Pasalnya, dari awal sebelum keberangkatan saya ke Jepang, pastinya saya sudah membuat daftar atau list barang bawaan apa saja yang harus saya bawa ke Jepang. Saya harus memastikan bahwa segala keperluan pribadi sudah terdata dengan baik, mulai dari pakaian atau outfit, perlengkapan dokumentasi dan gadget peripherals, perlengkapan ibadah, perlengkapan mandi, hingga perlengkapan kesehatan atau P3K.Â
Untuk persiapan kesehatan sendiri, saya sudah memikirkannya secara maksimal dan memastikan tidak ada yang terlewat, karena kesehatan adalah yang paling utama. Bagaimana bisa saya mengikuti rundown kegiatan dengan baik selama di Jepang, jika saya merasa tidak fit atau sakit. Maka dari itu, saya tidak ingin gegabah dan berusaha mempersiapkan segalanya dengan baik demi kelancaran dan suksesnya pengalaman berharga ini.
Dan Tolak Angin pastinya menjadi obat andalan saya yang tidak mungkin saya lewatkan dari daftar barang bawaan saya. Selama ini, khasiat Tolak Angin memang terbukti saya rasakan sangat ampuh untuk menjaga daya tahan tubuh agar tidak mudah drop atau sakit. Tolak Angin sangat membantu menjaga tubuh saya agar tetap segar dan fit.Â
Berhubung saya akan melaksanakan perjalanan jauh ke Jepang dan adanya kekhawatiran akan padatnya kegiatan selama di Jepang, jadi sudah pasti saya tidak melupakan obat herbal dengan identik warna kuning pada sachetnya ini. :)
Bangga Menjadikan Tolak Angin Sebagai Salah Satu Oleh-Oleh Untuk Host Family di Jepang
Setelah berkeliling kota Tokyo dan sekitarnya pada 2 hari pertama, kemudian saya dijadwalkan berangkat ke Prefektur (Provinsi) Osaka bersama dengan 23 teman lainnya dan seorang dosen pembimbing. Dalam agenda Student Exchange tersebut, terdapat rundown kegiatan yang mengharuskan para peserta untuk tinggal bersama Host Family atau keluarga asli Jepang yang memang sudah dipilih dan dipersiapkan oleh panitia untuk keperluan home stay para peserta selama sekitar 2 hari 2 malam. Â
Ketika pembagian kelompok home stay, saya dan teman baru saya Ibrahim, mahasiswa Universitas Indonesia berkesempatan untuk tinggal bersama Keluarga Tsuji, yang dikepalai oleh Bapak Tsuji Masakazu dan Ibu Tsuji Sadako yang masing-masing berusia 64 dan 62 tahun. Untuk selanjutnya, saya memanggil beliau berdua dengan tambahan san setelah nama mereka, contoh Masakazu san, Sadako san.Â
Menurut orang Jepang, tambahan penggunaan panggilan san setelah nama kita adalah sebagai bentuk kehormatan dan kesopanan. Sadako san dapat berkomunikasi dalam Bahasa Inggris walaupun terbata-bata, sedangkan Masakazu san tidak bisa Bahasa Inggris sama sekali. Namun, bagi saya beliau berdua adalah sosok yang inspiratif, walau di usia yang sudah tidak muda lagi, mereka tetap aktif melakukan rutinitas dan hobi. Salah satu hobi yang paling mereka gemari adalah hiking.