Mohon tunggu...
Flutterdust
Flutterdust Mohon Tunggu... Mahasiswa - Muhammad Fa'iq Rusydi - Mahasiswa Sejarah dan Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Kecil Bergerak

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Resensi Cerpen "Madre" Karya Dee

29 Maret 2022   08:09 Diperbarui: 21 April 2023   04:59 2690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Madre dan Kreatifitas Dee

Judul : Madre, Kumpulan Cerita

Penulis : Dee

Penerbit : Bentang Pustaka

Cetakan : Pertama, Juni 2011

Tebal : 160 Halaman

ISBN : 978-602-8811-49-1

Madre berasal dari bahasa Spanyol, artinya Ibu. Namun yang dimaksud bukanlah seorang tokoh atau sesosok manusia. Yang dimaksud sebagai Madre di sini adalah adonan biang roti yang telah berumur puluhan tahun, berupa tepung, air, fungi bernama saccharomyses exiguus dan bakteri. Meski bukan seorang tokoh atau sesosok manusia, Madre mempunyai pengaruh besar bagi tokoh-tokoh dan perjalanan cerita di sini. Mulai awal kemunculanya hingga pertemuanya dengan seorang pemuda yang memiliki darah blesteran Tionghoa dan India, Tansen Roy Wuisan.

Cerita dimulai ketika Tansen harus meninggalkan Bali untuk pergi ke Jakarta. Setelah melewati perjalanan dan sesampainya di Jakarta, Ia mendapat amplop yang berisi secarik kertas dari sang Kakek. Secarik kertas itu menjadi petunjuk untuk Tansen supaya pergi ke sebuah bangunan lama, sebuah bangunan yang masih kuat berdiri di Kota Jakarta. Bangunan lama tersebut ternyata bekas toko roti "Tan De Bakker" yang berdiri sejak tahun 1943. Pendiri dari toko roti tersebut adalah Tan Sin Gie dan Lakshmie, yang merupakan kakek-nenek Tansen.

Di sini Tansen mulai terperangah, tidak menyangka tentang apa yang pernah Ia punya, tentang apa yang pernah keluarganya miliki. Roti maupun toko roti itu sendiri, bukanlah dua hal yang Tansen pernah dan sedang jalani. Kedua hal tersebut asing, atau boleh jadi bertolak belakang dengan perkerjaanya sebagai seorang freelance di Bali. Namun kemudian, pertemuanya dengan Pak Hadi, Mei, Bu Sum, Bu Cory, Bu Dedeh dan Pak Joko membuatnya semakin mengerti seberapa tinggi 'harga' roti, apa arti penting sebuah keluarga dan Madre bagi semua yang telah hidup dan mati.

Demikian disajikan dalam buku ini 13 karya fiksi dan prosa pendek---Madre berada di awal, menjadi pembuka bagi 12 karya fiksi dan prosa pendek berikutnya. Buku ini pun pada akhirnya menjadi awal dan kali pertama Saya membaca sekaligus mengenal karya Dee. Ya, Dee adalah nama pena dari Dewi Lestari yang tak asing lagi di telinga khalayak. Kali pertama Saya mendengar namanya sewaktu MA (Madrasah Aliyah), kata teman-teman bukunya sulit untuk dipahami, selain mengandalkan pikiran yang lebih--juga bertema eksak yang agaknya bertolak dengan jurusan yang Saya ambil.

Namun setelah membaca Madre, tampaknya yang dimaksud teman-teman adalah karya Dee seri Supernova. Madre tidak termasuk dalam seri tersebut. Meski begitu, Madre memiliki karakter dan kekuatan cerita tersendiri. Mulanya, buku ini Saya dapat atas saran dan pinjaman dari Mas Agus Salim Rohman setelah separoh malam ngudarasa. Topik yang menjadi garis bawah adalah kreatifitas, yang mana hal tersebut nyatanya bisa didapat dari sekeliling kita, tak perlu muluk-muluk memaksakan yang tiada. Kesan yang Saya dapat setelah membaca Madre pun demikian.

Dee berhasil menulis sesuatu dari apa yang ada di sekitar kehidupanya, dari apa yang tidak jauh dengan kehidupanya, dari apa yang dilihat, ditangkap hingga dipertanyakan kembali, Dee berhasil mengelola dan menyajikanya dengan kreatif menjadi karya fiksi prosa. Ya, keunggulan dari Madre adalah kesederhanaan ceritanya yang dapat dipahami oleh siapa saja---yang meskipun sederhana, ceritanya memiliki kekuatan dan karakteristik tersendiri. Dengan cerita yang sederhana, Dee berhasil memberikan pemahaman yang biasanya cukup sulit untuk dibahasakan.

Agaknya yang perlu disayangkan pada buku ini barangkali beberapa karya fiksi prosa lainya yang berbaris di antrean setelah Madre, wajar barangkali karena tidak satu tema, kesemuanya memiliki arah tujuanya masing-masing. Meskipun secara garis besar, unsur cinta, Tuhan, mati dan hidup tetap masih ada. Guruji dan Menunggu Layang-layang misalnya, menandaskan pada 'negasi' yang mana satunya berakhir menolak dan yang satunya berakhir menerima, sehingga barangkali harus lebih ekstra untuk mengekstrak pesan apa yang disampaikan.

Kekurangan lainya barangkali soal pemilihan diksi, yang terkadang kurang selaras atau kurang enak untuk diucapkan. Meski begitu, buku ini menjadi anjuran ideal bagi pembaca yang ingin mengenal karya atau sosok Dee mulai awal. Dari buku berjudul Madre ini pun kita dapat memperhitungkan kreatifitas. Bosan dan jenuh tampaknya tidak menjadi momok, mengingat ceritanya yang sederhana dan menarik, serta halaman yang tidak telampau banyak---waktu luang pembaca rasa-rasanya tidak terbuang sia-sia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun