Seringkali saya mendengar ada orang yang stres ketika pensiun, biasanya disebut post power syndrome. Mungkin biasanya memiliki anak buah, artinya punya kekuasaan, menjadi tak ada yang menyapa, dan harus melakukan segala sesuatu sendiri. Lainnya adalah karena biasanya setiap bulan di rekening bank mengalir dana dalam jumlah besar, setelah pensiun turun drastis karena semua tunjangan dan fasilitas dihapus oleh perusahaan.
Belajar dari pengalaman para senior tersebut, saya mencoba meminimalisir kejadian yang sama pada saya. Maka ketika telah memutuskan pensiun muda 2 tahun lalu, saya  membuat semacam visi/misi dan action plan. Kalau dulu sewaktu muda, mimpinya bersifat duniawi, bekerja untuk memperoleh beasiswa sekolah dan mengumpulkan pundi-pundi agar bisa pindah kuadran dari karyawan menjadi pengusaha atau investor, setelah usia matang tentu saja visi berubah.
Dengan berbagai pengalaman hidup serta agama yang mengajarkan bahwa usia 40 tahun adalah waktu yang menentukan apakah seseorang akan ke kiri atau ke kanan, visi saya adalah menjadi orang yang sukses menurut Allah. Tentu saja kriteria sukses luas sekali, namun bekerja untuk menebar manfaat dan  menjadi leader by example untuk anak-anak target riil dari visi tersebut.
Sebelum itu semua, persiapan-persiapan apa yang harus dilakukan? Karena pasti akan terjadi perubahan yang signifikan dalam kehidupan pribadi maupun keluarga. Ada 3 hal yang harus dipersiapkan dalam masa transisi dari karyawan menjadi pensiunan.
Keuangan
Sebagaimana umumnya para karyawan muda, berhutang untuk membeli rumah juga saya lakukan. Apalagi pinjaman ini merupakan fasilitas kantor, yang sulit untuk ditolak karena cicilan ringan, otomatis potong gaji, dan tak perlu jaminan atau proses ribet. Bukan untuk rumah tinggal, tetapi mengambil untuk membangun rumah kos sebagai persiapan pensiun. Jadi sifatnya produktif. Saldo hutang terakhir sekitar Rp. 700 jutaan. Karena rencana pensiun dipercepat, maka target saya adalah dalam 1 tahun seluruh hutang harus lunas padahal sebelumnya cicilan pengembalian adalah untuk jangka waktu 15 tahun.
Tight money policy wajib sifatnya! Sebelum dibelanjakan, 50% penerimaan gaji langsung disisihkan di tabungan untuk pelunasan hutang. Semua penerimaan lain juga masuk tabungan tersebut. Kedua, menghindari aktivitas yang tak perlu seperti pergi ke mall kecuali untuk belanja bulanan atau ada kebutuhan. Yah, pengeluaran untuk makan di luar ternyata menguras kantong. Yang harusnya bisa 3x makan di rumah, Â hanya sekali makan di resto. Selain itu adalah kemana-mana membawa botol minum sendiri.
Selain ramah lingkungan dengan meminimalisir sampah plastik, membawa wadah minum sendiri juga menghemat uang. Dan terakhir, cicilan uang muka pembelian apartemen pun saya lepas agar tak punya kewajiban yang sebenarnya tak perlu. Syukurlah ada teman yang bersedia takeover. Hutang pun lunas sebelum target 1 tahun. Ya, disiplin anggaran sangat penting. Kebiasaan hidup hemat ini juga dalam rangka belajar mengubah gaya hidup setelah pensiun secara gradual.
Mental
Persiapan mental lebih penting lagi. Post power syndrome terjadi karena seseorang tidak siap dengan transformasi dari karyawan (terutama pejabat) menjadi pensiunan. Yang biasanya dihormati karena punya jabatan, bisa memerintah anak buah , dan tiap hari punya jadwal tetap dari pagi sampai sore bahkan malam apalagi yang sering bepergian keluar kota, harus kehilangan itu semua. Â Keuntungan menetapkan sendiri kapan akan pensiun adalah kita lebih siap karena kita menyusun action plan atas kesadaran sendiri, bukan dipaksa keadaan atau umur.
Mensugesti diri sendiri bahwa Allah telah menuliskan rizki masing-masing orang, tentu saja sesuai usahanya. Jadi, meninggalkan gaji  besar tidak akan membuat kita jadi miskin. Siapa tahu jalan di luar sana membuka rizki yang jauh lebih besar. Rizki juga bukan hanya soal uang, tetapi banyak ragamnya. Kesehatan, keturunan yang sholeh, teman/tetangga yang baik, pun membuat kita bahagia. Juga mensugesti diri sendiri sebagaimana buku The Ultimate-U untuk think less, feel more. Worry less, do more. Keyakinan diri ini penting untuk menghargai pilihan yang dibuat sendiri.
Kegiatan
Selain persiapan keuangan dan mental, aktivitas apa yang akan mengisi hati-hati ke depan juga perlu disusun. Terbayang kan, biasa sibuk seharian, kalau tiba-tiba waktu kosong akan dapat membuat kita merasa tak berharga. Jadi ketika telah memutuskan untuk membebaskan diri dari sebutan karyawan, saya harus menyiapkan sebuah pekerjaan baru. Untuk menyalurkan hobi memasak, saya mencoba membuat nuget sehat, tahu bakso, siomay sayuran untuk ditawarkan ke teman atau tetangga.
Dan terakhir, yang saya rasa pas adalah gado-gado, makanan berserat tinggi yang saya harapkan dapat memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Memulai sebuah usaha membantu saya lebih siap untuk menjadi pensiunan. Bukan dilihat dari segi manfaat moneternya, tetapi rasa berharga bahwa kita punya manfaat bagi orang lain. Juga memberikan kegiatan rutin harian untuk memenuhi permintaan konsumen. Kegiatan ini juga menjadikan saya lebih aktif dan semangat, dengan menawarkan produk dan memproduksinya ketika masih bekerja.
Selanjutnya, saya menyusun rencana kegiatan yang saya akan lakukan setelah pensiun seperti mengajari anak-anak pekerjaan rumah dan pelajaran sekolah, belajar berenang (ini wajib dari dokter untuk mengurangi keluhan sakit akibat syaraf kejepit di leher), les bahasa arab dan mengaji, serta menulis lewat Kompasiana.Â
Ketika perencanaan dan persiapan menuju pensiun muda sudah dilakukan, tinggal bagaimana eksekusinya.Â
The future belongs to those who prepare for it today - Malcolm X
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H