Isu Mengenai Kemanusiaan Kalah Populer Dibandingkan Dengan Isu Ekonomi Bisnis dan Politik Dalam Perbincangan di Sosial Media
(Periode Pemantauan 9-16 Maret 2015)
Dalam akhir-akhir ini, kembali masyarakat Indonesia disuguhkan dengan beragam isu yang mengemuka. Baik itu dari ranah politik, sosial, ekonomi, hukum dan HAM, hingga potret dunia pendidikan Indonesia. Isu yang mengemuka pada beberapa waktu belakangan ini diantaranya mengenai nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dollar Amerika. Pelemahan rupiah yang terjadi saat ini, menurut data Jakarta Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia merupakan yang terburuk dari perdagangan yang sebelum-belumnya. Selain tentang isu mengenai lemahnya nilai tukar rupiah, masyarakat juga disuguhkan dengan drama rencana hukuman mati terhadap bandar narkoba. Hingga kini hukuman mati terhadap narapidana narkoba warga negara Australia belum juga ditentukan kapan waktunya. Kedua isu itu hanya sebagian contoh dari beragam isu lainya yang ramai diberitakan di media massa. Beberapa isu lain misalnya, belum stabilnya harga beras, kasus hukum yang menjerat nenek Asyani, kisruh Partai Golkar, maupun ricuh APBD DKI Jakarta.
Jumlah Perbincangan Tentang Melemahnya Rupiah Paling Besar di Sosial Media Namun jika melihat dari data monitoring perbincangan di sosial media. Ternyata dari beragam isu yang mengemuka dalam pemberitaan di media massa di Tanah Air, mendapat beragam respon dari masyarakat Indonesia. Berdasarkan data dari topsy.com terkait perbincangan di sosial media dalam kurun waktu sepekan belakang ini, jumlah perbincangan terbesar yaitu 163,326 tweets tentang melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Perbincangan terbesar lainnya, sebesar 161,403 yaitu tentang kisruh dualisme kepengurusan Partai Golkar, salah satu partai besar di Indonesia. Putusnya Jembatan di Lebak Kurang Mendapat Perhatian Publik Jika Dibandingkan Drama Hukuman Mati Narapida Narkoba Peristiwa putusnya jembatan yang menjadi akses lalu-lintas bersekolah anak-anak di Lebak, Banten, mendapat sorotan dari media massa. Peristiwa itu pun sesungguhnya merupakan hal yang memprihatinkan bagi bangsa Indonesia. Peristiwa itu juga menjadi salah satu bagian dari beragam potret tentang kelamnya dunia pendidikan di Indonesia. Bagaimana tidak, dalam usahanya untuk menggapai cita-cita, sejumlah anak-anak sekolah di daerah harus mempertaruhkan nyawa mereka. Namun demikian sekalipun peristiwa putusnya jembatan di Lebak tersebut merupakan hal yang memprihatinkan, ternyata kurang mendapat perhatian dari masyarakat Indonesia. Terbukti, jumlah perbincangan terkait peristiwa itu dalam periode sepekan hanya sebesar 5,003 tweets kalah jika dibandingkan dengan isu mengenai rencana pelaksanaan hukuman mati terhadap terpidana narkoba yang mencapai 34,146 tweets atau sekitar tujuh kali lipatnya. Asyani Kalah Populer Dibandingkan Haji Lulung Di Sosial Media Sementara itu dalam pantauan mengenai isu lainnya yang tengah mengemuka. Isu mengenai kasus hukum yang menjerat nenek Asyani di Situbondo Jawa Timur kalah populer dalam perbincangan di sosial media dibandingkan dengan kisruh APBD DKI Jakarta yang melejitkan nama Abraham Lunggana. Perbincangan mengenai Abraham Lunggana atau lebih dikenal dengan Haji Lulung dalam sepekan terakhir berjumlah 138,872 tweets atau enam kali lipat lebih besar dibandingkan perbincangan tentang nenek Asyani yang hanya sebesar 23,242 tweets saja. Padahal jika dilihat dari kacamata kemanusian, kasus nenek Asyani jauh lebih menggugah sisi kemanusiaan masyarakat pada umumnya jika dibandingkan Haji Lulung dalam kisruh APBD DKI Jakarta. Tetapi faktanya, dalam perbincangan di sosial media, popularitas Haji Lulung mengalahkan nenek Asyani yang tengah menderita. Dimana Nurani Masyarakat Indonesia? Jika ditinjau dari beragam isu yang mengemuka dalam sepekan belakang ini, ternyata ditemukan sebuah hipotesa tentang ketertarikan masyarakat yang ditunjukkan dalam perbincangan di sosial media. Yaitu masyarakat lebih tertarik memperbincangkan mengenai isu-isu yang berkaitan dengan bisnis maupun politik di Indonesia. Seperti isu mengenai melemahnya rupiah, kisruh kepengurusan Partai Golkar, dan kisruh APBD DKI Jakarta. Sedangkan isu-isu yang menyentuh nilai-nilai kemanusiaan dan berhubungan langsung dengan hajat hidup orang banyak, seperti kasus nenek Asyani, putusnya jembatan untuk akses anak-anak sekolah di Lebak, hingga belum stabilnya harga beras kalah populer di sosial media. Bahkan perbincangan mengenai belum stabilnya harga beras dalam sepekan terakhir hanya sebesar 14,430 tweets atau lebih sedikit dibandingkan dengan kisruh APBD DKI Jakarta. Jika melihat kondisi saat ini, lantas dimanakah hati nurani masyarakat Indonesia? Mengapa respon masyarakat di sosial media lebih menunjukkan ketertarikannya pada isu seputar bisnis dan politik yang dampaknya hanya dapat membuat bangsa sengsara. Oleh karenanya butuh tokoh yang menjadi panutan bagi bangsa. Yang dapat melihat masalah dari beragam sudut-pandang yang berbeda. Sehingga dapat memberi solusi yang membawa bangsa ini lebih sejahtera. Dan akhirnya semoga revolusi mental yang digaungkan oleh pemerintah saat ini dapat menunjukkan contoh nyata. (@fly_saungelmu) Lihat: http://palingaktual.com/1512597/terburuk-sejak-1998-rupiah-tembus-13-022-per-dolar-as/read/ http://nasional.kompas.com/read/2015/03/16/07225951/Bergantung.Nyawa.pada.Jokowi http://topsy.com/s?q=rupiah&window=w http://topsy.com/s?q=golkar&window=w http://news.liputan6.com/read/2189257/kronologi-putusnya-jembatan-gantung-di-banten http://topsy.com/s?q=jembatan%20putus&window=w &http://topsy.com/s?q=hukuman%20mati&window=w http://topsy.com/s?q=lulung&window=w http://topsy.com/s?q=asyani&window=w http://topsy.com/s?q=harga%20beras&window=w
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H