Rabi'ah binti Ismail al Adawiyah merupakan peletak dasar konsep cinta (hubb) yang sebelumnya konsep khauf (takut) dan raja (harap) banyak dipakai para sufi. Beliau lahir tahun 96 H/ 713 M dari keluarga yang miskin dan sejak kecil sudah menjadi yatim piatu.
Sewaktu kecil Rabi’ah sudah menunjukkan tanda-tanda ketakwaannya. Suatu ketika ketika ditanya ayahnya “Rabi’ah apa pendapatmu seandainya ayah tidak menemukan makanan kecuali yang haram? “ Rabiah menjawab “Kita harus banyak bersabar, karena menahan lapar di dunia lebih baik daripada kita menahan lapar di akhirat nanti dalam api neraka”.
Dalam kehidupannya Rabiah hidup dengan sangat sederhana kalau tidak mau dikatakan miskin (zuhud) dan sering menolak bantuan yang diberikan kepadanya. Dalam kitab Kasyf al-Mahjub Al Hujwiri meriwayatkan:
“Suatu ketika aku membaca cerita, bahwa seorang hartawan berkata kepada Rabi’ah: Mintalah kepadaku segala keperluanmu! Rabi’ah menjawab: Aku ini sangat malu meminta hal-hal yang bersifat duniawi kepada Pemiliknya, maka bagaimana bisa aku meminta hal itu kepada orang yang bukan Pemiliknya? “
Bagi Rabi’ah kemiskinan dan kesusahan hidup merupakan ajang untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah.
Seorang pernah bertanya kepadanya : “Apakah kamu benci kepada setan?” Rabi’ah menjawab:”Tidak, cintaku kepada Tuhan tidak meninggalkan ruang kosong dalam diriku untuk diisi rasa benci kepada setan”.
Beberapa ungkapan cinta rabi’ah terhadap Tuhan yang terkenal adalah
Tak ada jarak antara yang di cintai dan mencintai. Cinta adalah pengungkapan rasa rindu. Penuturan perasaan: barangsiapa merasakan ia akan mengenal. Barang siapa menuturkan ia sendiri tidak dapat dituturkan. Bagaimana engkau akan menuturkan sesuatu sedangkan engkau sendiri lenyap di kehadiratnya. Lebur dengan wujudNya, sirna karena menyaksikanNya dalam kondisi sehat engkau mabuk dibuatnya. Dengan memusatkan perhatian engkau menjadi mantap. Dengan bersenang-senang denganNya engkau menjadi sedih. Rasa takut membenteng lisan untuk berbicara. Rasa bingung menahan hati untuk mengungkapkan sesuatu. Rasa cemburu mendinding mata untuk melihat. Rasa kebesaran mengikat akal untuk mengaku. Tiada dalam cinta, selain kebesaran yang langgeng, kebingungan yang melekat, hati yang rindu, rahasia yang tertutup, badan yang terasa sakit dan tidak aman, cinta dengan segala keunggulannya telah menguasai hati
Syair lainnya:
Buah hatiku
Cintaku hanya kepadamu
Beri ampunlah pembuat dosa yang datang ke hadirat-Mu
Engkaulah harapanku, kebahagiaan dan kesenanganku
Hatiku telah enggan mencintai selain diri-Mu
Dalam lirik lain, senandung cinta Rabi’ah kepada Tuhan:
Aku mencintaiMu dengan dua cinta. Cinta kerana diriku dan cinta kerana diriMu. Cinta kerana diriku dalam keadaan sentiasa mengingatiMu.Cintaku kerana diriMu Agar Engkau bukakan hijab bagiku Membolehkan agar aku dapat melihat Engkau. Bagiku ini bukanlah pujian untukku Pujian hanya tertumpu padaMu
Pada waktu bermunajat Rabi’ah berkata”
Tuhanku, tenggelamkanlah aku dalam cintaMu
Sehingga tidak ada sesuatu pun yang dapat menggangguku Ketika bersamaMu
Tuhanku, bintang-bintang di langit berkelip gemerlapan Manusia telah terlena dibuai keasyikan
Pintu-pintu istana telah tertutup rapat
Pada saat itulah semua pencinta
Menyendiri bersama yang dicintainya
Tuhanku, inilah aku berada di hadratMu
Dan waktu fajar menyingsing ia berkata
Tuhanku,
Ketika malam kian berlalu siang hampir menjelang
Aku merasa gelisah apakah amalanku Engkau terima hingga aku merasa bahagia
Ataukah Engkau tolak hingga aku merasa sedih
Demi kekuasaanMu
Inilah yang sering aku lakukan selama aku engkau beri kehidupan
Sekiranya Engkau usir aku dari depan pintuMu Aku tidak akan pergi
Akibat cintaku padaMu
Telah memenuhi seluruh jiwaku
Cinta Ilahi Rabi`ah dapat dilihat pada kalimat:
Wahai Tuhanku! Apapun bagiku dunia yang Engkau karuniakan kepadaku, berikanlah semuanya kepada musuh-musuhMu. Dan apapun yang Engkau akan berikan kepadaku kelak di akhirat, berikan saja pada teman-temanMu. Bagiku, engkau pribadi sudah cukup.
Atau kalimat lainnya:
Wahai Tuhanku, jika aku menyembahMu kerana takut kepada nerakaMu, maka bakarlah aku dengannya.
Jika aku menyembahMu kerana mengharapkan syurgaMu, maka keluarkanlah aku darinya.
Tetapi sekiranya aku menyembahMu semata-mata kerana cintaku kepadaMu, maka janganlah Engkau menutup keindahan wajahMu yang abadi dari pandanganku.
Rabi’ah wafat tahun 185 H / 801 M dan dimakamkan di kota Jerussalem. Konsep cinta Illahi dalam tasawuf Rabi’ah mengajarkan untuk beribadah yang tulus hanya karena Allah semata.
*****************
* Dirangkum dari berbagai sumber.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H