Mohon tunggu...
Flutterdust
Flutterdust Mohon Tunggu... Mahasiswa - Muhammad Fa'iq Rusydi - Mahasiswa Sejarah dan Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Kecil Bergerak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Emha Ainun Nadjib dan KiaiKanjeng: Refleksi Keberadaan Walisongo di Masa Silam

23 Maret 2022   05:13 Diperbarui: 23 Maret 2022   05:23 1212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak tradisi lisan atau folklore yang menceritakan legenda Walisongo, meski ada jarak tahun diantara beberapa tokohnya, diantara mereka yang biasa diceritakan antara lain adalah Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik), Raden Sayyid Ali Rahmatullah (Sunan Ampel), Raden Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Muhammad Ainul Yaqin (Sunan Giri), Raden Said (Sunan Kalijaga), Raden Qosim (Sunan Drajat), Raden Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Djati), Raden Umar Said (Sunan Muria) dan Ja'far Shodiq (Sunan Kudus). 

Legenda mereka berdasarkan tradisi lisan banyak mengandung fantasi yang berlebihan, hal tersebut lazim bagi sebuah tradisi lisan dan mengandung ciri serta kearifan tersendiri. Di luar itu, tidak sedikit naskah-naskah kuno atau babad (dari masa mereka, maupun masa setelahnya) yang mengandung ajaran maupun cerita keberadaanya.

Misalnya seperti Babad Demak, Babad Pesisiran, Serat Dewaruci, Babad Giri, Carita Purwaka Caruban Nagari, Serat Bonang, Naskah Drajat, Naskah Baduwanar, Babad Tanah Jawi sampai catatan dan berita luar negeri. 

Selain sumber lisan dan tekstual, tidak sedikit sumber benda yang diyakini berasal dari Walisongo, baik bangunan atau benda. Misalnya ada Kerajaan Demak, menurut (Babad Demak dalam tafsir sosial politik 2000, 41) para wali yang mendirikan kerajaan Demak Bintoro ada delapan orang, yaitu Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Muriapada, Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati. 

Lebih lanjut, ada kesamaan nisan makam beberapa Walisongo yang semasa dan memiliki hubungan dengan Kerajaan Demak. "Semoga nisan tersebut tidak diganti dengan nisan yang baru, tetap dirawat, terawat dan terjaga."

Emha Ainun Nadjib dan KiaiKanjeng, di masa-masa ini dapat merefleksikan keberadaan Walisongo yang terkenal dengan dakwah kulturalnya. Seperti Sunan Drajad dengan tembang dan gamelan singo mengkoknya, Sunan Bonang dengan tembang dan musik bonangnya, Sunan Giri dengan tembang dolananya, Sunan Kalijaga dengan kesenian wayangnya, sampai Sunan Gunung Djati dengan suluknya. 

Ada yang lebih fokus berdakwah ke lapisan masyarakat kelas bawah seperti Sunan Giri dan ada yang lebih fokus berdakwah ke lapisan masyarakat istana seperti Sunan Bonang. Nah, Emha Ainun Nadjib lebih fokus berdakwah ke masyarakat kelas bawah secara kultural, selain berdakwah kepada lapisan masyarakat istana di sinau bareng. 

KiaiKanjeng pun seperti kelompok gamelan yang ada di masa Walisongo, memainkan lagu dan tembang dolanan yang populer di masyarakat. Karena tidak mungkin, misalnya Sunan Drajat memainkan gamelan singo mengkok sendiri, oleh sebab itu ada tradisi lisan yang menyebut posisi personil kelompok gamelan tersebut diisi oleh para santrinya.

Dalam kegiatan sinau bareng sendiri, jika diklasifikasikan dengan metode dakwah, akan bertemu dengan prinsip penyiaran Islam Walisongo secara evolutif-kultural yang berupa; 1) Konversi,  2) Internalisasai dan 3) Aktualisasi. Pertama tahap konversi, masyarakat sebelumnya sudah memiliki kosmologi dan nilai-nilai, maka kemudian Mbah Nun mengkomunikasikan dan memperhitungkan hal-hal tersebut. 

Kedua tahap internalisasi, ada rejeksi dan ada adaptasi, Mbah Nun berusaha merejeksi dan mengadaptasikan hal-hal yang masih berkaitan dengan ajaran Islam. Ketiga tahap aktualisasi, Mbah Nun berusaha mengaktualisasikan Islam lewat ajaran-ajaran, nilai-nilai dan simbol-simbol. 

Oleh sebab itulah sinau bareng lebih interaktif dan lebih merangkul semua lapisan masyarakat, seperti ungkapan Islam rahmatan lil alamin. Sehingga Emha Ainun Nadjib dan KiaiKanjeng di masa ini berhasil menjadi fenomena menarik yang dapat merefleksikan keberedaan Walisongo di masa silam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun