Mohon tunggu...
FORMADIKSI UNRI
FORMADIKSI UNRI Mohon Tunggu... Administrasi - Organisasi Mahasiswa Bidikmisi

Akun resmi Forum Mahasiswa Bidikmisi Universitas Riau, dikelola oleh bidang Minat Bakat dan Kesenian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayah Inspirasi Hidupku

28 November 2018   13:57 Diperbarui: 28 November 2018   14:12 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di keheningan malam, ku renungkan sebuah perjuangan seorang laki-laki yang sangat aku rindukan, laki-laki yang karenanya aku hadir di dunia ini. Dari jarak yang terbentang, kubayangkan wajah lelah dan keringat yang selalu ia teteskan ketika memperjuangkan segala kebutuhan, cita-cita dan juga impian untukku.

Dia masih bisa tersenyum dan tertawa saat aku mengatakan aku begitu merindukannya. Padahal aku tahu, saat melepaskan aku pergi merantau pun, ia lah yang paling berat melepaskan aku pergi. Ia memang tidak mengatakannya secara langsung, tapi bukankah melepas seorang putri yang baru beranjak dewasa ke tempat yang berkilo-kilo meter jauh dari jangkauannya itu sangat sulit ?

Ku coba pejamkan mata ini, namun wajah lelahnya masih terekam jelas dalam ingatan ini. Ingin rasanya aku duduk kembali kepangkuannya seperti aku kecil dulu, kuceritakan semua masalah-masalah yang sedang aku hadapi saat ini. Mungkin ia hanya jadi pendengar saat aku becerita sambil mengusap punggung ku. Tangannya yang kasar dan kokoh itulah yang bisa menenangkanku bahkan terkadang dapat memberiku solusi.

Ayah.. ku panggil ia dari tempat ku merenung sekarang, perantauan. Begitu besar pengorbanannya yang telah aku sia-siakan dengan kemalasan dan kelalaianku, yang sampai detik ini pun belum mampu membanggakannya. Pendidikan terbaik telah ia perjuangkan untuk masa depanku, lembar-lembar rupiah yang ia berikan secara cuma-cuma belum bisa kumanfaatkan untuk mewujudkan segala impiannya. Ayah, ini barulah awal perjuanganku tetapi  selalu kukeluhkan tugas-tugas kuliahku. Renungan malam ini membuat ku sadar, betapa banyaknya waktu yang ku buang sia-sia dengan mengeluhkan hal-hal yang seharusnya bisa aku atasi.

Malam ini, aku tertidur dengan lelap setelah menyadari kurang bersyukurnya aku. Bunyi alarm dari teleponku membangunkan ku dari dunia bawah sadar dan melaksanakan kewajiban ku sebagai seorang muslim. Aku bangun dan menyapa air dengan wudhu yang selalu saja menenangkan qalbu ku setiap waktu. Kutunaikan salat shubuh, setelahnya ku ambil tasbih usang pemberian ayah sebelum aku pergi. Air mata ku kembali menetes saat merasakan Ayah tidak lagi menemani dzikirku. Dalam memoriku teringat pesan Ayah waktu itu " Anakku.. sejauh apapun kamu pergi jangan pernah tinggalkan shalat, untuk apa berhasil di dunia jika akhirat kau tinggalkan nak".

Dengan berlinangan air mata ku lanjutkan dzikir pagiku, selesai berdzikir ku lantunkan segenap do'a untuk Ayah dan Ibu yang terlihat jauh dimata tapi tak pernah jauh dari hati. Ku memohon ya Allah panjangkan umur Orang tuaku, dan beri aku kesempatan untuk membahagiakannya dengan caraku,  Aamiin. Pagi itu, kuperlihatkan senyum semangat yang dapat memberi aura positif untuk orang-orang disekitar ku.


 Ayahku bukanlah seorang pejabat yang mempunyai kedudukan tinggi, bukan pula seorang pegawai negeri. Ayah adalah seorang buruh yang bekerja cukup jauh dari kelurga, ayah memang belum terlalu tua karena aku adalah anak pertamanya. Ayah tidak pernah bersuara keras kepada putra-putrinya, akan tetapi Ayah tegas. Bagiku Ayah adalah laki-laki hebat yang belum kutemukan duanya di dunia ini, atau bahkan memang tidak ada duanya. Jika Ibu adalah bidadari tak bersayapku maka Ayah adalah malaikat pemberani ku. Ayah adalah pahlawan, Ayah adalah inspirator terhebat untukku.

 Dering telepon ku berbunyi kulihat panggilan masuk, dan ternyata itu adalah Ayah. Ayah selalu menelfonku untuk sekedar tahu bagaimana keadaanku di perantauan, ia selalu menanyakan aktivitas ku setiap hari. Adakah kesulitan-kesulitan yang aku hadapi ketika jauh darinya. Dan itu membuatku merasa ia selalu ada didekatku, disampingku dan selalu menemaniku.

 Ayah, aku tahu mungkin selama ini aku selalu saja menyakiti hati atau bahkan mengecewakannya. Ya, sampai sebesar ini pun kadang aku masih berfikir bahwa ia tidak manyayangiku, tapi aku juga sadar bahwa Ayah mencintaiku dengan caranya yang berbeda dibandingkan Ibu.

 Ayah, kini ia semakin tua dan beban yang ia pikul juga bertambah besar. Mungkin ia tak sekuat dulu menggendongku ketika aku menangis saat terjatuh.  Tapi aku yakin, rengkuhan tangan kokohnya masih sama seperti dulu, menenangkan. Ayah, terima kasih untuk do'a dan pengorbanan yang telah ia curahkan untukku. Untuk setiap tetesan keringat yang menjadi air susu bagiku. Ayah, aku masih punya mimpi dan aku bertekad untuk bisa mewujudkan impian tersebut. Ayah, semoga ia sehat selalu hingga aku bisa membuatnya tersenyum bangga karena aku, putrinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun