Mohon tunggu...
Reza Kurnia Darmawan
Reza Kurnia Darmawan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Bernama lengkap Reza Kurnia Darmawan. Sekarang sedang melanjutkan pendidikan di Universitas Sebelas Maret Solo, Jurusan Sosiologi, angkatan 2008. Menyenangi seni terutama teater, dan sekarang aktif juga di teater kampus FISIP yaitu Teater SOPO.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aduh Dek...

22 Mei 2013   13:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:11 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Minggu sore, 19 Mei 2013. Saya mencoba menaati apa yang Bruno Mars katakan, “Today I don’t feel like doing anything. I just wanna lay in my bed….”. Menikmati Minggu siang dengan rebahan di kasur sambil menonton TV adalah hal indah yang pernah manusia lakukan, inikah surga dunia yang banyak orang katakan? Entahlah.Acara TV siang itu monoton sehingga memaksa saya untuk memindah-mindah channel, dari satu program ke program lain. Harapan saya siang itu bisa menonton FTV yang mana Ariel Tatum sebagai aktrisnya, tapi harapan itu akhirnya pudar tatkala tidak ada FTV pun dengan Ariel Tatum karena siang itu TV “Satu Untuk Semua” sedang menanyangkan kontes pencarian bakat adik-adik imut. Kamu pasti sudah tahu nama acaranya, kan? Ya, sebut saja dengan Little Miss Indonesia. Sebagai tombo gelo, okelah saya menonton acara itu saja. Menonton adik-adik yang rata-rata berusia sekitar 5 tahunan, mereka didandani sedemikian rupa, mereka berakting, mereka bernyanyi, pada intinya mereka mencoba memperlihatkan talenta yang mereka punyai, dan goal-nya adalah mengenalkan kepada masyarakat bahwa mereka siap menjadi the next rising star. Tapi, tapi, tunggu dulu. Ada yang janggal dengan acara tersebut, bukan karena pesertanya, bukan karena host-nya, apalagi yang menonton (baca: penulis), tapi bintang tamunya: SM*SH.

Kak Morgan, Kak Rangga, Kak Rafael, Kak Dicky, Kak Reza, Kak Ilham, Kak Bisma, Aku Nge-fans Sama Kalian! Aaakkk…

SM*SH (tulisannya benar seperti itu, kan?) adalah salah satu fenomenaindustri musik Indonesia yang sekitar satu setengah tahun belakangan ini sedang naik daun. Jika indikator tenar adalah menjadi bintang iklan sosis, maka mereka telah membuktikannya. Mereka lebih tampan, mereka lebih bisa bernyanyi sambil nge-dance, dan mereka lebih terkenal, itulah yang membuat mereka banyak digandrungi oleh kaum hawa. Sangat berkebalikan dengan saya.

Fans. Mereka nampaknya telah menjadi boyband sejuta umat di Indonesia. Coba tebak, ada berapa wanita yang terus memanggil nama mereka, membawa poster mereka, dan bahkan menangis ketika melihat mereka tampil? Jika para wanita ABG menaruh kekaguman yang berlebihan kepada mereka, yang ditunjukkan dalam beberapa kalimat sebelum ini, maka bagi saya itu adalah hal yang wajar. Namun bagaimana jadinya jika yang nge-fans dengan mereka adalah anak-anak? Itulah yang saya maksud dengan janggal.

Ketika saya menonton, ada satu peserta yang memanggil-manggil nama Rangga. Sambil membawa foto para personel SM*SH, dia berdialog yang pada intinya menantikan kehadiran Rangga untuk menemaninya bermain. Yang membuat saya terkejut no. 1 adalah ia mencium foto itu! Melihat hal tersebut, penonton pun bersorak.Rangga belum juga datang, ia akhirnya mengambil handphone-nya dan kemudia ia mem-BBM Rangga. Inilah yang membuat saya terkejut no. 2. Dan pada akhirnya yang ia nantikan datang juga. Rangga datang dari belakang, mengendap-endap, setelah dekat dengannya, Rangga langsung memeluk peserta tersebut dari belakang. Kamu pasti sudah tahu bagaimana reaksi penonton, kan? Lalu peserta tersebut berbalik badan dan memeluk Rangga balik sambil berkata, “Kak Rangga, I lap yu”. Perlukah saya menuliskan reaksi penonton melihat adegan itu? Dan hal itulah yang membuat saya terkejut no. 3.

Paragraf di atas adalah salah satu adegan dari Little Miss Indonesia, sebuah ajang pencarian bakat yang mana pesertanya berusia 2-7 tahun, sekali lagi, 2-7 tahun! Saya tidak tahu apakah adegan di atas merupakan skenario di mana para peserta seolah-olah menjadi penggemar SM*SH, atau memang dalam kehidupan nyata, adik-adik tersebut benar-benar menjadi die hard fans SM*SH. Tapi yang jelas adegan tersebut adalah suatu ironi. Ironi ini terjadi karena adik-adik tersebut menggemari artis yang tidak seharusnya mereka gemari. SM*SH adalah boyband yang menyanyikan lagu-lagu cinta, jika membicarakan pasar, lagu-lagu mereka kebanyakan dinikmati oleh kalangan remaja-dewasa, bukan anak-anak. Apakah para peserta (pada khususnya) dan anak-anak (pada umumnya) yang menggemari SM*SH sudah paham tentang lagu-lagu mereka? Jika mereka sudah paham, berarti ada yang salah dengan sistem, dan pastilah Kak Seto semakin dibuat cenat-cenut.

Sistem yang Salah

Berdasar penggalan cerita di atas, menurut saya, memang ada suatu sistem yang salah. Adalah suatu keanehan di mana anak-anak sekarang lebih hafal lagu dari SM*SH, Cheryybelle, Coboy Junior, dan musisi-musisi sejenis dibanding lagu anak-anak, lagu daerah dan bahkan lagu nasional. Anak-anak sekarang terlalu mudah untuk mengonsumsi sesuatu, lagu cinta misalnya (cinta di sini adalah cinta kepada lawan jenis; romansa). Anak tetangga saya yang berumur sekitar 5 tahun, dulu pernah menyanyikan, “….Never never want you, really really love you, maafkan aku mengecewakanmu….”. Miris.

Proses globalisasi yang ditandai dengan teknologi yang semakin meningkat seakan menjadi pembunuh bagi masa anak-anak. Masa anak-anak adalah masa bermain, mereka seperti mempunyai dunia mereka sendiri. Seorang ahli psikologi dari Rusia, Ljublinskaja, memandang bahwa permainan sebagai pencerminan realitas, sebagai bentuk awal memperoleh pengetahuan. Dari bermain mereka belajar bagaimana berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Pembentukan karakter seseorang dimulai dari ia kecil berdasarkan cara interaksi dan adaptasi yang ia peroleh. George Herbert Mead menyebutkan bahwa salah satu tahapan seseorang bersosialisasi adalah ditandai dengan proses peniruan, bahasa akademisnya adalah play stage. Seorang sastrawan Amerika, Arthur Baldwin, berkata, “Anak-anak memang tidak begitu baik dalam mendengar nasehat orangtua mereka, tapi mereka tidak pernah gagal dalam meniru”. Lingkungan yang semakin hari semakin terbuka, ditambah dengan intervensi dari media massa dan teknologi, menyebabkan anak berkembang tidak sesuai dengan usianya. Proses filterisasi yang kurang dari lingkungan sosial dan terutama dari lingkungan keluarga, berujung dengan mudahnya anak mengkonsumsi apa yang seharusnya tidak ia konsumsi. Salah satunya adalah lagu romansa. Padahal Pak Kasur&Bu Kasur, Ibu Sud, A.T. Mahmud, Kak Seto, Papa T. Bob, telah menciptakan lagu anak-anak yang berfungsi untuk mengedukasi anak-anak. Nilai-nilai yang terkandung dalam lagu-lagu tersebut sangat tinggi, dan bahkan saya pun sampai sekarang masih dibuat merinding ketika membaca/mendengarkan karya mereka. Nilai-nilai inilah yang seharusnya ditanamkan kepada anak-anak ketika mereka masuk ke dalam tahap bermain ini, supaya pola pikir mereka berkembang secara natural. Apa jadinya jika anak-anak yang berumur 5 tahunan sudah dicekoki dengan lagu-lagu dewasa? Bisa jadi kelakuan, gesture, dan bahkan sampai gaya hidup pun akan menjadikan mereka anak-anak yang dewasa secara prematur. Ini merupakan sebuah hal yang abnormal, sama abnormalnya ketika kita tanyai mereka besok mau jadi apa. Lalu mereka pun menjawab, “Pengin jadi girlband”.

Maisy-Maisy Generasi Baru Di Manakah Engkau Berada?

Mungkin yang juga melatarbelakangi kenapa anak-anak zaman sekarang mengidolakan penyanyi dewasa adalah minimnya penyanyi cilik di Indonesia. Pun ditambah juga dengan minimnya program-program yang berbau anak-anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun