Jakarta, 07/02/2017 – Melanjutkan tulisan kami sebelumnya (BREXIT 1 : Sejarah Uni Eropa dan Potensi Bencana Brexit), penting bagi kita untuk mengetahui potensi ekonomi yang terkandung di dalam Uni Eropa (UE) karena serikat negara-negara Eropa ini dapat dikatakan sebagai sebuah “negara” yang sangat besar.
Meliputi 7,3% dari populasi dunia, pada tahun 2016 UE tercatat menghasilkan produk domestik bruto (PDB) nominal sebesar 16,477 triliun dolar AS, yang merupakan sekitar 22,2% dari PDB nominal global dan 16,9% bila diukur dari segi paritas daya beli. Selain itu, 26 dari 28 negara UE memiliki Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) yang sangat tinggi, demikian menurut data United Nations Development Programme (UNDP). Bahkan pada tahun 2012, UE berhasil meraih Hadiah Nobel Perdamaian.
Melalui Kebijakan Umum Luar Negeri dan Keamanan (Common Foreign and Security Policy), UE telah mengembangkan peran besar dalam hubungan eksternal dan pertahanan. Serikat ini mempertahankan misi diplomatik permanen di seluruh dunia dan mewakili dirinya sendiri di PBB, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), G-7, dan G-20. Karena pengaruh global yang dihasilkannya, UE pun diproyeksikan akan menjadi “negara” adidaya di dunia.
Kembali ke latar belakang berdirinya UE, terlepas dari ide-ide federasi, konfederasi, atau serikat pabean, pengembangan asli dari UE sejatinya didasarkan pada landasan pemikiran atau prinsip supranasional yang akan membuat "berperang menjadi hal tak terpikirkan dan secara material menjadi tidak mungkin" dan memperkuat demokrasi di antara anggotanya, sebagaimana yang dituangkan oleh Robert Schuman dan pemimpin Eropa lainnya di dalam Schuman Declaration (1950) dan Europe Declaration (1951). Pemikiran tersebut tentunya timbul karena masyarakat Eropa sudah jengah dan mendapat pelajaran sangat besar tentang pentingnya perdamaian dari Perang Dunia I dan II yang memporak-porandakan Benua Biru.
Prinsip tersebut kemudian menjadi jantung dari European Coal and Steel Community (ECSC) (1951), Treaty of Paris (1951), dan kemudian Treaty of Rome (1958) yang selanjutnya melahirkan European Economic Community (EEC) atau Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) dan European Atomic Energy Community (EAEC). ECSC dan EEC kemudian dimasukkan ke dalam UE, sementara EAEC tetap menjadi lembaga hukum yang berbeda atau independen meskipun mencakup anggota dan lembaga di UE.
Pada tahun 1992, Maastricht Treaty mendirikan UE yang dengan sistem pilarnya mencakup berbagai hal seperti urusan dalam dan luar negeri juga European Community. Tujuh tahun kemudian kesepakatan tersebut menjadi argumen dasar bagi penciptaan mata uang tunggal Eropa, euro, yang resmi diluncurkan pada tahun 1999. Selanjutnya kandungan di Maastricht Treaty diubah dengan perjanjian-perjanjian di Amsterdam (1997), Nice (2001) dan Lisbon (2007).
Kini persatuan dan potensi ekonomi UE mendapat ujian yang sangat besar, bahkan sebagian orang menganggapnya sebagai sebuah bencana, saat rakyat United Kingdom (UK) memutuskan untuk keluar dari serikat tersebut. Wajar jika dikatakan sebagai sebuah bencana mengingat sejak didirikannya UE, baru kali ini ada negara anggotanya yang akan keluar. Jadi inilah pertama kali Article 50 yang tercantum di Lisbon Treaty akan beraksi.
Secara singkat Article 50 adalah sebuah ketentuan yang harus diajukan negara-negara yang ingin meninggalkan UE. Lisbon Treaty, yang ditandatangani pada Desember 2007, adalah konstitusi UE terbaru, dan Article 50 menjadi alat legal bagi negara-negara yang ingin meninggalkan serikat tersebut.
Article 50 menetapkan proses keluar tersebut namun ternyata pasal ini sengaja dibuat samar atau ambigu. Ini berarti negara anggota yang bermaksud keluar bisa saja dipaksa untuk berada di dalam negosiasi yang panjang untuk membicarakan berbagai hal pada kesepakatan apapun.
Di tulisan berikutnya, tim FS88 Research Division akan memaparkan lebih rinci tentang Article 50 yang menjadi sorotan publik dan pemicuan pasal ini sudah mendapat persetujuan dari Parlemen UK untuk segera digodok menjadi Undang-Undang yang akan segera dibahas oleh Pemerintah dan Parlemen UK di pekan ini (6-10 Februari 2017) yang tentunya juga menjadi ajang perdebatan bagi mereka yang beroposisi dengan pemerintahan May.
Sumber berita: ForexSignal88, The Telegraph UK, Open Europe, Wikipedia|