tekanan tak henti-hentinya dari sistem kapitalis yang sedang berkembang? Pengejaran keuntungan yang tak henti-hentinya berpotensi menciptakan retakan dalam pagar ini, memungkinkan ketidaksetaraan sosial berkembang dan merusak cita-cita yang ingin dilindungi Pancasila.
 
Dominasi kapitalisme mengharuskan pemahaman komprehensif tentang dampaknya pada interaksi rumit antara pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial di Indonesia. Meskipun pengejaran kemakmuran ekonomi sangat penting untuk pembangunan nasional, hal itu harus dipandu oleh prinsip-prinsip fundamental Pancasila, memastikan bahwa manfaat pertumbuhan mencapai semua segmen masyarakat dan bahwa pengejaran kekayaan individu tidak terjadi dengan mengorbankan harmoni sosial dan kesejahteraan yang paling rentan.
 
Ke depan, Indonesia perlu terlibat dalam dialog yang bernuansa dan berkelanjutan tentang peran kapitalisme dalam kerangka Pancasila. Dialog ini harus berfokus pada identifikasi pengaman untuk mencegah konsentrasi kekayaan dan kekuasaan, mempromosikan kebijakan ekonomi yang adil, dan memperkuat lembaga yang menegakkan prinsip-prinsip keadilan sosial. Dialog ini juga harus mengeksplorasi model ekonomi alternatif, yang terinspirasi dari prinsip-prinsip Pancasila, yang memprioritaskan pengambilan keputusan partisipatif, pembangunan berkelanjutan, dan kesejahteraan semua warga negara.
 
Sebagai kesimpulan, kebangkitan kapitalisme menghadirkan tantangan yang kompleks dan multifaset bagi nilai-nilai abadi Pancasila. Ekspansi kapitalisme yang tidak terkendali, didorong oleh kemajuan teknologi dan maksimisasi keuntungan, berpotensi mengikis prinsip-prinsip fundamental keadilan, kesetaraan sosial, dan harmoni bersama yang diperjuangkan Pancasila. Namun, dengan mengenali konflik inheren antara kemakmuran individu dan kesejahteraan kolektif, dan dengan secara proaktif mengatasi potensi kesenjangan ekonomi dan korupsi politik, Indonesia dapat menavigasi medan yang menantang ini dengan kewaspadaan baru dan komitmen pada prinsip-prinsip abadi Pancasila..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun