Pancasila saat ini ibarat berada di lorong sepi dan tak ada yang menyapa. Di luar lorong banyak yang membicarakan Pancasila namun dalam praktik kesehariannya tidak kelihatan.
Hal ini diungkapkan Gubernur Provinsi Jawa Timur Dr. (HC). Soekarwo, M. Hum., pada Seminar Nasional Kembali ke Pancasila di Mercure Grand Mirama Hotel, Surabaya, Senin (1/3/2016).
Soekarwo mengatakan, yang menyebabkan Pancasila kini sepi ialah disebabkan hiruk pikuk liberalisasi yang sudah masuk di Indonesia. Meskipun kini memasuki pasar bebas namun Indonesia jangan mengikuti semua konsep pasar bebas negara asing sebab Indonesia memiliki nilai-nilai kultur yang tidak bisa tergantikan.
“Kita harus waspada, terkadang sahabat bisa menusuk dari belakang. Oleh karena itu Pancasila adalah ramuan nilai-nilai kultural dan ideologis yang tidak bisa dibanding-bandingkan dan dibuang di lorong yang sepi,” kata Soekarwo.
Dalam seminar tersebut Soekarwo memaparkan Pancasila sebagai dasar pola pembanguan yang berkeadilan di Jawa Timur sesuai dengan Pancasila yang berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Soekarwo mengatakan, ketidakadilan inilah menimbulkan konflik sosial sehingga Jatimnomics lahir untuk memberikan solusi tentang ketidakadilan tersebut.
“36,57 persen penduduk di Provinsi Jawa Timur ialah petani, tapi yang dihasilkan hanya 13,75 persen. Di bidang industri 13,94 persen yang dihasilkan 29,27 persen. Hal ini ketidakadilan dan kemiskinan terdapat di kelompok petani,” ujar Soekarwo.
Soekarwo menyarankan agar para petani jangan menjual gabah kering panen namun harus gabah kering giling, jangan menjual pisang namun jadikan kripik pisang dulu kemudian baru dijual. Hal ini yang jarus dilakukan oleh para petani.
Menurut Soekarwo, sejak 2009 hingga 2015 peranan pertanian kita turun menerus. Hal ini juga disebabkan pembiayaan melalui bank tidak kompetitif. “Bank hanya memberikan kredit pertanian 2,29 persen. Dalam hal ini pemerintah harus bertindak, bank harus turun ke pertanian, suku bunga jangan terlalu tinggi terhadap petani,” imbuhnya.
Hal serupa juga dialami UMKM yang dimiliki orang-orang kecil. Bunga kredit bank lebih tinggi dari pada perusahaan. Perusahaan bunganya 14 persen sedangkan UMKM 19 persen. Dengan demikian 93 persen diberikan kepada orang yang besar bukan orang yang kecil sehingga ekspor kita turun menerus disebabkan suku bunga kredit bank yang tinggi bagi UMKM.
Dalam tantangan tersebut Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur mengeluarkan kebijakan pembangunan dengan tiga segmen. Pertama, segmen besar (fasilitas), Pemprov Jawa Timur menyediakan business forum dan memberikan jaminan kemudahan investasi (Goverment Guarantee) diantaranya listrik, pengadaan lahan, keamanan/demo buruh kondusif dan kemudahan perijinan/Perijinan Investasi Satu Pintu (PTSP).
Kedua, Segmen UMKM (Stimulasi), yaitu meliputi stimulus infrastruktur, masalah pembiayaan, mulai pembentukan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Koperasi Wanita (Kopwan), Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren), serta pembiayaan bunga kompetitif.
Ketiga, Segmen Miskin (Intervensi), Pemprov Jawa Timur membentuk Program Jalan Lain Menuju Kesejahteraan Rakyat (Jalin Kesra) mulai 2010 hingga 2013 serta Program Jalan Lain Menuju Mandiri dan Sejahtera (Jalin Matra) yang dimulai 2015.
“Melalui program Jatimnomics, pertumbuhan ekonomi mulai 2011 meranjak naik hingga sekarang surplus tumbuh 328,08 persen. Tahun 2015 Provinsi Jawa Timur surplus 99,831 triliun,” ungkap Soekarwo.
Soekarwo juga mengungkapkan, Pemprov Jawa Timur akan membangun perwakilan dagang di luar negeri. ”Di tahun 2016 Pemprov Jawa Timur bekerjasama South East Asia Business Center (SBC) akan membangun Jatim Mart di Singapore, semua produk UMKM Jawa Timur akan menjadi etalase di Singapura,” tutup Soekarwo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H