“Nat. It’s still you. You’re the best girlfriend I’ve ever had,” mata Adi menatap Natalie dalam-dalam. Natalie menundukkan kepala, menghindari tatapan mata Adi. Ia menghindari pancaran mata yang dulu pernah membuatnya jatuh cinta. Dulu sekali.
Adi mengangkat dagu Natalie. Natalie hanya diam. Tersihir. Sihir yang pernah membuatnya terpikat, sihir yang selalu ia kira telah luruh, ternyata masih mampu membuatnya tergeming kini. Mata Adi kini bertemu dengan matanya. Adi mendekatkan bibirnya, bibir mereka bertemu. Kecupan hangat dan lembut. Natalie mendorong Adi menjauh. Adi dengan sigap menangkap tangan Natalie, merengkuhnya dalam pelukan erat.
“I am so sorry, love,”bisik Adi lembut.
“I am so sorry, too. But, I’d prefer not to go.”
“It’s okay, love…” Adi melepas pelukannya.
Natalie menarik selimut untuk menutupi tubuh sintalnya. Adi hanya mampu menatapnya berlalu ke kamar mandi.
Tak ada waktu, ia pun harus bergegas.
****
Tatapan Natalie menyapu kamar yang tadi ditinggalnya bersiap. Tak ada lagi sosok pria yang pernah ia cintai, bahkan jejak kehadirannya pun tiada lagi terasa, kecuali keberadaan sepucuk kertas yang ia serahkan semalamn. Namun belum ia sentuh, dibiarkan begitu saja di atas meja. Natalie berjalan menghampiri meja, membaca kertas berwarna emas dan putih. Warna kesukaan Adi. Sebuah senyum menyungging di bibir Natalie setelah membacanya.
…you’re my honey sugar pop… you’re my sweety pie…
Handphone Natalie berdering, senyum Natalie tersungging lebih lebar. Her fave ringtone from her favourite guy.
“Yes, Hon. I will be home this afternoon. Are you being a good boy when mommy gone? Nice. Mommy will bring you some cake. Bye, honey,” Natalie mengakhiri pembicaraan. Sekali lagi diliriknya kertas emas dan putih untuk terakhir kalinya. Disana tertulis :