Demokrasi menurut asal kata berarti “rakyat berkuasa” atau “government or rule by the people”. Dalam bahasa Yunani demos berarti rakyat, kratos/kratein berarti kekuasaan/berkuasa. Artinya kekuasaan itu pada pokoknya diakui berasal dari rakyat sehingga rakyatlah yang sebenarnya menentukan dan memberi arah serta yang sesungguhnya menyelenggarakan kehidupan kenegaraan.
Keseluruhan sistem penyelenggaraan negara itu juga pada dasarnya diperuntukkan bagi seluruh rakyat itu sendiri. Bahkan, negara yang baik diidealkan juga agar diselenggarakan bersama-sama dengan rakyat dalam arti dengan melibatkan seluruh masyarakat dalam arti seluas-luasnya. Salah satu bentuk keterlibatan seluruh masyarakat ialah dengan diberikannya kebebasan bagi warga negara untuk mendirikan Organisasi Masyarakat (Ormas).
Keberadaan Ormas sangat menentukan arah gerak demokrasi di indonesia yang mewakili kehendak kelompok masyarakat. Lantas apakah Ormas asing juga dapat menentukan arah gerak demokrasi di Indonesia? Berdasarkan kajian diskusi yang dilakukan Forum Kajian dan Penulisan Hukum bidang Kajian Hukum Tata Negara (Fokus HTN), menyatakan bahwa kesempatan pendirian ormas tersebut merupakan bentuk pendewasaan Negara dalam menerapkan demokrasi. Pertama,Negara Indonesia mengakui hak setiap orang dalam berdemokrasi.
Hal ini dituangkan dalam Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945. Frasa “setiap orang” artinya juga berlaku bagi Warga Negara Asing (WNA) dan tidak sebatas hanya WNI saja. Hal ini juga sekaligus bentuk implementasi Indonesia dalam penerapan hukum di dunia Internasional yang memiliki kedaulatan keluar, sehingga penerapan kebijakan tersebut relevan dengan pelaksanaan demokrasi.
Kedua, perlu diperhatikan, bahwa Indonesia juga menganut kedaulatan ke dalam, yakni perlu adanya pembatasan dalam pelaksaan kebijakan tersebut. Hal ini dibatasi pula didalam Pasal 28J UUD NRI 1945. Pembatasan tersebut juga dituangkan melalui UU dan moral kebiasaan masyarakat Indonesia. Pembatasan tersebut merupakan sarana pencegahan agar tidak mengurangi hak hak masyarakat WNI. Pembatasan init telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2016. Bagaimana bentuk perizinan, sanksi hingga pencabutan izin telah diatur secara khusus. Adanya pembatasan ini juga merupakan konsekuensi dianutnya paham negara hukum, dimana jaminan hak asasi manusia menjadi hal yang harus diperhatikan dan dikelola untuk kepentingan bersama, bukan kepentingan individu.
Kita bisa melihat bahwa pengaturan ormas yang didirikan WNA tertuang pada Bab XII Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Adapun ormas yang didirikan oleh warga Negara asing pasal 51 UU No. 17 Tahun 2013, berkewajiban :
- menghormati kedaulatan NKRI
- tunduk dan patuh pada ketentuan peraturan perundang-undangan
- menghormati dan menghargai nilai-nilai agama dan budaya yang berlaku dalam masyarakat Indonesia
- memberikan manfaat kepada masyarakat, bangsa, dan Negara indonesia,
- mengumumkan seluruh sumber, jumlah, dan penggunaan dana
- membuat laporan kegiatan berkala kepada pemerintah atau pemerintah daerah dan dipublikasikan kepada masyarakat melalui media massa berbahasa Indonesia
Selain kewajiban, Pasal 52 UU No. 17 Tahun 2013, juga melarang ormas asing untuk:
- melakukan kegiatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
- mengganggu kestabialan dan keutuhan NKRI
- melakukan kegiatan intelijen
- melakukan kegiatan politik
- melakukan kegiatan yang mengganggu hubungan diplomatic
- melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan organisasi
- menggalang dana dari masyarakat Indonesia
- menggunakan sarana dan prasarana instansi atau lembaga pemerintahan
Konstruksi pasal di atas relevan dengan pelaksanaan demokrasi dan negara hukum di Indonesia. Kebebasan untuk mendirikan ormas diatur oleh hukum agar keberadaan ormas asing dapat dipastikan berjalan sesuai dengan rel demokrasi dan negara hukum Indonesia.
Meski UU Ormas telah mengatur kewajiban dan larangan-larangan bagi ormas asing, secara substansi adanya pembatasan terhadap WNA dalam struktur kepengurusan ormas, menimbulkan tidak adanya perbedaan antara ormas WNA dan WNI itu sendiri. Ke depan perlu dibatasi secara jelas. Selain itu,perlu adanya penguatan sistem pengawasan teknologi sebagai bentuk kesiapan pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh ormas tersebut, mengingat konsep intelijen Indonesia saat ini masih lemah.
Dengan demikian Pengaturan tentang Ormas WNA sejatinya merupakan wadah untuk mendukung stabilitas sosial serta memberikan eksistensi secara legal dan perlindungan hukum bagi keberadaan ormas asing. Pemerintah harus terus mendorong Ormas asing untuk taat aturan hukum dalam menjalankan kegiatan-kegiatannya.
Editor : Rayibim Maulana & Hilyatul Asfia