Mohon tunggu...
Floury Handayani
Floury Handayani Mohon Tunggu... wirausahawan -

penjual gado-gado, pembelajar, suka membaca, sedang belajar menulis, suka masak, senang makan enak

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

GueBeda : Kalau Minyak Kayu Putih Punya Kayu Putih Aroma, Saya Juga Punya...

10 November 2017   09:01 Diperbarui: 12 November 2017   16:13 2740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minyak kayu putih, minyak telon, minyak tawon, dan beberapa jenis minyak aroma asli Indonesia telah dikenal sejak jaman old. Siapa yang tak pernah mendengar jenis minyak-minyakan itu? Yang paling umum adalah minyak kayu putih. Kids jaman now perlu juga dikenalkan dengan minyak yang satu ini. Kenapa? Karena minyak kayu putih, yang terbuat dari kayu putih atau eukaliptus merupakan salah satu kearifan lokal dan merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia 2017 yang berasal dari Maluku. 

Kearifan lokal adalah gagasan, nilai, atau pandangan dari suatu tempat yang memiliki sifat bijaksana dan bernilai baik, yang diikuti dan dipercayai oleh masyarakat di suatu tempat dan sudah diikuti secara turun-temurun. Salah satu cirinya adalah mampu mengakomodasi budaya luar dan memberi arah perkembangan budaya.  Di tengah arus globalisasi saat ini, yang kuat akan menang, yang kalah akan hilang. Untuk itu, upaya kreatif minyak kayu putih Caplang produksi PT Eagle Indo Pharma berupa KayuPutihAroma  patut diacungi jempol. Sebuah inovasi diharapkan dapat menjaga kelestarian kearifan lokal, syukur-syukur dapat memberi arah perkembangan budaya yang lebih luas, bukan sekadar agar tidak punah.

Dengan menambahkan essense rose, lavender, greentea, selain yang natural, minyak kayu putih tidak lagi identik dengan anak-anak atau nenek-nenek. Minyak KPA itu update, kekinian, cocok untuk anak muda. Baunya harum seperti body mist. Pun punya segudang manfaat. KPA dapat digunakan ketika mual atau perut kembung karena masuk angin, apalagi ketika musim hujan seperti sekarang atau ketika travelling. Juga menghilangkan gatal-gatal akibat gigitan serangga. Aroma wanginya juga membuat nyamuk ogah mendekat. Kalau untuk anak yang sedang pilek, hidung mampetnya bisa reda dengan mencampur beberapa tetes KPA ke dalam air panas untuk dihirup uapnya.  

Penggunaan KPA untuk pengobatan lebih saya pilih daripada harus minum obat. Dulu suami saya sering menggoda saya kalau lagi memakai minyak kayu putih ketika pusing atau perut kembung dengan mengatakan seperti bau nenek-nenek di bus. Sebel! Tapi sekarang tak ada alasan lagi, karena aroma lavender yang saya suka mengurangi bau minyak kayu putih. 

Selain mengurangi konsumsi obat-obatan, penggunaan minyak kayu putih lintas generasi akan melestarikan budaya nasional. Dengan kreativitas, KPA menjadikannya berbeda dari minyak kayu putih biasa yang ada di pasaran. Apalagi KPA menggunakan bintang iklan Prilly Latuconsina, artis berbakat sekaligus selebgram yang mendapat predikat pemeran utama wanita terbaik dalam film Hangout 2017. Dengan minyak KayuPutihAroma, kita jadi kekinian kan?

Kalau minyak kayu putih punya KPA, saya punya GueBeda dalam berbinis. Bereda dengan usaha mobil antar-jemput yang biasanya pemilik membayar gaji pengemudi tiap bulan dengan angka tertentu, saya menggunakan konsep bagi hasil. Kami selaku pemilik kendaraan berbagi hasil dengan pengemudi dengan proporsi 60:40 dari penerimaan bersih, yaitu pendapatan jemputan dikurangi biaya operasional. Semakin banyak peserta jemputan, baik kami maupun sopir jemputan sama-sama dapat uang lebih banyak. 

Begitu pun sebaliknya. Makanya pak sopir senang jika ada penyewa mobil setelah jam antar-jemput usai atau hari libur karena pendapatannya jadi meningkat. Mobil pun dirawat dengan baik karena kalau biaya service besar, akan mengurangi penghasilan pengemudi juga. Alhamdulillah kemitraan kami selama hampir lima tahun ini awet karena sama-sama puas.

Konsep bagi hasil sebenarnya telah dicontohkan secara turun-temurun dalam pertanian masyarakat Jawa. Pengalaman masa kecil, kakek saya bekerjasama dengan petani dalam menggarap lahan sawahnya. Tiap 5 atau 6 bulan sekali, kakek mendapatkan bagian tertentu atas gabah dari petani penggarap. Konsep maro (1:1) atau mertelu (1:2) merupakan konsep bagi hasil yang lebih adil bagi pemilik lahan maupun petani. Jika hasil panen banyak, kedua belah pihak dapat sama banyak, ketika panen gagal dua-duanya pun menanggung rugi. Tidak seperti konsep pemilik lahan yang mengupah petani penggarap. Ketika hasil panen melimpah, petani penggarap tak dapat tambahan upah. Orangtua saya juga meneruskan tradisi kakek tersebut untuk kebun apel yang tak seberapa luas sampai sekarang. 

Konsep sharing ecnomy (sumber: yuswohady.com)
Konsep sharing ecnomy (sumber: yuswohady.com)
Konsep bagi hasil saat ini menjadi tren, tidak hanya Indonesia tapi dunia. Di ekonomi syariah, konsep ini dikenal dengan nama mudharabah dan diaplikasikan ke dalam produk pendanaan maupun pembiayaan di bank syariah. Di bisnis online, kerjasama antara pemilik aplikasi online dengan mitra pengemudi ojek atau taksi online, maupun pemilik restoran dilakukan dengan konsep sharing economy. 

Pengalaman kami menjadi merchant resto online Gado-Gado Siram Omahku, meskipun baru seminggu, menggunakan konsep yang sama. Bagi hasil antara pemilik usaha dengan perusahaan aplikasi oline sebesar 80:20. Keuntungan bagi kami yang baru merintis usaha adalah tidak perlu membuka restoran yang tentunya perlu modal besar, tidak perlu kurir karena ada driver ojek online yang datang ke tempat kami, dan biaya promosi untuk menggaet pelanggan serta delivery sifatnya variabel, sesuai tingkat penjualan. 

Perkembangan teknologi dan model bisnis dengan konsep sharing economy, kalau ditelusuri lebih jauh, ternyata sejalan dengan budaya bangsa kita. Warisan budaya maro atau mertelu di pertanian masyarakat Jawa, dan di suku lain mungkin dikenal dengan nama yang berbeda, ternyata kekinian. Kalau minyak kayu putih punya GueBeda dengan KPA, saya punya bisnis berkonsep bagi hasil. Keduanya sama-sama warisan budaya nusantara, kearifan lokal Indonesia. Warisan budaya tak berarti kuno, dia bisa menjadi kekinian dengan inovasi. Let's be creative, let's be different!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun