Srikandi dari Tanah Tandus: Theresia Krowin, Pantulan Jiwa Nusa Tenggara Timur

NTT- Lahir dari tanah tandus Pulau Solor, di antara hembusan angin garam dan bayangan gunung Ile Napo yang menjulang, Theresia Krowin tumbuh sebagai srikandi tangguh. Ia adalah cerminan kekuatan alam Nusa Tenggara Timur, keras, tegar, dan penuh dengan keindahan tersembunyi. 

Negeri wangi cendana yang menjadi saksi bisu perjalanan hidupnya, membentuk jiwa yang kuat bagaikan bebatuan yang menghiasi pesisir Flores Timur.

Sosok Theresia Krowin bersinar di antara deretan politisi provinsi, tak hanya karena jabatan atau ambisinya, tetapi karena jiwa yang membawa suara lemah namun lantang dari Lewotana.

Ia bukan politisi biasa. setiap kata yang terlontar bukan sekadar retorika politik.

Setiap kata-katanya meresap, sarat dengan sastra Lamaholot, bahasa yang membalut tanah leluhur dengan nyanyian dan sajak, menggerakkan hati siapa saja yang mendengarnya, baik pria maupun wanita, tua maupun muda. 

Suaranya bak kobaran api yang menyalakan semangat dalam dada para pemuda Lamaholot, membawa harapan bagi masa depan mereka.

Namun, meski suaranya menggelegar dalam rapat- rapat dan panggung-panggung politik, ada kelembutan yang tersembunyi di balik itu. 

Theresia Krowin selalu terisak ketika berbicara tentang Lewotana tanah yang memberinya kehidupan dan identitas. Matanya tak bisa berbohong; air mata yang jatuh menyingkap kejujurannya. 

Lewotana adalah cinta, Lewotana adalah pengabdian. Ketika berbicara tentang nasib ribu ratu, tentang rakyat kecil yang menunggu janji, ia bukanlah politisi biasa, melainkan seorang ibu yang merangkul anak-anaknya dengan kasih sayang.

Sebagai Wakil Sekretaris Partai Gerindra Provinsi Nusa Tenggara Timur, Theresia Krowin berjalan di ujung batas harapan dan kenyataan.