Permasalahan mengenai tembakau dan rokok tidak pernah usai menimbulkan dinamika dalam masyarakat Indonesia. Seiring berjalannya waktu, dua hal yang tidak bisa dipisahkan ini semakin menuai berbagai polemik. Belakangan ini, masyarakat dikejutkan oleh isu mengenai Rancangan Undang-Undang Pertembakauan yang nasibnya hingga saat ini masih menggantung. Tidak banyak memang orang yang mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada RUUP dan ketidaktahuaan orang lain tersebut tidak sebanding dengan banyaknya konsekuensi yang harus diterima oleh Indonesia jika RUUP ini disahkan. Permasalahan tembakau pada kenyataannya tidak menyangkut bidang kesehatan saja, lebih dari itu tembakau dinilai sangat berpengaruh pada kondisi ekonomi, tenaga kerja bahkan politik.
Kilas Balik
Tahun 2006 silam, 205 orang anggota DPR RI mengajukan RUU Pengendalian Produk Tembakau terhadap Kesehatan (RUU PDPTTK). Pengajuan RUU PDPTTK ini dinilai sebuah aktualisasi dari amanat UUD 1945 Pasal 28 H yang menjelaskan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak sehat. Rancangan ini terus menjadi sorotan bahkan terdafatar dalam program legislasi nasional tahun 2010-2014 sebagai RUU Prioritas berdasarkan Keputusan DPR-RI Nomor 02B/DPRRI/II/2010-2011. Latar belakang penyusunan RUU ini adalah penelitian dan pengkajian mengenai tembakau yang dinilai berbahaya bagi konsumennya. Selain itu, seluruh negara WHO sudah menyepakati Framework Convention on Tobaco Control. Hal yang sangat disayangkan adalah ternyata pemerintah Indonesia belum menddatangani FCTC tersebut. Setelah mengalami perjalanan panjang dalam pembahasannya, Rapat Pleno Badan Legislasi DPR RI tanggal 7 Juli 2011 memutuskan bahwa penyusunan RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau terhadap Kesehatan ditunda/diendapkan/ditangguhkan pembahasannya karena dinilai masih memerlukan penyempurnaan kajian mendalam mengenai substansi yang diatur dalam RUU.
Hasil keputusan rapat pleno tersebut terasa sungguh ironis ketika tiba-tiba publik dikejutkan dengan usulan RUU Pertembakuan yang masuk ke Badan Legislatif DPR RI pada tahun 2012 hanya dalam jangka waktu 2 bulan tanpa kajian naskah akademik yang mendalam. Usulan RUUP ini seketika menghapus pembahasan RUU PDPTTK yang nasibnya bahkan belum diketahui. Pemilu 2014 mengganti kepengerusan DPR namun ternyata RUUP ini masih menjadi polemik, RUU Pertembakauan kembali diajukan oleh beberapa fraksi di DPR. Berkali-kali RUUP ini keluar-masuk dalam pembahasan Prolegnas dan yang paling mengejutkan adalah ketika ada fraksi di DPR yang memaksakan untuk membawa RUUP ini ke Sidang Paripurna.
Menurut website DPR RI, saat ini terdapat 49 Rancangan Undang Undang yang terdaftar dalam Prolegnas Prioritas tahun 2017 dan RUU Pertembakuan menempati urutan ke-20. Secara total, terdapat 182 RUU yang belum disahkan dan dibahas oleh DPR. Pertanyaannya adalah dengan daftar pekerjaan yang masih menumpuk dan segudang RUU yang belum jelas nasibnya, sepenting apakah RUUP untuk masuk ke dalam Prolegnas Prioritas?
Definisi sejahtera RUUP
RUUP hadir dan diperjuangkan dengan alasan memperjuangkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani tembakau. RUUP dinilai sebagai perlindungan terhadap produksi tembakau dalam negeri agar keberadaannya tidak tersingkirkan oleh petani tembakau asing. Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
Rokok adalah salah satu komoditas yang dinilai memiliki sumbangsih sangat besar terhadap perekonomian negara. Alasan itu yang selalu dijadikan dalih mengapa hingga saat ini Indonesia masih belum bisa menindaktegas produksi rokok, masih banyak yang beranggapan penutupan pabrik rokok akan mengganggu stabilitas perekonomian nasional karena akan banyak orang yang kehilangan pekerjaannya. Urgensi RUUP terletak pada kestabilan produksi tembakau padahal kenyataannya rokok hanya memiliki peran sebesar 0,87% dalam kegiatan ekspor dan bahkan tidak masuk ke dalam kelompok hasil industri dengan nilai ekspor tertinggi.
RUU Pertembakauan memang memasukkan substansi kesehatan ke dalam rancangannya. Akan tetapi hal yang paling ironis adalah ketika 20% dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau digunakan untuk kesehatan. DBHCHT ini disebut dalam RUUP akan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan pertanian tembakau agar dapat meningkatkan kualitas tembakau sekaligus memberikan kesejahteraan kepada petani tembakau. Pada kenyataannya, tahun 2013 kerugian akibat merokok, hilangnya produktivitas akibat rokok dan biaya berobat akibat rokok mencapai angka 3,7 kali lipat lebih tinggi dari cukai yang didapat yaitu sebesar Rp103,02 triliun. Lantas di mana poin menyejahterakan rakyat? Dengan membuang-buang uang negara?
Air di Daun Talas
Indonesia saat ini adalah salah satu negara yang berkomitmen untuk mewujudkan Sustainable Development Goals dari PBB dan salah satu goaldari SDGs adalah “Menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia.” Sudah banyak penelitian yang mengungkap seberapa besarnya pengaruh rokok terhadap angka kematian.
Pada Kampanye Pemilihan Presiden 2014 lalu Jokowi-JK menggagas Nawacita Prioritas mereka salah satunya adalah Jokowi berjanji akan meningkatkan kualitas hidup bangsa melalui pendidikan dan kesehatan. Seharusnya dua poin yang sudah dijabarkan terbentuk komitmen konkret dalam menindaktegas segala hal yang menyangkut kesehatan masyarakat Indonesia. Salah satunya pengendalian pertembakauan bukan menyetujui Rancangan Undang-Undang yang melindungi produksi tembakau. Menurut data BPJS Kesehatan, tahun 2015, lebih
Beberapa hari yang lalu Wakil Ketua Badan Legislasi DPR mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo akan tetap menegluarkan Surat Presiden mengenai Rancangan Undang-Undang Pertembakauan. Hal ini dikonfirmasi dengan utusan pemerintah yaitu Menteri Perdagangan, Menteri Hukum dan HAM dan Deputi Perundang-undangan Sekretatariat Negara. Menurut Wakil Ketua Baleg DPR, Presiden tidak bisa membatalkan atau menolak RUU yang diusulkan oleh DPR karena posisi Presiden dan DPR itu setara, RUU Pertembakauan hanya bisa dibatalkan oleh DPR. Pemerintah hanya dapat mengajukan argumentasi keberatan.
Sebelumnya, Menkunham sempat menyebut bahwa Presiden akan menolak pembahasan RUUP. Tanggal 17 Maret 2017, Presiden Jokowi menugaskan Menteri Kesehatan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, Menteri Pertanian dan Menteri Hukum dan HAM untuk membahas RUUP bersama DPR. Perintah ini dikeluarkan bersama dengan Surat Presiden nomor R-16/Pres/03/2017. Keputusan yang diambil masih belum jelas apakah pemerintah akan menolak atau menyetujui usulan DPR mengenai RUU Pertembakuan. Dinamika ini seolah mencerminkan ketidaksiapaan pemerintah, memang betul banyak sekali hal yang harus dikaji karena RUU Pertembakauan ini melibatkan berbagai aspek namun seharusnya proses yang dilakukan lebih mengutamakan kepentingan rakyat banyak. Sangat disayangkan jika RUU Pertambakauan hanya sebuah alat politik untuk mempertahankan industri rokok dan mengkhianati cita-cita pembangunan bangsa.
Ironi Petani Padi dan Tembakau
Petani tembakau dinilai perlu memiliki payung hukum agar kesejahteraannya terjamin. RUUP diusung agar menguatkan produksi tembakau dalam negeri sehingga dapat meningkatkan perekonomian negara. Dalam naskah akademik RUUP yang baru saja lahir, berulang kali tertulis tembakau adalah komiditi yang strategis karena harga cukainya tinggi. Cukai menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 adalah pajak yang dibayarkan atas barang yang konsumnsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Etiskah jika pemerintah memberi makan masyarakatnya dari sebuah pajak dosa?
Di tempat lain, Kendeng, puluhan petani sedang menuntut hak atas sawah mereka yang diganggu. Petani Kendeng merasa terusik karena air bersih yang seharusnya dapat mereka gunakan untuk bertani dikotori oleh Pabrik Semen. Padahal dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan Pasal 1 ayat 5 sudah diatur tentang keamanan pangan. Adakah pembahasan khusus untuk melindungi petani padi? Menyejahterakan mereka ditengah impor beras yang semakin merajalela?
Semoga pemerintah Indonesia cepat sadar bahwa makanan pokok kita itu padi, bukan tembakau.
Referensi :
http://perundangan.pertanian.go.id/admin/uu/UU-18-12.pdf
Draf V Rancangan Undang-Undang tentang Pertembakauan 27 Juli 2016
Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Pertembakauan 27 Juli 2016
http://www.dpr.go.id/uu/prolegnas-long-list
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H